GridHEALTH.id - Alat pelindung diri (APD) jadi kebutuhan utama dokter dan tenaga medis dalam menangani pasien infeksi virus corona (Covid-19). Penggunaan APD dilakukan sesuai petunjuk dan standar kesehatan dunia dari WHO.
Umumnya, APD digunakan sekali pakai sehingga terkesan 'boros'. Pemerintah DKI Jakarta, contohnyamengatakan membutuhkan 1.000 unit APD setiap hari.
Dokter ahli kesehatan masyarakat Halik Malik dikutip dari CNN.com (21/03/20) menjelaskan ketentuan pemakaian APD bagi tenaga medis.
APD untuk tenaga kesehatan terdiri dari cover all jumpsuit yang serupa baju astronaut, penutup kepala, kacamata pelindung, masker, sarung tangan, dan sepatu.
"Ada petunjuk umum dari WHO, lalu dari Kementerian Kesehatan dan juga Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Ini jadi acuan di fasilitas kesehatan dan dokter yang bertugas. Penggunaannya bervariasi," kata Halik yang juga merupakan anggota IDI.
"Lonjakan jumlah kasus secara global dan spesifik di beberapa wilayah menyebabkan terbatasnya ketersediaan APD. Oleh karena itu, petugas kesehatan pun harus bijak dalam menggunakan APD sepanjang tetap memenuhi standar perlindungan dan keselamatan," tutur Halik.
Baca Juga: Trump Bangga Amerika Serikat Siapkan 400 Ribu Alat Tes Virus Corona, Dunia Menanti Efektifitasnya
Baca Juga: Memilih Kontrasepsi Untuk Wanita Gemuk Perlu Hati-hati, Ini Alasannya
Ketentuan penggunaan APD di ruangan isolasi, ICU, IGD, atau ruang administrasi akan berbeda. Misalnya, setelah keluar satu ruang isolasi di mana terdapat sejumlah pasien, APD harus dilepas dan diganti dengan yang baru saat masuk ke ruang isolasi lain.
"Di ruangan isolasi yang ada sejumlah pasien selama di ruangan itu menggunakan APD. Ketika keluar harus melepas APD dan mengganti dengan yang baru saat masuk," tutur Halik.
Hal ini bertujuan untuk melindungi tenaga medis dari virus di dalam ruangan, serta mencegah virus tersebut keluar dari ruangan.
Menurut Halik, dalam menangani kasus COVID-19, para tenaga medis mesti mengganti APD setiap kali menangani pasien di ruangan yang berbeda.
Kondisi tenaga medis yang memakai alat pelindung diri (APD) selama berjam-jam saat menangani pasien terkait virus Corona (COVID-19) menarik perhatian Wakil Presiden Ma'ruf Amin.
Atas kondisi tersebut, Ma'ruf meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan ormas Islam membuat fatwa tentang kebolehan salat tanpa wudu dan tayamum untuk memudahkan ibadah para tenaga medis.
"Ketika para petugas medis itu menggunakan alat pelindung diri sehingga pakaiannya itu boleh dibuka sampai 8 jam kemungkinan dia tidak bisa melakukan.
Baca Juga: Risiko Terlalu Sering Makan Daging Merah, Meski Dalam Porsi Kecil
Baca Juga: Sedang Tren, Penggunaan Obat Aspirin Untuk Mengatasi Jerawat
Kalau mau salat dia tidak bisa wudu, tidak bisa tayamum, saya mohon ada fatwa misalnya tentang kebolehan orang yang salat tanpa wudu, tanpa tayamum," kata Ma'ruf saat konferensi pers seperti disiarkan dalam laman YouTube BNPB, Senin (23/3/2020).
Fatwa tersebut, menurut Ma'ruf, penting untuk segera dibahas. Ma'ruf berharap dengan adanya fatwa tersebut petugas medis bisa melaksanakan salat dengan tenang.
"Ini menjadi penting sehingga mereka para petugas menjadi tenang kalau kemudian, mungkin sudah terjadi itu, jadi harus ada fatwanya," ujar dia.
Selain itu, Ma'ruf juga meminta MUI dan ormas Islam untuk membuat fatwa mengenai pengurusan jenazah pasien Corona. Hal ini untuk mengantisipasi kesulitan petugas jika menghadapi situasi demikian. Fatwa dimaksudkan sebagai pedoman ke depannya.
Baca Juga: Fakta Tentang Obat Diet, Bikin Kekurangan Gizi Hingga Menguras Kantong
Baca Juga: Studi, Pemberian Air Gula Saat Imunisasi Bisa Tenangkan Bayi
"Karena misalnya petugas medisnya atau karena situasi yang tidak memungkinkan, kemungkinan untuk tidak dimandikan misalnya, meminta supaya Majelis Ulama dan ormas Islam membuat fatwa sehingga tidak kesulitan kalau itu terjadi," ujar Ma'ruf. (*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Kompas.com,CNN Indonesia,gelora.co.id |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar