GridHEALTH.id - Beser dan mengompol pada kelompok lansia dan laki-laki yang seringkali dianggap normal, pada hakekatnya merupakan gangguan kesehatan yang dapat menurunkan kualitas hidup, menimbulkan gangguan seksual bahkan depresi.
Masyarakat dihimbau untuk mewaspadai gangguan ini dan segera berkonsultasi kepada dokter untuk mendapatkan terapi yang tepat.
Hasil penelitian Perkumpulan Kontinensia Indonesia (PERKINA) pada tahun 2020 yang melibatkan 585 responden yang terdiri dari 267 pria dan 318 perempuan, menunjukkan bahwa 11,6% atau sekitar 68 dari responden mengalami gangguan berkemih.
Artinya, sekitar 1 dari 10 orang memiliki gangguan tersebut. Hal ini pun merupakan hal yang cukup berpengaruh, baik dari segi kualitas hidup seseorang, hingga beban pengobatan di masyarakat.
Ketua PERKINA, Prof. dr. Harrina Erlianti Rahardjo, SpU (K), PhD pada Virtual Media Briefing dengan tema “Beser dan Ngompol Pada Kelompok Lansia dan Laki-laki, Normalkah? (19/08/2020), mengatakan,
"Mengompol atau Enuresis sendiri merupakan kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing yang bisa terjadi ketika seseorang tidur atau terbangun. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada anak-anak, namun juga bisa terjadi pada pria dewasa dan usia tua.
Baca Juga: 5 Penyakit Infeksi Lansia Paling Umum, Ada yang Bisa Renggut Nyawa
Baca Juga: Peneliti Menemukan Peningkatan Risiko Infeksi Bakteri Jika Makanan Terkena Cahaya
Mengompol ini sendiri erat kaitannya dengan kondisi yang disebut Inkontinensia Urin, yaitu ketidakmampuan berkemih secara volunteer.”
Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD, KGer, M.Epid, Divisi Geriati Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM menjelaskan perbedaan beser dan mengompol,
“Beser atau Overactive Bladder (OAB) merupakan sebuah gangguan fungsi berkemih yang mengakibatkan rasa ingin segera berkemih.
Lebih lanjut, beser dapat menjadi salah satu jenis inkontinensia. Sementara, ngompol atau enuresis atau inkontinensia, adalah kondisi ketika seseorang tidak dapat menahan keluarnya air kencing atau keluarnya air kencing (urin) tanpa dikehendaki.”
Menurut Prof. Setiati, terdapat 4 jenis inkontinensia yang sering kita jumpai;
1. Pertama, Inkontinensia Tekanan, yang merupakan jenis inkontinensia yang banyak dijumpai dengan prevalensi di Indonesia secara umum adalah 4% dengan lansia sebesar 4.8%.
2. Yang kedua, Inkontinensia Dorongan/beser/urgensi/OAB, tipe ini paling banyak dijumpai pada populasi lansia (9.4%) dibandingkan umum (4.1%) dengan presentase laki-laki lansia tertinggi (11.2%).
Baca Juga: Riset Satu Dekade Secara Global, 1 dari 42 Anak Lahir Kembar
Baca Juga: Hindari Serangan Jantung, 5 Pengobatan Alami Untuk Jantung Sehat
3. Ketiga, yaitu Inkontinensia Campuran, dengan pevalensi di Indonesia pada populasi umum sebesar 1.5% dengan lansia sebesar 4.0%.
4. Terakhir, Inkontinensia Luapan, tipe ini ditemui pada pria karena berkaitan dengan obstruksi saluran berkemih yang disebabkan oleh pembesaran prostat, ataupun batu. Prevalensi di Indonesia secara umum sebesar 0.4% dengan lansia juga sebesar 0.4%.
Prof. Setiati juga menekankan, terdapat beberapa penyebab inkontinensia yang dapat diperbaiki tanpa obat-obatan. Sehingga tidak perlu terlalu terburu-buru dalam memberikan obat bagi pasien inkontinensia.
Baca Juga: Waspada, Obesitas Ternyata Bisa Mengurangi Kemampuan Indra Perasa
Tenaga medis pasti akan melakukan pengkajian yang lebih menyeluruh terlebih dahulu sebelum memberikan obat. Tetapi kondisi inkontinensia ini harus cepat-cepat ditangani. (*)
Source | : | webinar |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar