GridHEALTH.id - Masyarakat awam tentu asing dengan cerita 'Tongkat Perkins'.
Pastinya cerita ini adalah cerita nyata memalukan yang pernah terjadi dunia medis.
Hal ini berkaitan dengan terapi pengobatan by testomini Vs evidence based.
Pada kejadiannya sekitar 1796 waktu yang cukup lama pengobatan yang tidak didasari evidence based banyak pengikutnya.
Takhanya dari kalangan awam, tapi juga dari kalangan medis sendiri.
Hingga akhirnya setelah sekian lama baru disadari jika pengobatan tersebut tidak bisa dibenarkan secara medis.
Menurut menurut dr. Bambang Budiono, Sp.JP, FIHA. FAPSIC, FSCAI, spesialis jantung dan pengamat masalah Kesehatan, dalam keterangan tertulisnya yang dikirim ke redaksi GridHEALTH.id (8/4/2022), Elisha Perkins lahir 1741 di Norwich, Connecticut.
Dia dididik oleh ayahnya Joseph Perkins di Plainfield, Connecticut, di mana dia kemudian mengikuti pendidikan kedokteran dengan sukses.
Ketika Perang Revolusi Amerika pecah, Elisha Perkins menjabat sebagai ahli bedah untuk Angkatan Darat Kontinental selama Pertempuran Bunker Hill.
Baca Juga: Cukup Rutin Minum Infused Water Mentimun, 7 Khasiat Menakjubkan Ini Bisa Didapat
Pada akhir abad ke-18, perkembangan kedokteran menuntut adanya temuan temuan baru yang bisa lebih menjanjikan kesembuhan.
Singkat cerita sekitar tahun 1795–1796, Perkins menemukan "Tongkat" ciptaan nya.
Ia lalu mematenkan alat tersebut selama 14 tahun pada 19 Februari 1796.
Tongkat tersebut terdiri dari dua batang logam 3 inci dengan ujung runcing.
Meskipun terbuat dari baja dan kuningan, Perkins mengklaim bahwa tongkat ciptaan nya terbuat dari paduan logam yang tidak biasa.
Perkins mengklaim tongkatnya bisa menyembuhkan berbagai peradangan, rematik dan nyeri kepala dan wajah.
Dia menerapkan titik-titik pada bagian tubuh pasien yang sakit menggunakan tongkatnya untuk melakukan penyembuhan selama sekitar 20 menit.
Walhasil, banyak bermunculan testimoni dari mulut ke mulut membuat metode ini mengalami ‘booming’ dimasa itu.
Perkins mengklaim cara ini bisa "mengeluarkan cairan listrik berbahaya yang menjadi penyebab keluhan pasien".
Baca Juga: Healthy Move, Tips Memilih Pakaian yang Tepat Agar Nyaman Berolahraga
Tapi Ikatan Dokter Connecticut mengutuk metoda ini sebagai "perdukunan delusi", dan mengeluarkan Perkins dari keanggotaan.
Namun Perkins berhasil meyakinkan tiga fakultas kedokteran AS bahwa metodenya berhasil.
Bahkan, di Kopenhagen, Denmark, dua belas ahli bedah di Royal Frederiks Hospital juga mulai mendukung metode ini.
Kritik dokter lain disambut dengan tuduhan elitisme dan arogansi profesional.
Lalu Perkins membanggakan 5.000 kasus yang telah berhasil disembuhkan oleh tongkatnya. Bahkan, metoda penyembuhan tersebut disertifikasi oleh delapan profesor, empat puluh dokter, dan tiga puluh pendeta.
Bahkan presiden Washington pun tergiur untuk membelinya.
Putra Perkins, Benjamin Perkins, mengatakan bahwa "Presiden Amerika Serikat, yakin akan khasiat tongkat tersebut dan menggunakan nya di keluarganya sendiri, dengan membeli satu set tongkat.
Pada saat itu, Perkins memiliki banyak pendukung berpengaruh dan penjualan tongkat nya masih tetap berlanjut.
Putra Perkins meninggal pada tahun 1810. Setelah itu popularitas tongkat Perkins mulai menghilang.
Baca Juga: Seringkali Dianggap Biasa, Padahal 4 Perubahan Tubuh Ini Membahayakan Kesehatan
Namun sebeneranya, setelah kematian Perkins, dokter Inggris mulai meragukan kehebatan tongkatnya.
Pada 1799, Dr. John Haygarth melakukan uji coba. Ia merawat lima pasien rematik dengan tongkat kayu yang dibuat menyerupai logam. Empat dari mereka melaporkan bahwa rasa sakitnya berkurang.
Keesokan harinya pasien dirawat dengan tongkat logam dengan hasil yang sama. Dr. Haygarth melaporkan temuannya dalam publikasi berjudul “On the Imagination as a Cause & as a Cure of the Disorders of the Body”.
Tapi upaya menggunakan tongkat tersebut untuk menyembuhkan hewan terbukti sia-sia, mungkin karena efek plasebo tak dikenal di dunia hewan.
Dari kisah nyata di atas kita pun bisa paham jika ‘batu Ponari’ pun pernah berhasil menyembuhkan berbagai penyakit pada ratusan orang.
Padahal Ponari bukan dokter. Bayangkan apa jadinya jika Ponari seorang dokter dan batunya itu alat canggih digital.
Di akhir tulisannya, dr. Bambang Budiono mengatakan, dunia kedokteran tak memberi tempat untuk testimoni karena tak bisa diuji.
Sekalipun diucapkan oleh seorang Menteri atau bahkan presiden sekalipun, testimoni tak akan pernah memiliki nilai setara bukti klinis.(*)
Baca Juga: Masih Membakar Sampah di Halaman Rumah? Ini Risiko Kesehatan yang Bakal Terjadi
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar