GridHEALTH.id - Tibanya bulan puasa membuat beberapa pengidap penyakit tertentu termasuk diabetes harus melakukan sedikit perubahan.
Pada pengidap diabetes yang tengah berpuasa, risiko hipoglikemia atau kadar gula darah rendah bisa meningkat hingga 7,5 kali lipat selama Ramadan pada pasien diabetes tipe 2.
Baca Juga : Penderita Diabetes, Pantau Gula Darah Selama Puasa Agar Tak Rendah
Sebuah studi dari EPIDIAR pada 2001 di 13 negara dengan populasi penganut agama Islam terbesar, menunjukkan kenaikan angka hipoglikemia saat bulan puasa.
Makanya, kondisi ini perlu diwaspadai pada mereka yang memiliki diabetes namun tetap ingin menjalankan ibadah puasa.
Konsultasi merupakan hal yang wajib bagi penderita diabetes jika ingin berpuasa. Hal ini harus dilakukan untuk melihat apakah bakal ada masalah atau mencegah kemungkinan yang terjadi.
Bagi penderita diabetes, terdapat tiga klasifikasi risiko bagi seseorang ketika berpuasa. Berdasar penelitian yang dilakukan HS Bajaj pada 2019, berikut pengelompokan risiko bagi penderita diabetes.
1. Risiko sangat tinggi
Mereka yang memiliki risiko sangat tinggi adalah orang-orang dengan diabetes yang tidak boleh berpuasa. Masuk dalam kategori ini adalah mereka dengan;
- Diabetes melitus 1 (DMT1) terkendali dengan buruk sebelum Ramadan (HbA1c lebih dari 9), memiliki riwayat hipoglikemia berat dan berulang dalam tiga bulan terakhir.
- Mengalami ketoasidosis dan koma hiperosmolar dalam tiga bulan terakhir. Untuk dua kondisi ini hanya bisa diketahui oleh dokter.
- Mengalami penyakit akut, komplikasi makrovaskuler dan ginjal(sedang berada dalam proses dialisis, stadium 4-5),
- Ada gangguan kognitif atau epilepsi, serta hamil dengan terapi insulin.
Baca Juga : Studi di AS: Dampak Minuman Berenergi, Organ Jantung Jadi Taruhan
"Mereka-mereka ini memang tidak diperbolehkan berpuasa.J adi ditakutkan, kalau saat puasa mengalami hipoglikemia, puasanya tidak hanya batal, tetapi juga mengancam jiwa pasien itu sendiri," kata Prof. DR. dr. Ketut Suastika, Sp.PD (KEMD), Ketua Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia dalam temu media dan blogger di Cikini, Jakarta (30/04), seperti dikutip dari Kompas Health.
2. Risiko tinggi
- Diabetes melitus tipe 1 atau 2 yang terkendali buruk. Ketut mengatakan, saat puasa ada goncangan kendali glisemik yang buruk. "Justru menjadi kegawatan hiperglikemia," kata Ketut yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali ini.
Baca Juga : Studi: Jarang Berhubungan Intim Pasca Menikah Berpotensi Lahirkan Anak dengan Skizofrenia!
- Diabetes dengan menggunakan insulin campuran. Ketut menjelaskan, saat berpuasa, pasien menjadi kesulitan mengatur penggunaan obat. Sehingga, jika ingin melakukan puasa, harus ada konsultasi dan modifikasi yang disepakati dengan dokter.
- Pasien diabetes yang hamil dengan diet.
- Penyakit ginjal kronik stadium 3 atau komplikasi makrovaskuler.
- Pekerja fisik berat, khususnya mereka yang mengalami diabetes. "Karena biasanya kalau bekerja, saat kita berpuasa, maka ada risiko terkena hipoglikemia."
Baca Juga : Studi: Jarang Berhubungan Intim Pasca Menikah Berpotensi Lahirkan Anak dengan Skizofrenia!
"Bagi orang dengan risiko tinggi masih bisa dipertimbangkan. Tetapi sebaiknya tidak puasa. Meski harus konsultasi dengan dokter pribadi," kata Ketut menambahkan.
3. Risiko rendah hingga sedang
Pasien yang masuk dalam kategori risiko rendah dan sedang diperbolehkan berpuasa. Tentunya tetap dengan konsultasi dokter. Kriteria mereka yang masuk dalam kelompok ini antara lain:
- Pasien yang mampu mengendalikan kondisi diabetes melitusnya, serta diterapi dengan pola hidup yang baik
- Mendapatkan pengobatan berjenis metformin, acarbose, terapi inkretin (penghambat DPP-4 atau GLP-1 RA), Sulfonilurea generasi kedua, penghambat SGLT, TZD atau insulin basal.
Baca Juga : Pangeran Naruhito Jadi Kaisar Baru Jepang, Permaisuri Masako Pernah Alami Depresi Berat
"Kembali lagi, kita sadar bahwa penggunaan pengobatan golongan ini, akan lebih sering mendapatkan hipoglikemia. Maka konsultasi pasien dengan dokter menjadi kunci, untuk mencegah hipoglikemia selama Ramadan," Ketut menegaskan.
Beberapa gejala hipoglikemia yang sering muncul adalah jantung berdebar, gemetar, lapar, keringat dingin, cemas, lemas, sulit mengontrol emosi dan konsentrasi, serta kebingungan.
Baca Juga : Suami Bupati Talaud Terkena Stroke, Masalah Penangkapan Sang Istri Oleh KPK Bisa Jadi Pemicunya?
Dikutip dari diabetes.org.uk, ketika angkanya mencapai di bawah 50 mg/dL, pasien bisa kejang, koma, gangguan fungsi pembuluh darah, kontraksi detak jantung, hingga kematian. (*)
(*)
Source | : | merdeka.com,Diabetes.org.uk,Kompas Health |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar