GridHEALTH.id - Siapa yang tak kenal YouTuber Ria Ricis? Adik Oki Setiana Dewi yang terkenal dengan tingkahnya yang lucu, unik, dan supel ini kini tengah terkulai lemah.
Dalam unggahan foto di akun Instagram-nya, pemilik nama asli Ria Yunita ini menunjukkan bahwa dirinya sedang berada di sebuah rumah sakit bahkan sudah dipasangi infus di tangannya.
Lewat unggahannya pada Minggu (21/7) dini hari tadi, Ria Ricis menuliskan keterangan, 'SEPIT'.
Sebelumnya, 5 bulan yang lalu, tepatnya pada awal Februari 2019, Ria Ricis pun sempat dilarikan ke rumah sakit.
Melalui tayangan YouTube StarNews Trans7 Official, Ricis pun membagikan ceritanya.
"Kenapa Ricis masuk rumah sakit hari ini? Ya, sudah dari dua hari yang lalu. Sebenarnya dari dua hari lalu itu, aku cuma mampir ke IGD untuk suntik obat karena harus melakukan beberapa pekerjaan yang sudah kontrak dan enggak bisa izin.
"Dan sebelum divonis aku harus dirawat pun, aku masih nyari opsi gimana caranya masih minum obat, gimana caranya masih disuntik obat saja dan tidak harus nginep di rumah sakit. Karena banyak banget aktivitas yang enggak bisa aku tinggalin," ungkapnya pada Senin (7/2/2019).
Baca Juga: Bukan Karena Setan Atau Jin, Penyebab Orang Tindihan Saat Tidur Akhirnya Ditemukan
Seperti yang kita ketahui, Ria Ricis memang sering kali tampil mewarnai laman YouTube, hal ini diakuinya untuk mengejar subscribers atau pengikut.
Namun akhirnya Ria Ricis harus menyerah dengan penyakit yang dideritanya.
"Dan ternyata kata dokter aku harus dirawat karena tipes, bukan lagi gejala tapi udah tipes," jelasnya.
Jika melihat unggahan Ricis di akun Instagram-nya dengan keterangan 'SEPIT', bisa jadi wanita berusia 24 tahun ini mengalami penyakit yang sama.
Jika diartikan atau kata tersebut dibalik, keterangan yang diberikan Ria Ricis adalah sebuah nama dari penyakit yang sudah dideritanya 5 bulan lalu, yaitu tipes alias tifus.
Demam tifoid atau tipes ini disebabkan bakteri Salmonella typhi yang ditularkan melalui air atau makanan yang terkontaminasi oleh tinja atau urine dari penderita tifoid lainnya.
Melansir dari Mayo Clinic, gejala-gejala umum yang biasanya muncul ketika seseorang terserang tipes meliputi demam tinggi (mencapai 40°C), sakit perut dan bisa disertai dengan diare, merasa lemah dan tubuh pegal-pegal, sakit kepala, nyeri tenggorokan, sembelit, kehilangan nafsu makan, pembesaran hati dan limfa, serta munculnya lapisan di lidah.
Baca Juga: Berjuang Lawan Kanker Payudara, Artis Lesung Pipi Ini Sampai Alami Patah Tulang Kedua Kakinya
Namun terkadang, gejala ini bisa muncul lagi jika tak segera ditangani dengan baik.
Sekitar 10% pengidap tifus mengalami gejala kambuhan selama 1–2 minggu, bahkan bisa jadi lebih parah dari itu.
Hal ini disebabkan oleh tahapan penyakit tifus yang memang sering sulit diketahui apakah sudah sembuh atau belum.
Baca Juga: Agar Tak Hambat Kerja, 50 Polisi Gendut Digembleng Latihan Penghancuran Perut Buncit
Menurut Michael Walsh, ahli epidemiologi penyakit menular di laman Infection Lanscapes, adapun 4 tahapan perkembangan penyakit tifus, diantaranya:
1. Tahap pertama
Baca Juga: Ingin Miliki Tubuh Ideal, Raditya Dika Ganti Nasi Putih Dengan Quinoa
Ketika infeksi bergejala, mungkin termasuk malaise (lemas, pusing, dan demam), batuk kering, sakit kepala, mialgia, dan demam dengan suhu yang terus meningkat, namun, gejala lain sering mendahului demam.
Walaupun demam adalah gejala klasik dari demam enterik, demam tidak selalu terjadi pada kasus-kasus simptomatik, yang selanjutnya dapat memperumit diagnosis.
2. Tahap kedua
Pada tahap kedua infeksi simtomatik, demam biasanya turun pada suhu tinggi (antara 39 dan 40 derajat C) dan dipertahankan selama periode yang lama, sering sampai minggu keempat infeksi.
Selama tahap ini, hepatomegali atau splenomegali muncul atau tanpa disertai nyeri perut.
Baca Juga: Studi Ungkap 40% Wanita Alami Depresi Pasca Melahirkan, Ini Penyebab dan Solusinya
Diare atau konstipasi adalah tanda gastroenteritis yang umum pada tahap kedua, meskipun diare lebih sering terjadi pada anak-anak dan sembelit lebih sering terjadi pada orang dewasa.
Delirium (linglung atau sulit berkonsentrasi) juga merupakan karakteristik yang sering dari demam enterik yang biasanya bermanifestasi sekitar minggu kedua infeksi pada sekitar 20% dari kasus simptomatik.
Pada sekitar 30% kasus, ruam ringan yang terdiri dari bintik-bintik mawar datar muncul di dada dan perut.
Enzim hati yang meningkat, leukopenia, trombositopenia, dan anemia adalah temuan laboratorium umum pada tahap ini.
Baca Juga: Studi Ungkap 40% Wanita Alami Depresi Pasca Melahirkan, Ini Penyebab dan Solusinya
3. Tahap ketiga
Tahap ini biasanya bertepatan dengan minggu ke-3 infeksi. Ini adalah saat ketika komplikasi yang lebih serius dapat terjadi.
Delirium yang lebih intensif adalah komplikasi umum dengan individu yang menunjukkan peningkatan agitasi dan pingsan lanjut.
Pendarahan usus sering terjadi (hingga 20% kasus), dan perforasi usus, sementara tidak umum (hingga 3% kasus), dikaitkan dengan kasus yang tinggi karena septikemia (keracunan darah akibat bakteri) yang terjadi setelahnya.
Ensefalitis (radang otak), meningitis (radang selaput otak), osteitis (radang tulang rahang), endokarditis (infeksi jantung), dan perikarditis (pembengkakan selaput kantung jantung) adalah semua potensi komplikasi demam enterik, yang mencerminkan penyebaran luas yang ditunjukkan oleh Salmonella Typhi.
4. Tahap keempat
Baca Juga: Sempat Dibuang ke Kloset Karena Panik, Nunung Pakai Sabu Untuk Hibur Penonton Agar Tertawa
Tahap keempat ditandai dengan pemulihan. Demam dan delirium mulai surut selama tahap ini pada minggu keempat (atau bahkan menjelang akhir minggu ketiga) dalam pemulihan bertahap yang lambat, yang dapat bertahan hingga 2 bulan atau lebih.
Faktor kecapaian atau capek pun bisa jadi menjadi faktor utama yang memicu tumbuhnya bakteri itu lagi.
Prof Dr Djoko Widodo, SpPD-KPTI dari bagian Tropik Infeksi Ilmu Penyakit Dalam FKUI tak menampik bahwa kecapaian merupakan penyebab penyakit tifus muncul lagi.
Djoko menegaskan bahwa infeksi yang dialami seseorang tergantung beberapa hal, seperti daya tahan tubuh, banyaknya kuman yang masuk, dan keganasan kuman.
"Prinsip yang benar adalah saat daya tahan tubuh kita menurun akibat capai, tubuh bisa terkena infeksi. Namun, perlu diingat, infeksi terjadi bukan hanya karena capai, melainkan juga harus ada kuman yang masuk, itu pun masih tergantung jumlah dan keganasan kuman itu sendiri," ujarnya, mengutip Kompas.com.
Baca Juga: Penulis Keluarga Cemara Wafat, Anak Arswendo Atmowiloto: 'Meninggalnya Senyum'
"Oleh sebab itu, jagalah daya tahan tubuh sebaik-baiknya karena infeksi apa pun bisa terjadi bila daya tahan tubuh menurun," katanya. (*)
Source | : | Kompas.com,Instagram,Mayo Clinic,infectionlandscapes.org |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar