GridHEALTH.id - Delapan bulan lebih pandemi virus corona (Covid-19) melanda Indonesia.
Sayang selama krisi kesehatan tersebut terjadi, kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak di tanah air juga mengalami peningkatan yang signifikan.
Salah satu kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak di tengah pandemi Covid-19 yang cukup menonjol terjadi di Sulawesi Tengah.
Hal itu disampaikan langsung oleh Kepala Bidang Perlindungan Hak Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3A Sulteng, Sukarti seperti dilansir dari Kompas.com (26/11/2020).
Menurutnya sekarang ini terdapat 686 kasus kekerasan terjadi kepada perempuan dan anak di Sulawesi Tengah sejak Agustus-Oktober 2020.
"Trennya naik. Ada penambahan yang agak signifikan. Ada tiga kekerasan yang menonjol yakni fisik, psikis dan seksual. Namun, di masa pandemi kekerasan seksual justru lebih menonjol," ujar Sukarti.
Baca Juga: Akibat Faktor Keturunan Remaja Pun Bisa Terkena Kolesterol Tinggi, Ini Cara Mencegahnya
Baca Juga: Wanita Wajib Tahu, Siklus Haid Teratur Perbesar Peluang Kehamilan
Dia mengatakan, faktor penyebab hal tersebut terjadi lantaran aktivitas sehari-hari banyak dilakukan di rumah.
"Penyebabnya kalau dianalisa saat ini orang lebih banyak berada di rumah, kurang kegiatan lain dan sering buka medsos. Mungkin sekedar iseng, kenalan dan ketemuan hingga terjalin hubungan", kata Sukarti.
Menurutnya, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari seluruh daerah di Sulteng yang tercatat dalam Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni-PPA).
Baca Juga: Diabulimia Pada Penyandang Diabetes, Gangguan Makan Akibat Depresi dan Penyalahgunaan Insulin
Data DP3A jumlah kasus kekerasan yang terjadi pada bulan Agustus 2020 yang dialami perempuan dan anak sebanyak 211 kasus.
Sementara di bulan September sebanyak 222 perempuan sebagai korban kekerasan. Sedangkan pada bulan Oktober sebanyak 253 kasus perempuan sebagai korban.
Melihat kondisi tersebut tentu sangat disayangkan.
Baca Juga: Akibat Libur Panjang, 2 Rumah Sakit Pemerintah di Depok Mulai Dipenuhi Pasien Covid-19
Sebab jika ditilik dari sisi medis, tentu pelecehan seksual dalam bentuk apapun yang dialami perempuan dan anak pasti akan mempengaruhi kesehatan korbannya, baik itu secara kesehatan fisik maupun mental.
Melansir dari NCBI, sebuah penelitian yang dilakukan oleh akademisi dari University College London (UCL) dan staf spesialis dari rumah sakit King's College NHS mengungkapkan fakta mengejutkan.
Baca Juga: Ibu Hamil Terinfeksi Covid-19 yang Ditakutkan Dampaknya Bagi Janin Bukan Penularan Virusnya
Empat dari lima korban pencabulan atau pemerkosaan berisiko menderita kesehatan mental yang melumpuhkan mereka beberapa bulan setelah 'penyerangan'.
Dimana korban akan mengalami kecemasan, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan kondisi serius lainnya empat hingga lima bulan setelah 'diserang'.
Bahkan, para ahli mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban pencabulan di masa kanak-kanak bisa menyebabkan masalah kesehatan mental yang dapat bertahan hingga dewasa atau seumur hidupnya.
Penelitian ini melibatkan 137 gadis berusia antara 13 dan 17 - usia rata-rata 15,6 tahun - yang diserang antara April 2013 dan April 2015.
Baca Juga: #BijakGGL, Mengenal Gula Alkohol yang Memiliki Setengah Kalori Gula Biasa
Ketika para gadis diperiksa empat hingga lima bulan setelah diserang, 80% dari mereka memiliki setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Lebih dari setengah (55%) memiliki setidaknya dua kelainan.
Tidak hanya kesehatan mental saja yang terancam, para korban juga mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami penyakit lain.
Studi tersebut menemukan sejumlah gadis (4%) hamil setelah diserang, 12% memiliki infeksi menular seksual dan 8% atau satu dari 12 telah menjadi sasaran serangan seksual lainnya.(*)
Baca Juga: Saus tomat Yang Rasanya Masam Membantu Seorang Turis Menyadari Bahwa Dirinya Terinfeksi Covid-19
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#bijakGGL
Source | : | Kompas.com,ncbi |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar