GridHEALTH.id - Rapid test antigen diketahui menjadi salah satu syarat baru melakukan perjalanan yang ditetapkan pemerintah Indonesia.
Rapid test antigen sendiri merupakan metode skrining virus corona (Covid-19) yang dilakukan dengan cara mengusap bagian belakang hidung atau tenggorokan untuk mengumpulkan sampel.
Menurut Mayo Clinic, berbeda dengan PCR yang harus melakukan pengujian sampel di lab, hasil rapid test antigen bisa diketahui dalam waktu satu jam atau kurang.
Meski begitu, perlu diingat bahwa bahwa rapid test antigen ini tidak boleh dilakukan sendiri atau secara mandiri tanpa ahlinya.
Sebab ada beberapa risiko berbahaya yang bisa terjadi jika kita nekat melakukan rapid test antigen sendiri.
Bahaya melakukan rapid test antigen sendiri ini pun diungkap dokter spesialis telinga, hidung, dan tenggorokan (THT), DR dr Sarwastuti Hendradewi, SpTHT-KL(K) seperti dilansir dari Kompas.com (5/1/2021).
Menurutnya ada beberapa risiko kesehatan yang bisa terjadi jika swab antigen tidak dilakukan oleh tenaga profesional.
Baca Juga: Rumus Zero Covid-19, Usai Divaksin Bagaimana dengan PCR dan Antigen?
1. Kesalahan hasil pemeriksaan
Kesalahan dalam pengambilan sampel untuk pemeriksaan bisa memberikan hasil yang tidak tepat.
Menurutnya, bisa jadi hasil pemeriksaannya harusnya positif, tapi karena tempat pengambilannya salah, hasilnya menjadi negatif.
Baca Juga: Hasil Rapid Test Antigen Negatif Bukan Jaminan Aman dari Covid-19, Begini Baiknya
Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah swab nasofaring dilakukan melalui lubang hidung.
Dalam hidung terdapat banyak pembuluh darah dan lapisan kulit dalam (mukosa) yang tipis.
Oleh karena itu, orang awam yang tidak memahami struktur anatomi hidung dan tidak mengetahui bagian yang harus diambil tidak diperkenankan untuk melakukan swab mandiri.
Baca Juga: Muncul Varian Baru Virus Corona, Benarkah Tak Bisa Dideteksi Lewat Rapid Test Antigen atau Swab PCR?
2. Pendarahan di hidung
Dewi menjelaskan, penyebab munculnya rasa sakit ini karena orang yang hendak di-swab memiliki struktur hidung bengkok, sehingga rongga hidung lebih sempit.
Hal ini juga berpotensi membuat tangkai yang terkena mukosa putus dan berakibat terjadi pendarahan di hidung atau epistaksis.
Baca Juga: Bandara Soetta Sediakan Layanan Rapid Test Antigen Sebagai Syarat Penerbangan, Ini Kisaran Tarifnya
Epistaksis atau pendarahan yang banyak merupakan suatu kondisi kegawatdaruratan di bidang THT, di mana kondisi ini harus ditangani dengan segera.
Ia menjelaskan, risiko pendarahan juga dapat terjadi jika tangkai swab mengenai pembuluh darah, apalagi di hidung banyak sekali pembuluh darah yang mudah pecah.
Baca Juga: Antrean Rapid Test Antigen Membludak, Para Pengusaha Takut Adanya Klaster Baru Covid-19
3. Syok dan panik
Selain itu, pendarahan yang banyak dapat menimbulkan syok karena panik dan menyumbat jalan napas.
Dari berbagai risiko tersebut, Dewi mengingatkan, sebaiknya swab atau rapid antigen dilakukan oleh tenaga profesional yang sudah mengetahui tekni swab dan struktur anatomi hidung dengan baik.
Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Hampir 1 Juta, CDC Imbau Masyarakat Tidak Pakai 6 Jenis Masker Ini
Sebab, tindakan ini dapat meminimalkan risiko terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Petugas yang melakukan swab juga sebaiknya dilengkapi dengan alat pelindung diri (APD) lengkap agar tidak terpapar virus.
Karenanya Jangan Pernah Lakukan Rapid Test Antigen Sendiri, Bahayanya Bukan Main!(*)
Baca Juga: Bupati Sleman Positif Covid-19 Usai Disuntik Vaksin Sinovac, Dokter Tirta; 'Kok Bisa?'
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Artikel ini talah tayang di Kompas.com dengan judul "Bahaya Rapid Antigen Mandiri, dari Hasil Tak Akurat hingga Pendarahan"
Source | : | Kompas.com,Mayo Clinic |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Anjar Saputra |
Komentar