GridHEALTH.id - Kejadian tak terpuji kembali terjadi di masa pandemi virus corona (Covid-19) ini.
Dimana seorang mantan anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) dikabarkan tega mencabuli anak kandungnya sendiri.
Lebih parah lagi aksi bejat mantan anggota DPRD NTB tersebut dilakukan saat istrinya dirawat di rumah sakit karena positif terinfeksi Covid-19.
Dilansir dari TribunLombok.com, kasus pelecehan seksual ini terjadi di rumah mereka di Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram pada hari Senin (18/1/2021) sore.
Diduga mantan anggota DPRD NTB yang diketahui berinisial AA (65) melakukan pelecehan seksual saat sang anak WM (17) meminta uang kepada pelaku untuk biaya sekolah.
"Saat itu kondisi rumah sedang sepi karena istrinya tengah dirawat di ruang isolasi Covid-19," kata Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol Kadek Adi Budi Astawa.
Kadek Adi menjelaskan saat kejadian sang anak menemui bapaknya untuk meminta uang les kurang lebih sebesar Rp 1 juta.
Sayangnya situasi itu justru dimanfaatkan sang bapak untuk melecehkan darah dagingnya.
Mantan anggota DPRD NTB itu disebut baru akan memberikan uang setelah keinginannya terpenuhi.
Perbuatan sang ayah pun membuat sang anak syok dan melaporkan kejadian itu ke Polresta Mataram.
Baca Juga: Niat Les Mengemudi, Adik Bertrand Antolin Kena Pelecehan Seksual, Benarkah Pelakunya Seorang Wanita?
Hingga sore ini, AA masih diperiksa di Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Mataram.
Barang bukti yang diamankan berupa celana dalam, daster, dan handuk yang dipakai korban.
"Saat ini pihak kepolisian masih mengumpulkan alat bukti untuk menguatkan dugaan laporan perbuatan asusila tersebut," katanya, pada wartawan, Rabu (20/1/2021).
Penanganan kasus itu berada di bawah Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Mataram.
"Kalau alat buktinya sudah rampung, kita akan gelar perkara, baru tentukan sangkaan pasal pidananya seperti apa," jelasnya.
Korban diketahui merupakan anak kandung terlapor dari istri keduanya.
WM melaporkan ayah kandungnya ke Mapolresta Mataram karena pelecehan seksual yang dialaminya, Senin (18/1/2021).
Kepada polisi, korban mengaku perbuatan itu terjadi ketika ibu kandungnya sedang menjalani perawatan medis di rumah sakit karena terjangkit Covid-19.
Keterangan korban telah dikuatkan dengan dokumen dari rumah sakit terkait visum luar di bagian kelamin korban.
"Dari cek medis, ada luka robek baru tidak beraturan pada kelamin korban," jelasnya.
Baca Juga: American Academy of Pediatrics; Jauhkan Hand Sanitizer dari Anak-anak, Bisa Keracunan!
Melihat kejadian ini tentu sangat mengkhawatirkan.
Terlebih jika ditlik dari sisi medis, tentu pelecehan seksual dalam bentuk apapun yang dialami perempuan pasti akan mempengaruhi kesehatan korbannya.
Baik itu secara kesehatan fisik maupun kesehatan mental.
Melansir dari NCBI, sebuah penelitian yang dilakukan oleh akademisi dari University College London (UCL) dan staf spesialis dari rumah sakit King's College NHS mengungkapkan fakta mengejutkan.
Empat dari lima korban pencabulan atau pemerkosaan berisiko menderita kesehatan mental yang melumpuhkan mereka beberapa bulan setelah 'penyerangan'.
Dimana korban akan mengalami kecemasan, depresi, gangguan stres pasca-trauma dan kondisi serius lainnya empat hingga lima bulan setelah 'diserang'.
Baca Juga: Covid-19 di Indonesia Hampir 1 Juta, CDC Imbau Masyarakat Tidak Pakai 6 Jenis Masker Ini
Bahkan, para ahli mengatakan bahwa mereka yang menjadi korban pencabulan di masa kanak-kanak bisa menyebabkan masalah kesehatan mental yang dapat bertahan hingga dewasa atau seumur hidupnya.
Penelitian ini melibatkan 137 gadis berusia antara 13 dan 17 - usia rata-rata 15,6 tahun - yang diserang antara April 2013 dan April 2015.
Ketika para gadis diperiksa empat hingga lima bulan setelah diserang, 80% dari mereka memiliki setidaknya satu gangguan kesehatan mental. Lebih dari setengah (55%) memiliki setidaknya dua kelainan.
Baca Juga: Bukan Disuntik, WHO Isyaratkan Vaksin Covid-19 Cukup dengan Dihirup Lewat Hidung
Tidak hanya kesehatan mental saja yang terancam, para korban juga mempunyai kemungkinan besar untuk mengalami penyakit lain.
Studi tersebut menemukan sejumlah gadis (4%) hamil setelah diserang, 12% memiliki infeksi menular seksual dan 8% - satu dari 12 - telah menjadi sasaran serangan seksual lainnya.
Kembali ke masalah tersebut, semoga kedepannya kasus pelecehan seksual terutama pada anak-anak tidak terjadi lagi.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | ncbi,TribunLombok.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Anjar Saputra |
Komentar