GridHEALTH.id - Belakangan ini heboh kasus dua apoteker di Medan yang dipenjara akibat kedapatan tidak bis membaca tulisan dokter di resep obat.
Padahal berdasarkan PerMenKes No. 26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98 Bab II tentang Resep, ada beberapa teknik penulisan resep obat.
Teknik penulisan resep obat ini tak boleh dilakukan sembarangan.
Bukan karena tak bisa membaca tulisan dokter tersebut, rupanya kedua apoteker ini membuat sang pasien tak sadarkan diri usai mengonsumsi obat yang diberikan.
Usut punya usut, kedua apoteker ini awalnya ragu dengan tulisan dokter di resep yang sulit terbaca.
Apoteker tersebut mencoba mengonfirmasi sang dokter melalui telepon, namun dokter tidak mejawab.
Lantaran ragu, apoteker tersebut mengembalikan resep tersebut kepada sang pasien.
Namun, beberapa waktu kemudian, pasien tersebut kembali datang ke apotek guna menebus resep obat yang sama.
Kali ini, apoteker lainnya memberikan obat yang diduga membuat pasien tersebut tak sadarkan diri.
Baca Juga: 4 Manfaat Kesehatan yang Hanya Bisa Didapatkan dari Minum Air Mineral Setiap Hari
Akibat hal ini, kedua apoteker sebelumnya diseret ke pengadilan bahkan harus merasakan dinginnya jeruji besi.
Melihat kasus ini, tahukah bahwa sebenarnya ada teknik penulisan resep obat.
Berdasarekan PerMenKes No. 26/MenKes/Per/I/81 Bab III tentang Resep dan KepMenKes No. 28/MenKes/SK/U/98 Bab II tentang Resep, resep dituliskan dalam kertas resep dengan ukuran yang ideal yaitu lebar 10-12 cm dan panjang 15-18 cm.
Untuk menuliskan suatu resep banyak hal yang meminta perhatian dokter, di antaranya:
1. Satuan berat untuk obat 1 gram (1 g) tidak ditulis 1 gr, (gr = grain = 65 mg).
2. Angka dosis tidak ditulis sebagai perhitungan decimal.
3. Jumlah obat yang diterima pasien ditulis dengan angka romawi.
4. Nama obat ditulis dengan jelas.
5. Obat sama dengan nama dagang yang berbeda dimungkinkan bioavailabilitasnya berbeda.
6. Harus hati-hati bila akan memberikan beberapa obat seara bersamaan, pastikan tidak ada inkompatibilatas/interaksi yang merugikan.
7. Dosis diperhitungkan dengan tepat.
Baca Juga: Ini Aturannya Setelah Mendapat Suntikan Vaksin Covid-19, Kata Ahli
8. Dosis disesuaikan dengan kondisi organ.
9. Terapi dengan obat (narkotika) diberikan hanya untuk indikasi yang jelas.
10. Ketentuan tentang obat ditulis dengan jelas.
11. Hindari pemberian obat terlalu banyak.
12. Hindari pemberian obat dalam jangka waktu lama.
13. Edukasi pasien untuk cara penggunaan obat khusus, atau tuliskan dalam kertas yang terpisah dengan resep obat.
14. Ingatkan kemungkinan yang berbahaya apabila pasien minum obat yang lain.
15. Beritahu efek samping obat.
16. Lakukan recording pada status pasien.
Selain itu, dalam resep yang lengkap harus tertulis:
1. Identitas dokter : nama, nomor SIP (Surat Ijin Praktek), alamat praktek/ alamat rumah dan nomor telpon dokter
2. Nama kota dan tanggal dibuatnya resep Nomor 1 dan nomor 2 sudah tercetak pada kertas lembar resep.
3. Ditulis simbol R/ (Recipe = harap diambil), diberi istilah superscriptio. Ada hipotesis R/ berasal dari tanda Yupiter (dewa mitologi Yunani). Hipotesis lain R/ berasal dari tanda Ra = mata keramat dari dewa Matahari Mesir kuno.
Baca Juga: Varian Virus Corona Makin Beragam, Apakah Gejala Covid-19 Tetap Sama?
4. Nama obat serta jumlah atau dosis, diberi istilah inscriptio. Merupakan inti resep dokter. Nama obat ditulis nama generik atau nama dagang (brandname) dan dosis ditulis dengan satuan microgram, miligram, gram, mililiter, %.
5. Bentuk sediaan obat yang dikehendaki, diberi istilah subscriptio.
6. Signatura, disingkat S, umumnya ditulis aturan pakai dengan bahasa Latin.
7. Diberi tanda penutup dengan garis, ditulis paraf.
8. Pro: nama penderita. Apabila penderita anak, harus dituliskan umur atau berat badan agar apoteker dapat mencek apakah dosisnya sudah sesuai.
Baca Juga: Setiap Hari Begadang dan Makan Makanan Instan Sejuta Umat, 16 Penyakit Menghampiri Bersamaan
Itulah beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam teknik penulisan resep obat yang tak boleh sembarangan. (*)
#hadapicorona
Source | : | Kemenkes RI |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar