GridHEALTH.id – Lumpuh otak atau dalam bahasa Inggris Crebral Palsy alias CP.
Kondisi ini terjadi karena perkembangan otak yang tidak normal.
Gejala termasuk refleks berlebihan, anggota badan yang lemas atau kaku, dan gerakan tak terkendali. Ini muncul di anak usia dini.
Pengobatan jangka panjang meliputi terapi fisik dan terapi lainnya, obat-obatan, dan terkadang operasi.
Lebih dari 150 ribu kasus per tahun (Indonesia).
Nah, di Bali tepatnya di Jalan Tantular, Gang Kehutanan, Denpasar Timur, Kota Denpasar, ada tiga keluarga yang bertetanggaan memiliki anak CP.
Mereka tinggal dalam satu kompleks sejak tahun 2014, di tanah milik Pemprov Bali.
Satu orang yang masih berusia anak, tujuh tahun. Satu anak yang sudah remaja, usia 11 tahun. Lainnya usia dewasa.
Dari delapan orang yang menderita CP tersebut, ada yang masih bisa “beraktivitas”, lainnya hanya bisa berbaring di tempat tidur. Hidupnya tergantung dari kedua orangtuanya dan saudaranya yang normal.
Melansir Centers for Disease Control and Prevention (CDC), kerusakan otak yang mengarah ke CP dapat terjadi sebelum kelahiran, selama kelahiran, dalam satu bulan setelah kelahiran, atau selama tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak, sementara otak masih berkembang.
Beberapa faktor risiko penyebab terjadinya CP bawaan lahir adalah:
* Berat badan lahir rendah
Anak yang beratnya kurang dari 5 1/2 2.500 gram saat lahir, apalagi kurang 5 ons (1.500 gram), memiliki peluang lebih besar untuk menderita CP.
* Kelahiran prematur
Anak yang lahir sebelum minggu ke-37 kehamilan, terutama jika mereka dilahirkan sebelum minggu ke-32 kehamilan, memiliki peluang lebih besar untuk mengalami CP.
* Kelahiran multipel alias kembar
Kembar, kembar tiga, dan banyak kelahiran lainnya memiliki risiko CP yang lebih tinggi, terutama jika kembar atau kembar tiga bayi meninggal sebelum lahir atau tidak lama setelah kelahiran.
* Perawatan infertilitas teknologi reproduksi berbantuan (ART)
Anak yang lahir dari kehamilan akibat penggunaan beberapa perawatan infertilitas, memiliki peluang lebih besar untuk mengalami CP.
* Infeksi selama kehamilan
Infeksi dapat menyebabkan peningkatan protein tertentu yang disebut sitokin yang beredar di otak dan darah bayi selama kehamilan.
Sitokin menyebabkan peradangan, yang dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. Demam pada ibu selama kehamilan atau persalinan juga dapat menyebabkan masalah ini.
Beberapa jenis infeksi yang telah dikaitkan dengan CP termasuk virus seperti cacar air, rubella (campak jerman), dan cytomegalovirus (CMV), dan infeksi bakteri seperti infeksi plasenta atau selaput janin, atau infeksi panggul ibu.
Baca Juga: Sebabkan Ainun Habibie Wafat, Beginilah 9 Tanda Kanker Ovarium yang Sering Diabaikan
* Ikterus dan kernicterus
Ikterus adalah warna kuning yang terlihat pada kulit banyak bayi yang baru lahir. Penyakit kuning terjadi ketika zat kimia yang disebut bilirubin menumpuk di dalam darah bayi.
Ketika terlalu banyak bilirubin menumpuk di tubuh bayi baru, kulit dan putih mata mungkin terlihat kuning.
Pewarnaan kuning ini disebut jaundice. Ketika penyakit kuning yang parah tidak dirawat terlalu lama, itu dapat menyebabkan kondisi yang disebut kernikterus. Ini dapat menyebabkan CP dan kondisi lainnya.
* Kondisi medis ibu
Ibu dengan masalah tiroid, cacat intelektual, atau kejang memiliki risiko sedikit lebih tinggi untuk memiliki anak dengan CP.
* Komplikasi kelahiran
Detachment of the placenta, ruptur uterus, atau masalah dengan tali pusar selama kelahiran dapat mengganggu pasokan oksigen ke bayi dan mengakibatkan CP.
Adapun keluarga yang anaknya mengalami CP di Denpasar Bali ini, ada yang satu keluarga memiliki 3 anak CP, anak lainnya normal.
Ada juga yang memiliki satu dan dua anak CP, sedangkan anak lainnya normal.
Keluarga Nyoman Sadra (55) dan Nengah Sumerti (47), melansir Kumparan (16 Sep 2019 ), memiliki anak CP; Wayan Suastika (27), I Komang Supartika (23), dan Luh Ayu Sukarini (7). Keluarga ini memiliki tiga anak lain yang sehat dan tinggal di rumah yang sama.
Sedangkan keluarga I Nyoman Darma (47), dan Ni Nyoman Sarmini (40), memiliki anak CP; I Wayan Sudarma (23), Kadek Sudarsana (21), I Ketut Surtama (19), dan Ni Luh Nanda Tebri Astari (11). Ada 2 anak lain dari keluarga ini yang sehat dan tinggal di rumah yang sama.
Adapun keluarga ketiga, pasangan Made Kari (44) dan Nyoman Simpan (50), memiliki anak CP; Nih Luh Indah (27). Keluarga ini pun memiliki 2 anak lain yang sehat.
Menurut pengakuan Nyoman Simpan, anaknya Ni Luh Indah, sedari lahir sudah dalam kondisi CP.
Nyoman Simpan pun mengatakan jika tiga keluarga yang memiliki anak CP ini masih ada hubungan kekerabatan.
"Kami semua masih bersaudara, bersepupu, dari Desa Ulakan, Kabupaten Karangasem," kata Nyoman Simpan.
Baca Juga: Gigi Sensitif Selama Masa Kehamilan Itu Normal, Ini Alasannya
Ketiga keluarga yang memiliki anak CP ini saling bertetangga. Masing-masing keluarga tinggal dalam satu rumah berukuran 5x6 meter.
Melansir Kumparan (16 Sep 2019), meski cukup layak, tapi kondisi rumah cukup mengiris hati. Sebab, ruang tamu yang sempit harus dihuni 5 sampai 8 orang.
Kamar tidur pengap, kamar mandi kumuh, dan memakai tungku berbahan bakar kayu untuk memasak. Aroma rumah juga agak berbau.
Nyoman Simpan dan Nengah Sumerti menceritakan, saat masa hamil tak ada tanda keanehan dengan kandungan.
Setelah lahir pun semua tampak normal. tapi memasuki usia tiga bulan, anak-anak ini mulai memberikan tanda-tanda aneh.
Diawali dengan mata tak fokus, tubuh kejang-kejang, demam tinggi. Tangis juga memenuhi rumah keluarga ini, siang dan malam, di Karangasem kala itu, sebelum mereka kemudian pindah ke rumah bantuan di Denpasar.
"Sudah dibawa berobat ke dokter, lain-lain ke mana saja, tapi semakin besar tubuhnya makin mengecil, enggak bisa apa-apa, makan di kasur,buang air di kasur," kata Nengah sumerti menceritakan kondisi Suastika.
Baca Juga: Jangan Sepelekan Gigi Sensitif, Ketahui Penyebab dan Berbagai Cara Mengatasinya Ini
Seluruh keluarga besar ini cuma bisa pasrah dengan keadaan anak-anaknya.
Para suami mencari nafkah dengan menjadi pekerja kebun dengan gaji Rp 2,5 juta di Pemprov Bali.
Ibu menjadi perawat anak-anak ini. Sementara itu, Nyoman Simpan juga harus merawat suaminya, Made Kari, yang stroke sejak empat tahun lalu.
"Kami masih kesulitan membayar air, listrik, beli diapers, dan uang makan untuk satu keluarga. Sementara Bapak stroke. Kami berharap bisa bayar uang makan, listrik, biaya sekolah anak saya yang nomor dua,” kata Nyoman Simpan.
Untuk diketahui bersama, melansir MayoClinic, anak-anak dan orang dewasa dengan cerebral palsy memerlukan perawatan jangka panjang dengan tim perawatan medis.
Selain seorang dokter anak atau ahli fisiologi dan mungkin ahli saraf pediatrik untuk mengawasi perawatan medis anak CP. Tim tersebut mungkin mencakup berbagai terapis dan spesialis kesehatan mental.
Baca Juga: Begini Cara Mudah dan Cerdas untuk Mengatasi Gigi Sensitif
Obat-obatan yang dapat mengurangi keketatan otot dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan fungsional, mengobati rasa sakit dan mengelola komplikasi yang berkaitan dengan kelenturan atau gejala cerebral palsy lainnya.
Untuk mengobati pengetatan otot tertentu, dokter mungkin merekomendasikan suntikan onabotulinumtoxinA (Botox, Dysport) atau agen lain. Anak akan membutuhkan suntikan setiap tiga bulan.
Selain itu penderita CP pun membutuhkan penanganan terapi, mulai dari; physical therapy, occupational therapy, speech and language therapy, hingga recreational therapy.(*)
Source | : | Mayo Clinic,cdc.gov,Kumparan |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar