Deretan supermarket itu juga ada yang punya aplikasi sendiri di WeChat, sehingga pengguna bisa memilih paket dengan harga berdasarkan berat, yang akan dikirim dalam jumlah besar.
Di daerah tempat tinggal Guo Jing misalnya, lima macam sayuran termasuk kentang dan bayi kol seberat 5,5 kilogram (kg), dibanderol 50 yuan (sekitar Rp102 ribu).
"Kamu tidak punya pilihan makanan. Kamu tidak punya keinginan pribadi lagi," keluh Guo dikutip dari AFP.
Selain minim pilihan, model pembelian kelompok seperti ini juga kurang mengakomodasi kelompok-kelompok kecil.
Sebab, supermarket punya persyaratan minimum pesanan di setiap pengiriman.
"Sejujurnya, tidak ada yang bisa kita lakukan," kata Yang Nan, manajer supermarket Lao Cun Zhang, yang butuh minimal 30 pesanan di satu pengiriman.
"Kami cuma punya empat mobil," imbuhnya.
Yang menerangkan, tokonya tidak punya karyawan untuk melayani pesanan porsi kecil.
Sementara supermarket lain yang ditelusuri AFP menyebutkan, mereka membatasi pengiriman maksimal 1.000 pesanan per hari.
"Sulit mempekerjakan karyawan baru," ujar Wang Xiuwen, yang bekerja di divisi logistik toko.
Dia menuturkan, mempekerjakan terlalu banyak orang bisa meningkatkan risiko terkena infeksi virus corona Covid-19.
Tak hanya sulit mendapat makanan dan barang-barang kebutuhan harian, derita warga Wuhan juga bertambah karena lingkungan tempat tinggal mereka bisa tiba-tiba ditutup aksesnya tanpa peringatan lebih dulu.
Diakui Guo Jing, wanita berusia 29 tahun warga setempat, mengatakan dia masih punya simpanan sayur, acar, dan telur asin untuk sebulan ke depan. Tapi yang membuatnya takut adalah penutupan dan pembatasan akses.
Di Wuhan, diberlakukan aturan pembatasan keluar dari kompleks.
Warga hanya diizinkan keluar kompleks setiap tiga hari sekali.
Baca Juga: Mengandung Racun, Benarkah Nyalakan AC saat Masuk Mobil Bisa Sebabkan Leukemia?
Source | : | Kompas.com,NHS |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar