Find Us On Social Media :

Anak SD Korban Bully Depresi Sampai Meninggal, Dipaksa Setubuhi Kucing Hingga Fotonya Disebar, Pentingnya Pelajaran Anti Bullying di Sekolah

Bocah SD di Tasikmalaya dibully teman-temannya hingga depresi lalu meninggal.

GridHEALTH.id -  Bocah umur 11 tahun asal Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing sambil direkam sampai depresi, rahasiakan identitas para pelaku sampai meninggal dunia.

Saat masih hidup, korban terlihat sangat ketakutan dan tak mau makan dan minum begitu ditanya orangtuanya terkait para pelaku.

Namun, sesuai keterangan teman-teman lainnya dan tetangga korban, para pelaku diduga berjumlah 4 orang. Salah satunya berusia SMP.

 "Jadi sesuai keterangan ibu kandungnya, korban sebelum meninggal tak mau membuka siapa para pelaku yang memaksa begitu ke kucing sambil direkam," jelas Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, kepada Kompas.com, Kamis (21/7/2022).

"Tapi diduga ada 4 orang dan identitasnya sudah diketahui. Seorang di antaranya usianya lebih dari korban, sudah SMP," tambah dia.

Ato menjelaskan, dalam rekaman asusila korban ke kucing saat dipaksa teman-temannya, terlihat jelas suara para pelaku yang sedang mengolok-olok.

Video berdurasi sekitar 50 detik itu pun akhirnya menyebar lewat pesan dan grup Whatsaap warga sampai akhirnya viral.

"Ibu korban pun mulanya mengetahui dari tetangganya ada rekaman anaknya yang viral sedang dipaksa begitu ke kucing. Dari sana mulai korban depresi tak mau makan dan minum sampai akhirnya meninggal dunia," tambah Ato.

Proses hukum KPAID Kabupaten Tasikmalaya pun akan melaporkan secara resmi kejadian ini ke Unit Perlindungan Perempuan Anak (PPA) untuk diproses secara hukum pada Kamis (21/7/2022).

Baca Juga: Menteri Risma Kisahkan Banyak Lansia yang Dibuang Keluarganya, Mereka yang Tinggal di Rumah juga Rentan Dibully.

Baca Juga: 5 Kebiasaan Buruk Ini Bisa Menurunkan Kesuburan Pria, Jangan Lakukan 

Soalnya, kejadian ini sudah menjadi konsumsi publik usai menyebar rekaman video dan akan ditelusuri siapa pelaku yang kali pertama menyebarkan rekamannya.

"Hari ini kita akan melaporkan ke Polres Tasikmalaya terkait kasus ini. Kita sudah berkoordinasi terus dengan Kanit PPA Polres Tasikmalaya," ujar Ato.

Langkah ini diambil supaya memberikan edukasi kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan anak. Meski demikian, pihaknya akan melakukan pendampingan psikis kepada keluarga korban dan pendampingan juga kepada para pelaku.

"Karena diduga para pelakunya juga adalah masih usia anak-anak, kita akan melakukan pendampingan kepada keluarga korban dan kepada para pelaku. Yang jelas ini diharapkan akan membuka mata kita pentingnya pengawasan dan edukasi kepada anak-anak kita dari para orangtuanya," beber dia.

Sebelumnya, seorang bocah umur 11 tahun kelas 5 SD di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, dipaksa teman-temannya menyetubuhi kucing sembari direkam pakai ponsel sepekan lalu.

Akibat rekaman itu disebarkan teman-temannya, korban menjadi depresi tidak mau makan dan minum sampai kemudian meninggal dunia saat dirawat di rumah sakit pada Minggu (18/07/2022).

Selain menjadi korban perundungan selama masih hidup, bocah itu diketahui kerap dipukuli oleh teman-teman bermainnya selama ini.

Ibu kandungnya mengaku korban merupakan anak kedua dari empat saudara dan berstatus pelajar SD di wilayah Kabupaten Tasikmalaya.

"Sepekan sebelum meninggal dunia rekaman itu menyebar dan dibully teman-temannya semakin menjadi-jadi. Anak saya jadi malu, tak mau makan minum, melamun terus sampai dibawa ke rumah sakit dan meninggal saat perawatan," jelas ibu kandungnya, Rabu (20/7/2022).

Baca Juga: Cacar Monyet Bukan Penyakit Menular Seksual Tetapi Bisa Berdampak Pada Kesehatan Seksual, Studi

Baca Juga: Kopi dan Kolesterol, Espresso Buruk Untuk Pria, Wanita Hindari Kopi Tubruk 

Korban sempat mengaku ke ibu kandungnya dipaksa menyetubuhi kucing dengan disaksikan teman-temannya sambil diolok-olok dan direkam ponsel para pelaku.

Saat sedang depresi dan tak mau makan dan minum, korban sempat mengeluh sakit tenggorokan sampai akhirnya meninggal dunia.

"Sebelum kejadian rekaman itu, korban juga mengaku suka dipukul-pukul oleh mereka. Sampai puncaknya dipaksa begitu (sama kucing)," pungkas dia.

Psikolog sekaligus aktivis anti-perundungan penulis buku Why Children Bully, Hanlie Muliani, M.Psi berpendapat bahwa Indonesia membutuhkan pendidikan anti-bullying atau anti-perundungan di sekolah-sekolah.

“Ini urgent sekali, di sekolah-sekolah harus diselipkan pendidikan tentang bullying,” ujarnya dikutip dari parenting.co.id (11/05/2020).

Kegelisahan Hanlie ini bukan tanpa dasar. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut bahwa perundungan di tahun 2019 lalu mendominasi kasus pelanggaran hak anak di bidang pendidikan. Dan mayoritas kasus ini paling banyak terjadi di jenjang pendidikan Sekolah Dasar sederajat, yakni mencapai 67%.

Hanlie sendiri menyebut bahwa kasus perundungan anak memang banyak terjadi di sekolah. Menurutnya, penting untuk memberikan pendidikan karakter dan menanamkan prinsip toleransi pada murid-murid sebagai bagian dari edukasi anti-perundungan. Akan tetapi, ia juga menyebutkan pentingnya mengedukasi para guru di sekolah. “Masalah perundungan ini kompleks, kalau sekolah tidak tahu bagaimana cara menanganinya, bisa semakin rumit,” ujarnya. Salah satu kesalahan yang masif terjadi pada penanganan perundungan di sekolah menurut Hanlie adalah pihak sekolah tidak paham bagaimana cara menjadi mediator atau melakukan konseling. Sering kali pelaku ditegur langsung oleh pihak sekolah.

Baca Juga: 6 Manfaat Buah Apel Hijau Granny Smith, Mampu Melawan Sel Kanker!

Baca Juga: BP0M Tarik Produk Es Krim Vanila Haagen Dazs Rasa Vanilla Akibat Kandungan Etilen Oksida di Atas Ambang Batas

“Di hadapan guru atau kepala sekolah, pelaku mungkin mengiyakan dan mengakui kesalahannya serta meminta maaf, tapi keluar dari ruangan tersebut, kita tidak tahu apa yang terjadi.

Apakah ia benar-benar berubah karena menyadari, berubah karena takut dipanggil lagi, atau justru malah semakin intimidatif,” ujarnya. Oleh karenanya, Hanlie menyatakan bahwa para pendidik perlu memahami dasar-dasar perundungan. “Mengapa anak laki-laki melakukan bullying, mengapa anak perempuan melakukan bullying, friendship, positive friendship, terapi, konseling, sebaiknya para guru mengerti itu.” Selain menjadi mediator, Hanlie juga mengharapkan para guru mampu menjadi pendidik anti-perundungan langsung. “Bisa lewat cara-cara yang menyenangkan, seperti lewat cerita,” ujarnya. (*)

Baca Juga: World Neglected Tropical Diseases Day, 5 Penyakit Tropis Terabaikan Masih Menghantui Indonesia

Baca Juga: Healthy Move, Menderita Perlemakan Hati? 5 Latihan Kekuatan Ini Dapat Membantu Mengikis Lemak