Find Us On Social Media :

PSBB Transisi Dianggap Gagal, PPKM Jawa-Bali juga Tidak Efektif Turunkan Kasus Covid-19, Bagaimana Indonesia ke Depannya?

Pelaksanaan PPKM Jawa-Bali dianggap gagal layaknya PSBB transisi

GridHEALTH.id -  Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali kini sudah seminggu diterapkan sejak 11 Januari 2021 lalu.

Awalnya, sistem PPKM Jawa-Bali ini dianggap dapat menggantikan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Baca Juga: Positivity Rate Tembus 32,83 Persen, PPKM Jawa-Bali Dianggap Gagal hingga Epidemiolog Sarankan Semua Kantor Ditutup: '100 Persen WFH'

Namun nyatanya, PPKM Jawa-Bali malah sama saja dengan PSBB transisi yang dianggap gagal dan tidak efektif menurunkan kasus Covid-19 di sejumlah daerah.

Sebelumnya, ahli epidemiologi Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono mengatakan bahwa PSBB transisi adalah kebijakan yang gagal.

Baca Juga: Tak Hanya Anak-anak, Orang Dewasa juga Wajib Dapatkan 18 Jenis Imunisasi, Ini Jadwalnya!

"Karena pada PSBB transisi semua sektor dibuka, semua kantor dibuka, tapi apa ini PSBB. Karena PSBB itu singkatanan dari pembatasan sosial, kalau dibuka semua sebenarnya sama saja dengan enggak PSBB gitu," kata Miko, Minggu (9/8/2020).

Bahkan, seorang anggota DPRD DKI Jakarta pun mengkritik kebijakan PSBB transisi tersebut.

"Jelas ini sudah bukan transisi. Ini (PSBB transisi) kebijakan gagal dan tanpa ketegasan," kata Anggota DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan Gilbert Simanjuntak, Jumat (12/6/2020).

Kini, penerapan PPKM Jawa-Bali pun kembali menuai kritik yang sama.

Epidemiolog Griffith University Dicky Budiman juga menilai penerapan PPKM tidak efektif untuk menekan kasus Covid-19 di Indonesia.

Baca Juga: Konon Sempat Diperkosa 11 Pria Sebelum Meninggal, Hasil Otopsi Pramugari Ini Akhirnya Keluar, Tim Forensik Sebut Ada Aneurisma Aorta

"Adanya PPKM juga tidak efektif, karena yang vitalnya 3T tidak optimal," ujarnya.

"Buktinya banyak sekali contoh antara himbauan dan realisasi dalam kebijakan tidak bersinergi. Misalnya jangan bepergian tetapi ada diskon perjalanan, ini adalah bukti yang sudah berkali terlihat, kita tidak ingin klaster tapi ada pilkada dan," tambah Dicky, Minggu (17/01/2020).

Dicky menjelaskan, estimasi terendah kasus harian di Indonesia sudah naik menjadi 50.000 per hari, dan sebelumnya 40.000 per hari.

Dengan penemuan kasus paling tinggi di angka 14.000, masih ada gap kelemahan deteksi kasus.

Dicky memperingatkan hal ini bisa berbahaya karena akan menyebabkan lonjakan kasus kesakitan dan kematian.

"Gap (selisih) temuan kasus minimal 40 ribu yang bisa kita temukan, kita baru bisa menemukan seperempatnya, kalau dibiarkan adalah hal yang sangat serius karena penambahan dari kasus yang tidak terdeteksi akan berpola eksponensial dan meledak," katanya.

Sementara itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Semarang Bondan Marutohening juga menilai bahwa PPKM Jawa-Bali adalah peraturan tebang pilih dan tidak tegas.

Baca Juga: Kejadian Langka, Pria Ini Punya Antibodi Super Yang Mampu Menetralisir Covid-19

Bondan mengatakan, Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang kurang tegas dalam melaksanakan penegakan aturan PPKM.

"Bisa dilihat secara nyata di wilayah Ungaran dan sekitarnya, bahkan ada ada laporan warga ke saya, bahwa usaha mereka diminta tutup, tetapi beberapa tempat usaha lain dibiarkan tetap beraktivitas," jelasnya kepada wartawan, Minggu (17/1/2021), dikutip dari Kompas.com.

Bondan mengatakan, adanya tebang pilih tersebut adalah bukti pelaksanaan PPKM tidak serius.

"Instruksi Mendagri dan instruksi Bupati tidak dijalankan. Rekomendasi DPRD kepada Satgas Covid-19 pun juga tidak pernah digubris," tegasnya.

Baca Juga: RS Rujukan Covid-19 Penuh, Pemprov DKI Jakarta Tambah 21 Rumah Sakit, Ini Daftarnya!

Baca Juga: Pantas Orang Korea Sering Makan Kimchi, Ternyata Khasiatnya Ini Luar Biasa Bagi Tubuh

Melihat banyaknya komentar miring mengenai penerapan PSBB transisi dan PPKM Jawa-Bali, akankah pemerintah Indonesia kembali merombak strategi penanganan Covid-19? (*)

#hadapicorona