GridHEALTH.id - Kanker prostat merupakan jenis kanker dengan jumlah angka kejadian terbanyak ke-4 di seluruh dunia dan menempati urutan ke-2 kanker yang diderita oleh pria setelah kanker paru.
Berdasarkan Global Cancer Statistics 20181, diperkirakan sebanyak 1,2 juta kasus baru muncul di seluruh dunia dan 359.000 kematian disebabkan oleh kanker prostat.
Kondisi ini terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kanker prostat dan kesadaran akan pentingnya pemeriksaan dini, terutama pada populasi risiko tinggi.
Di Indonesia, kanker prostat menempati urutan ke-4 dengan jumlah penderita diperkirakan mencapai 25.012 orang. Sebagian besar pasien didiagnosis pada stadium lanjut karena deteksi dini kasus kanker prostat belum optimal di Indonesia.
“Padahal, pasien kanker prostat yang didiagnosis dan ditatalaksana pada stadium dini memiliki angka harapan hidup selama 10 tahun dan mencapai di atas 90%. Angka ini dapat turun hingga 50% apabila ditemukan pada stadium lanjut. Oleh karena itu, program deteksi dini yang lebih baik dan efisien perlu ditingkatkan,” jelas dokter spesialis konsultan uro-onkologi Siloam Hospitals ASRI, dr. Agus Rizal Ardy Hariandy Hamid, Sp.U (K), PhD dalam webinar "Tingkatkan Kualitas Hidup Pasien Kanker Prostat Dengan Inovasi Biopsi Robotik dan Pilihan Terapi Minimal Invasif Laparoskopi di Masa Pandemi" (17/02/2021)dalam rangka memperingati Hari Kanker Sedunia.
Baca Juga: Ini 5 Makanan Pencegah Kanker Prostat, Kanker Paling Ditakuti Pria
Baca Juga: Tidur Kurang Dari 5 Jam Setiap Malam Meningkatkan Risiko Demensia
Salah satu faktor risiko munculnya kanker prostat adalah pola makan tinggi lemak dan rendah serat.
"Mereka yang menerapkan gaya hidup sehat, termasuk menerapkan pola makan sehat dengan mengurangi lemak dan memperbanyak serat bisa mengurangi risiko meninggal akibat kanker prostat," kata dr. Agus.
Sementara di Amerika Serikat, sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pola makan yang sehat untuk jantung dapat bermanfaat bagi orang-orang ini dengan secara khusus mengurangi risiko kanker prostat.
Studi tersebut melibatkan hampir seribu dokter AS yang telah mengembangkan kanker prostat dan diikuti selama rata-rata 14 tahun setelah diagnosis.
Tim itu dipimpin oleh Jorge Chavarro, dari Harvard School of Public Health. Chavarro dan kawan-kawan menilai kebiasaan makan pria untuk melihat apakah mereka memiliki pola makan "Barat" yang tidak sehat, tinggi daging merah dan olahan, produk susu tinggi lemak dan biji-bijian "olahan", atau pola makan sehat yang tinggi sayuran, buah, kacang-kacangan (seperti kacang-kacangan), ikan dan biji-bijian.
Para peneliti menemukan bahwa pria yang mendapat skor tertinggi dalam hal kebiasaan makan orang Barat ternyata 2,5 kali lebih mungkin meninggal karena kanker prostat, dan 67% lebih mungkin meninggal karena sebab apa pun, dibandingkan mereka yang mendapat nilai terendah.
Baca Juga: 6 Istilah dan Indikator yang Jadi Petunjuk Kriteria Jantung Sehat
Baca Juga: 5 Hal yang Bakal Terjadi Pada Tubuh Saat Berhenti Makan Daging
Sebaliknya, pria yang mendapat skor tertinggi dalam hal kebiasaan makan sehat, 36% lebih kecil kemungkinannya untuk meninggal karena sebab apa pun dibandingkan mereka yang mendapat skor terendah, kata para peneliti.
Penulis penelitian menekankan bahwa sebagian besar pria dalam penelitian ini berkulit putih, jadi hasilnya mungkin berbeda dalam penelitian yang melibatkan ras / etnis lain.
Seorang ahli mengatakan diet Barat telah lama memiliki reputasi buruk dalam hal kesehatan.
"Diet tinggi lemak hewani dan rendah serat dikaitkan dengan sindrom metabolik, kumpulan kondisi termasuk obesitas perut, peningkatan kadar gula darah dan tekanan darah tinggi," kata Dr. Michael Schwartz, ahli urologi di Arthur Smith Institute for Urology di New Hyde Park, New York
“Sudah diketahui sejak lama bahwa pola makan seperti ini dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung, stroke, dan berbagai jenis kanker,” ujarnya.
Dia menambahkan bahwa efek dari olahraga mungkin juga berperan, dalam penelitian tersebut pria yang makan lebih sehat mungkin juga berolahraga lebih banyak. Penelitian ini dipublikasikan secara online 1 Juni 2020 di The Journal of Cancer Prevention Research. (*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL
Source | : | webinar,The Journal of Cancer Prevention Research |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar