GridHEALTH.id - Mantan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19, Achmad Yurianto meninggal dunia, Sabtu (21/5/2022).
Menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Widyawati, Yurianto meninggal dunia di RSUD Syaiful Anwar, Malang. Sebelumnya, ia dirawat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto Jakarta karena kanker.
"Meninggal di RSUD Syaiful Anwar, Malang. Sebelumnya di RSPAD Jakarta," kata Widyawati, Sabtu. Dalam perawatannya, Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan itu menjalani kemoterapi.
Nama Achmad Yurianto mulai dikenal publik sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Ia ditunjuk sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 sejak 3 Maret 2020.
Sejak saat itulah, setiap sore wajah Yurianto menghiasi layar kaca untuk menyampaikan informasi terbaru mengenai penanganan virus corona di Tanah Air.
Tak lama, Yurianto dipercaya sebagai Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes. Ia ditunjuk oleh Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada 9 Maret 2020.
Namun, pada 21 Juli 2021, jabatan Yurianto sebagai Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 berakhir.
Saat itu, Presiden Joko Widodo membubarkan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 dan menggantinya dengan Satuan Tugas Penanganan Covid-19 sehingga terjadi pergantian posisi pada jabatan juru bicara.
Lalu menjelang akhir Oktober 2020, Yurianto meninggalkan jabatan Dirjen P2P Kemenkes. Ia ditunjuk sebagai Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi per 23 Oktober 2020.
Baca Juga: Orang Berkulit Gelap Cenderung Kekurangan Vitamin D, Ini Penyebabnya
Baca Juga: Healthy Move, Dua-duanya Baik Untuk Kesehatan, Ini Bedanya Olahraga dengan Aktivitas Fisik
Terbaru, 22 Februari 2021, Yurianto dilantik sebagai Ketua Dewan Pengawas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masa jabatan 2021-2026.
Menurut Dr. dr. Ikhwan Rinaldi, Sp.PD-KHOM, M.Epid, FINASIM, FACP, Konsultan Hematologi Onkologi Medik FKUI-RSCM kepada GridHEALTH.id, Sekitar 70% kasus KKR dipengaruhi usia dan gen, juga oleh faktor lingkungan termasuk kebiasaan makan, aktivitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol.
Sekitar 25% dari kasus KKR memiliki kecenderungan genetik, dan 5% dari pasien KKR memiliki faktor keturunan yang terkait dengannya perkembangannya.
Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di Amerika Serikat.
Di Indonesia, kanker usus tepatnya kanker kolorektal sekarang menempati urutan nomor 3 (GLOBOCAN 2012).
Karakteristik penderita kanker kolorektal di Indonesia agak berbeda dengan di negara maju. Di Indonesia, 51% dari seluruh penderita berusia di bawah 50 tahun dan pasien di bawah 40 tahun berjumlah 28.17%.
Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab kematian kedua terbanyak (terlepas dari gender) di Amerika Serikat.
Data WHO memperkirakan ada 1.849.518 kasus baru KKR dan 880.792 kematian terkait KKR pada tahun 2018.
Studi terbaru menemukan bahwa negara berkembang, khususnya di Asia, insiden kanker cendrung meningkat.
Baca Juga: Perut Buncit, Selain Tanda Banyak Lemak, Juga Tanda Kurang Vitamin D
Baca Juga: Penyandang Diabetes Wajib Mengonsumsi Magnesium, Ini Manfaatnya
Tingkat kejadian kanker seperti paru-paru dan kolorektal di beberapa negara Asia telah melampaui negara-negara Barat.
Perubahan ini mungkin karena adopsi gaya hidup terkait kanker seperti merokok, konsumsi alkohol, aktivitas fisik, obesitas dan diet tinggi lemak dan rendah serat.
Ada juga faktor risiko lingkungan dan pekerjaan seperti polusi udara, asap dalam ruangan dari penggunaan bahan bakar padat rumah tangga dan terkontaminasi suntikan dalam perawatan kesehatan.
Gejala kanker kolorektal seringkali dirasakan oleh pasien ketika kanker sudah berkembang jauh.
Jenis gejalanya tergantung kepada ukuran dan lokasi tumbuhnya kanker. Beberapa gejala yang dapat muncul, antara lain;
- diare atau konstipasi
- buang air besar yang terasa tidak tuntas
- Darah pada tinja
- Perut terasa nyeri, kram, atau kembung.
Baca Juga: Ini Penyebab Mengapa Berkeringat di Malam Hari Selama Menstruasi
Baca Juga: Tahun Ke-2 Pandemi Covid-19 'Bisa Lebih Sulit', WHO Memperingatkan
- Tubuh mudah lelah
- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas.
- Mual dan muntah
Dalam pengobatan kanker usus besar, dokter Ikhwan mengatakan, "Dalam dekade terakhir ini, kemoterapi bukan satu-satunya obat yang diberikan untuk pasien kanker kolorektal stadium lanjut.
Muncul obat-obatan lain yang dikelompokkan dalam terapi target sebagai tambahan pada kemoterapi yang diberikan untuk menambah efektifitas pengobatan yang pada akhirnya diharapkan memperpanjang ketahanan hidup pasien kolorektal yang sudah bermetastasis jauh." (*)
Baca Juga: Bagaimana Diabetes Bisa Memunculkan Penyakit Gusi? Ini Penjelasannya
Baca Juga: Makan Ini Sebelum Olahraga Membantu Membakar Kalori Lebih Banyak