"Sampai hari ini kami baru diskusi-diskusi, sampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan untuk audit. Jadi terbuka standar audit kami," kata Lukman dikutip dari Liputan 6.
Berdasarkan fatwa MUI Nomor 30 Tahun 2013 Tentang Obat dan Pengobatan, memang ada fatwa yang menerangkan tentang kewajiban umat Islam untuk menggunakan metode pengobatan yang tidak melanggar syariat, menggunakan bahan yang suci dan halal.
Tapi ada pengecualian. Yakni pada kondisi keterpaksaan atau darurat, yaitu kondisi keterpaksaan yang apabila tidak dilakukan dapat mengancam jiwa manusia, atau kondisi keterdesakan yang setara dengan kondisi darurat, yaitu kondisi keterdesakan yang apabila tidak dilakukan maka akan dapat mengancam eksistensi jiwa manusia di kemudian hari.
"Jadi kondisi ini yang harus dikaji dulu. Pertanyaannya kembali kepada kita semua, apakah kondisi pandemi COVID-19 ini termasuk kondisi darurat atau tidak? Nah, itu nanti komisi fatwa akan mengeluarkan fatwa itu dulu," ujar Lukman.
Di luar itu, Lukman memastikan LPPOM MUI sudah sepakat untuk mengawal dengan Bio Farma dalam uji klinis vaksin Sinovac maupun vaksin Merah Putih untuk melakukan penelitian dan pengkajian vaksin tersebut.
"Mengawal bagaimana caranya di akhir nanti kita bisa menemukan vaksin yang jelas kehalalannya," terang Lukman.
Baca Juga: Jambu Biji dan Bayam, 2 Sumber Alami Menaikkan Trombosit dengan Cepat
Baca Juga: Makan Serangga Seperti Jangkrik dan Ulat Sutra, Antioksidannya Melebihi Jeruk Untuk Melawan Kanker
Sementara itu, Corporate Secretary Bio Farma, Bambang Heriyanto mengatakan, dari hasil evaluasi internal vaksin Sinovac, tim menyatakan vaksin ini tidak menggunakan bahan hewani atau Non-Animal Origin.
Source | : | liputan 6,viva.co.id,TV One,Tribun News Jabar |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar