Menurutnya, spekulasi berkembang di negara seperti Italia, di mana kapasitas tempat tidur pasien perawatan intensif selalu kurang, kalau beberapa pasien berbohong tentang kebiasaan merokok.
Eleanor Murray dari Boston University, Amerika Serikat, lebih mempertanyakan validitas perbandingan yang digunakan antara para perokok di antara pasien dengan proporsinya di tengah masyarakat umum.
Sebab kebanyakan pasien Covid-19 yang tergolong parah dan harus dirawat intensif di rumah sakit adalah orang tua atau lansia. “Dan orang tua memang banyak yang tak merokok lagi,” katanya.
Ketimbang metode data perbandingan itu, Eleanor menggunakan sebuah aplikasi yang diunduh 1,5 juta orang di Inggris untuk melacak jawaban pertanyaan yang sama.
Temuannya belum dipublikasikan, tapi menduga kalau para perokok 25% lebih berisiko terinfeksi virus corona penyebab Covid-19. Tapi metode ini pun hanya berdasarkan pengakuan, bukan hasil tes medis.
Baca Juga: Stok Darah di PMI Menipis, Mereka yang Bertato Tetap Bisa Donor Darah
Baca Juga: 10 Keuntungan Olahraga di Pagi Hari, Anti Polusi dan Tambah Semangat
Baca Juga: Penyebaran Covid-19 di Indonesia Sudah Tidak Terkendali, Jauh di Atas Angka WHO
Sebuah studi terbaru lalu menelisik catatan medis dari 17 juta orang dewasa di Inggris untuk mencari faktor risiko terkait peristiwa pasien sekarat karena Covid-19. Hasilnya, untuk para perokok, faktor itu berubah bergantung faktor risiko lain yang menyertai.
“Klaim kalau merokok bisa melindungi dari Covid-19 sangat menarik, tapi masih teka teki,” pungkas Eleanor. (*)
#berantasstunting #hadapicorona