GridHEALTH.id - Guru Besar Farmasi UGM Prof Zullies Ikawati, PhD, Apt menjelaskan, interaksi obat adalah adanya pengaruh suatu obat terhadap efek obat lain ketika digunakan bersama-sama pada seorang pasien.
Secara umum, interaksi ini dapat menyebabkan meningkatnya efek farmakologi obat lain bersifat sinergis atau additif atau mengurangi efek obat lain (antagonis), atau meningkatkan efek yang tidak diinginkan dari obat yang digunakan.
"Karena itu, sebenarnya interaksi ini tidak semuanya berkonotasi berbahaya, ada yang menguntungkan, ada yang merugikan. Jadi tidak bisa digeneralisir, dan harus dikaji secara individual," ujarnya dikutip dari Tribunnews.com, Senin (12/70/2021)\
Ia menjelaskan, kadangkala dalam terapi tidak bisa dihindarkan untuk menggunakan kombinasi obat, bahkan bisa lebih dari 5 macam obat.
Untuk itu, perlu dipilih obat yang paling kecil risiko interaksinya.
"Faktanya, tidak semua obat yang digunakan bersama itu menyebabkan interaksi yang signifikan secara klinis. Yang artinya aman-aman saja untuk dikombinasikan atau digunakan Bersama," terang Prof Zullies.
Pada dasarnya, interaksi obat dapat dihindarkan dengan memahami mekanisme interaksinya.
Mekanisme interaksi obat itu sendiri bisa melibatkan aspek farmakokinetik (mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi obat lain), atau farmakodinamik (ikatan dengan reseptor atau target aksinya).
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak menguntungkan, apabila pemberian obatnya lebih dari satu, maka digunakan asas sebagai berikut;
1. Untuk obat yang interaksinya terjadi jika bertemu secara fisik, seperti obat antibiotika golongan kuinolon dengan kalsium yang membentuk ikatan kelat misalnya, maka pemberian dengan jeda waktu yang lebar dapat menghindarkan interaksinya.
2. Tetapi jika mekanismenya adalah mempengaruhi metabolisme obat sehingga menyebabkan kadar obat lain meningkat atau berkurang, maka mengatasinya adalah dengan penyesuaian dosis obat, karena hanya memberi jeda waktu pemberian tidak akan mengurangi dampak interaksinya.
3. Jika pemberian jeda pemberian dan penyesuaian dosis tidak dapat mencegah dampak interaksi, maka cara lain menghindari interaksi obat adalah dengan mengganti obat yang berinteraksi dengan obat lain yang kegunaannya sama, tetapi kurang berinteraksi.
" Sekali lagi, dampak interaksi obat tidak bisa digeneralisir dan harus dilihat kasus demi kasus secara individual, sehingga pengatasannya pun berbeda-beda pada setiap kasus," tegasnya.
Baca Juga: Kesehatan Lansia, Kualitas Tidur Dapat Menunjukkan Risiko Alzheimer
Baca Juga: 7 Tips Perawatan Mata Untuk Penyandang Diabetes Agar Terhindar Dari Gangguan Penglihatan
Lebih jauh Prof Zullies mengungkapkan interaksi obat tidak semudah itu menyebabkan kematian.
Jika ada penggunaan obat yang diduga akan berinteraksi secara klinis, maka pemantauan hasil terapi perlu ditingkatkan.
Sehingga, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan akibat interaksi obat, dapat segera dilakukan tindakan yang diperlukan, misal menghentikan atau mengganti obatnya.
Hal ini menunjukkan juga perlunya kerjasama antar tenaga kesehatan dalam memberikan terapi kepada pasien (dokter, perawat, apoteker, dll) sehingga dapat memantau terapi dengan lebih cermat, sehingga tidak berdampak membahayakan bagi pasien.
Baca Juga: Studi: Orang Sehat Tak Perlu Mengonsumsi Aspirin Setiap Hari Untuk Cegah Penyakit Jantung
Baca Juga: Curiga Anak Terkena Pneumonia? Deteksi Dini Hitung Kecepatan Napasnya
"Jadi, jika ada yang menyebutkan bahwa kematian pasien Covid adalah semata-mata akibat interaksi obat, maka pernyataan itu tidak berdasar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,"pungkasnya.(*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Dr.Lois Sebut Kematian Pasien Covid Dipicu Interaksi Obat, Guru Besar Farmasi UGM Jelaskan Faktanya, https://www.tribunnews.com/corona/2021/07/12/drlois-sebut-kematian-pasien-covid-dipicu-interaksi-obat-guru-besar-farmasi-ugm-jelaskan-faktanya?page=all.