GridHEALTH.id – Tuli mendadak merupakan tuli sensorineural yang terjadi secara tiba-tiba. Umumnya terjadi pada satu telinga, tapi bisa juga pada kedua telinga.
Kerusakan terutama terjadi di daerah koklea (rumah siput telinga dalam), dan seringnya bersifat permanen.
Insiden tuli mendadak diperkirakan 5-20 kasus per 100 ribu per orang. Di seluruh dunia, penderita tuli mendadak mencapai 1% dari seluruh penderita ketulian, dengan 15 ribu kasus baru setiap tahun.
Distribusi perempuan dan lelaki hampir sama, tetapi lelaki lebih banyak menderita, dengan puncak usia 50 hingga 60 tahun.
Penyebab pasti tuli mendadak hanya ditemukan pada 10-15% kasus, dengan sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Oleh karena itu, pengobatan umumnya dilakukan secara empiris. Pada umumnya steroid oral merupakan pilihan utama, namun stereoid intratimpani dapat menjadi alternatif, khususnya jika terapi sistemik gagal untuk menghindari efek samping steroid sistemik, misalnya pada penderita diabetes dan hipertensi tidak terkontrol.
Baca Juga: Siapa Sangka, Selain Timbulkan Plak Gigi Rokok Juga Bisa Bikin Budek
Baca Juga: Kok Masih Gemuk Padahal Sudah Diet? Ternyata Ini Dia 8 Penyebabnya
Gejala paling sering dirasakan pasien adalah pendengaran berkurang di salah satu telinga saat bangun tidur, tetapi ada juga yang merasakan pendengaran hilang atau menurun dengan sangat cepat.
Terkadang bersifat sementara atau berulang dalam serangan, namun biasanya menetap.
Gejala lain yang paling sering dikeluhkan yaitu perasaan ‘penuh’ pada telinga yang sakit. Dapat juga ditemukan tinnitus (telinga berbunyi) dan vertigo (pusing berputar) yang bervariasi tingkat keparahannya, kadang kala penurunan pendengaran didahului dengan tinnitus.
Pada pemeriksaan klinis tidak didapatkan kelainan telinga, namun dari pemeriksaan audiometric terdapat penurunan ambang dengar.
Penggunaan steroid intratimpani pada tuli mendadak, pertama kali dilakukan oleh Silverstein pada 1966. Ide dasar penggunaan steroid intratimpani adalah memberikan obat langsung ke organ taret dengan mengurangi paparan sistemik,
Terapi ini termasuk minimal invasive in office procedure tanpa menggunakan anestesia umum.
Target penggunaan steroid intratimpani pada kasus tuli mendadak yaitu;
- Terapi primer, sebagai terapi utama tanpa steroid sistemik
- Terapi adjuvan, bersamaan dengan steroid sistemik
Baca Juga: Patut Ditiru, Kebiasaan Orang Jepang Hingga Bisa Menahan Laju Pandemi Virus Corona
Baca Juga: Derita Tifus Abdominales Saat Hamil, Apa Dampaknya Bagi Ibu dan Janin?
- Terapi penyelamatan (rescue/salvage therapy) setelah steroid sistemik gagal
Mekanisme kerja steroid pada telinga dalam diperkirakan meningkatkan mikrovaskulerisasi kloklea dalam menghalangi respons inflamasi di telinga dalam.
Steroid yang paling sering digunakan dalam teknik intratimpani adalah dexamethasone (konsentrasi larutan 2-4 mg/ML hingga 25 mg/mL), kemudian metilprednisolon (konsentrasi larutan 32 mg/mL hingga 62,5 mg/mL) sebanyak 0,3-0,5 mL.
Terapi steroid intratimpani dapat menjadi alternatif penanganan tuli mendadak, khususnya jika terapi sistemik gagal, atau untuk menghindari efek samping penggunaan steroid sistemik.
Baca Juga: Musim Pancaroba, Justru Ini Keuntungannya Mandi dengan Air Dingin
Baca Juga: 12 Makanan yang Amat Perlu Dihindari Penderita Gangguan Ginjal
Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil baik penggunaan steroid intratimpani pada kasus tuli mendadak, baik sebagai terapi primer maupun sebagai terapi penyelamatan. (*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | RS Mayapada |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar