GridHealth.id - Kasus pernikahan usia dini masih banyak terjadi di berbagai penjuru dunia dengan berbagai latarbelakang.
Umumnya, pernikahan dini yang terjadi pada usia di bawah 18 tahun lebih banyak ditemui pada anak perempuan.
Baca Juga: Hanya Tambahkan 2 Sendok Minyak Sayur Pada Gizi 1000 Hari Pertama Hindarkan Anak Dari Stunting
Berdasarkan data dari The United Nations Children's Fund (UNICEF) pada tahun 2015, jumlah wanita yang telah melakukan pernikahan di bawah usia 18 tahun di seluruh dunia mencapai 22 juta jiwa dan diperkirakan 280 juta lainnya berisiko menjadi pengantin sebelum mencapai 18 tahun.
Sedangkan di Indonesia pada tahun 2010, termasuk negara dengan persentase pernikahan dini tinggi di dunia (ranking 37) dan tertinggi kedua di ASEAN setelah Kamboja.
Padahal pernikahan dini bisa berdampak buruk pada kesehatan seksual, kehamilan yang berisiko hingga kesehatan ibu dan balita.
Baca Juga: Berantas Stunting; Gaya Hidup Sehat dan Nutrisi Seimbang, Turunkan Angka Stunting Indonesia
Anak yang lahir dari ibu pernikahan usia dini memiliki kesempatan hidup yang rendah dan lebih besar memiliki masalah gizi pada anaknya seperti pendek, kurus, dan gizi buruk.
Berdasarkan hasil studi tahun 2017 yang terbit dalam Journal of Nutrition Collage, menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan semakin dini usia ibu menikah, maka semakin meningkat persentase anak pendek dan gizi kurang.
Ketika anak diketahui berada dalam kondisi pendek, kurus, gizi buruk juga didampingi dengan tumbuh dan bekembang tidak proposional bisa menimbulkan anak mengalami kondisi stunting.
Dengan demikian, pernikahan dini bisa menjadi faktor terjadinya risiko kelahiran anak stunting.
Baca Juga: Berantas Stunting; Ditengah Wabah Virus Corona, Pemerintah Tetap Salurkan Dana Bantuan
Menyikapi kondisi ini, Wakil Presiden Ma’ruf Amin melarang adanya pernikahan dini karena merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerdilan pada anak atau stunting.
Hal tersebut disampaikannya saat berdialog dengan para da’i kesehatan di Bazaar Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Kamis (20/2/20), seperti dilansir dari Antaranews.
“Pernikahan itu harus siap segala-galanya, termasuk siap menjaga anak supaya tidak stunting. Pernikahan dini juga kalau dari segi undang-undang tidak boleh,” kata Wapres.
Baca Juga: Berantas Stunting: Ditengah Gempuran Virus Corona, Dampak Stunting Ternyata Lebih Dirasakan Anak
Jika dilihat dari segi usia, batas usia pernikahan menurut Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Perkawinan adalah 19 tahun baik bagi laki-laki maupun wanita.
Sementara itu, menurut Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Kalimantan Timur memberikan rekomendasi usia pernikahan yang ideal, yaitu 21 tahun untuk wanita dan 25 tahun untuk laki-laki.
Baca Juga: Berantas Stunting; Khasiat Labu Siam Untuk Cegah Anak Lahir Pendek
"Sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak, usia kurang dari 18 tahun masih tergolong anak-anak. Untuk itu, BKKBN memberikan batasan usia pernikahan 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun untuk pria," ujar Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Kaltim Sukaryo Teguh Santoso, Senin (6/3/17), seperti dikutip dari.bkkbn.go.id.
Baca Juga: Berantas Stunting; Tekan Gizi Buruk, Bulog Punya Beras Anti-Stunting
Tak hanya dari segi usia, dalam rangka mencegah lahirnya anak dengan kondisi stunting, seorang wanita atau calon ibu juga harus memiliki pengetahuan penting dalam upaya pemenuhan gizi selama kehamilan dan pemeliharaan anak.
“Sekarang ini juga dipentingkan bukan hanya sejak hamil, sebelum hamil itu harus sudah paham dulu. Makanya ada izin sebelum nikah, pranikah itu harus tahu bagaimana caranya menjaga kehamilan, menjaga anak sampai seterusnya supaya anak sehat,” kata wapres Ma’ruf Amin, seperti dikutip dari Antaranews.
Baca Juga: Berantas Stunting: 4 Tanda Kurang Gizi Selama Hamil Patut Diwaspadai
Menurut BKKBN dalam rilis yang dibagikan dalam laman bkkbn.go.id pada (23/12/2019), perlu dilakukannya pencegahan pernikahan dini sehingga akan membantu penurunan risiko infeksi pada saat melahirkan bahkan 'ancaman' kematian pada saat ibu melahirkan serta bayi cacat lahir.
Dalam mengatasi dan mencegah anak dengan kondisi stunting BKKBN melalui program Generasi Berencana (GenRe) berupaya menyiapkan generasi muda untuk mampu mengisi Bonus Demografi, menyiapkan Generasi Emas Indonesia pada tahun 2045 mendatang.
Baca Juga: Berantas Stunting : Sanitasi Buruk Jadi Sebab Stunting Masih Menonjol di Indonesia
GenRe dikembangkan untuk penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan, berkarir dalam pekerjaan, serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | BKKBN,UNICEF,Antaranews |
Penulis | : | Levi Larassaty |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar