GridHEALTH.id - Beredarnya alat rapid test bekas belakangan ini membuat sebagian besar masyarakat khawatir.
Bagaimana tidak, penggunaan alat rapid test antigen bekas itu membohongi para calon penumpang dan justru berpotensi menyebarkan virus corona (Covid-19).
Hal ini dikarenakan alat rapid test antigen bekas sudah dipastikan tidak lagi steril.
Karenanya penting bagi masyarakat mengetahui alat rapid test antigen yang akan digunakan baru atau bekas.
Bagaimana cara membedakannya?
Berikut penjelasan dari Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Sumatera Utara dr Aris Yudhariansyah.
Menurut Aris, setiap warga punya hak untuk mengetahui bahwa alat yang digunakan masih baru dan belum pernah dipakai.
Alat rapid test yang baru umumnya dikemas dalam plastik disposable, yakni plastik khusus sekali pakai yang baru dibuka apabila akan digunakan.
"Jadi kalau dalam kondisi terbuka, patut dicurigai kalau antigen itu bisa saja didaur ulang atau yang lain-lain," kata Aris dilansir dari Kompas.conm, Rabu (28/4/2021).
Baca Juga: Fatwa MUI; ' Benarkah Swab Test Bisa Batalkan Ibadah Puasa?'
Untuk itu peserta tes perlu memerhatikan setiap alat yang digunakan sejak awal.
Peserta tes harus memastikan keberadaan alat rapid test berada di lokasi yang bisa terlihat dengan jelas.
Sebab, menurut Aris, alat yang menunjukkan hasil rapid test itu tidak perlu dibawa ke mana-mana oleh petugas.
"Ini kan rapid test, enggak perlu disembunyikan. Artinya setelah diperiksa, tak perlu dibawa ke mana-mana. Di depan mata kita sendiri kan, sudah bisa lihat kan," kata dia.
Aris juga menjelaskan alat rapid test antigen terdiri dari dua bagian, yakni cangkang dan alat pengambil swab, dakron.
Cangkang adalah alat berwarna putih yang nantinya memunculkan garis I atau II.
Namun, Aris tak yakin bagian cangkang ini dapat digunakan berulang-ulang.
"Tapi kalo dakronnya, setelah digunakan ke dalam hidung atau mulut orang, sudah itu dicuci terus digunakan lagi, wah saya tak bisa membayangkan kacaunya seperti apa tindakan seperti itu," kata Aris.
Baca Juga: Dijadikan Syarat Perjalanan Kereta, Satgas: 'GeNose untuk Screening, Bukan unttuk DIagnosis'
"Bagaimana kalau habis masuk hidung Bapak, terus pindah ke hidung orang lain, bagaimana lagi?" kata Aris.
Sebelumnya diketahui kasus penggunaan kembali alat rapid test antigen bekas di Bandara Internasional Kualanamu, Deli Serdang, Sumut diungkap pihak kepolisian.
Dari hasil pemeriksaan, ada 5 orang yang diamankan, termasuk bagian kasir, administrasi serta beberapa petugas kesehatan.
Pasca penggerebekan, lokasi layanan rapid test antigen di area Mezzanin itu dipasang garis polisi.
Baca Juga: Jangan Pernah Lakukan Rapid Test Antigen Sendiri, Bahayanya Bukan Main
Melihat kejadian ini tentu sangat disayangkan, apalagi jika alat rapid test antigen yang digunakan benar-benar bekas tentu skrining yang dilakukan untuk mendeteksi Covid-19 menjadi tidak efektif.
Sebab alat yang digunakan bisa saja sudah tidak berfungsi dengan baik dan justru berpotensi membuat penyebaran Covid-19 menjadi tidak terkontrol.
Apalagi alat tes Covid-19 yang normal sekalipun, baik itu rapid test antigen dan Swab PCR memiliki risiko false negatif.
Baca Juga: Hasil Rapid Test Antigen Negatif Bukan Jaminan Aman dari Covid-19, Begini Baiknya
Hal itu seperti informasi yang dibagikan dilaman fda.gov (4/1/2021) berjudul "Risk of False Results with the Curative SARS-Cov-2 Test for COVID-19: FDA Safety Communication".
Dalam informasi tersebut disebutkan bahwa ada 2 risiko false negatif yang paling utama, diantaranya adalah:
- Pasien yang seharusnya mendapatkan perawatan, karena terjadi false negatif, pengobatan mereka jadi tertunda sehingga berisiko menyebabkan infeksi semakin parah.
- Akibat false negatif, tracing kontak pada pasien juga ikut terlambat yang menyebabkan virus corona bisa menyebar semakin luas.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Fda.gov,Kompas.com |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar