GridHEALTH.id - Udara panas dan terik matahari akhir-akhir kita rasakan. Ini sejalan dengan pengumumnan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menjelaskan penyebab suhu panas terik, yang akhir-akhir ini dirasakan oleh sebagian masyarakat di sejumlah wilayah di Indonesia.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG Guswanto menjelaskan, berdasarkan data hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum terukur selama periode 1-7 Mei 2022 berkisar antara 33-36.1 °C dengan suhu maksimum tertinggi hingga 36.1 °C terjadi di wilayah Tangerang-Banten dan Kalimarau-Kalimantan Utara.
"Suhu maksimum tertinggi di Indonesia pada bulan April selama 4-5 tahun terakhir sekitar 38.8°C di Palembang pada tahun 2019, sedangkan di bulan Mei sekitar 38.8 °C di Temindung Samarinda pada tahun 2018," ujar Guswanto dikutip dari Kompas.com, Minggu (08/05/2022).
Adapun fenomena suhu udara terik yang terjadi pada siang hari tersebut, dipicu salah satunya oleh posisi semu matahari yang saat ini sudah berada di wilayah utara ekuator, yang mengindikasikan bahwa sebagian wilayah Indonesia akan mulai memasuki musim kemarau.
"Tingkat pertumbuhan awan dan fenomena hujannya akan sangat berkurang, sehingga cuaca cerah pada pagi menjelang siang hari akan cukup mendominasi," jelas Guswanto.
Dominasi cuaca yang cerah dan tingkat perawanan yang rendah tersebut dapat mengoptimumkan penerimaan sinar matahari di permukaan bumi, sehingga menyebabkan kondisi suhu yang dirasakan oleh masyarakat menjadi terik pada siang hari.
Guswanto menegaskan, suhu panas terik yang terjadi di wilayah Indonesia bukanlah fenomena gelombang panas.
"Menurut WMO (World Meteorological Organization), gelombang panas atau dikenal dengan heatwave merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut, di mana suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C atau lebih," papar dia.
Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi, seperti wilayah Eropa dan Amerika yang dipicu oleh kondisi dinamika atmosfer di lintang menengah.
Baca Juga: Solusi Saat Cuca Panas Seperti Sekarang Ini, Waspadai Dehidrasi dan Ini Cara Mencegahnya
Sedangkan yang terjadi di wilayah Indonesia adalah fenomena kondisi suhu panas atau terik dalam skala variabilitas harian.
Meski demikian, BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk senantiasa menjaga kondisi stamina tubuh dan kecukupan cairan tubuh, terutama bagi warga yang beraktivitas di luar ruangan pada siang hari.
Penting diketahui, cuaca panas dan gelombang panas dapat berdampak besar pada kesehatan manusia. Saat cuaca panas, mudah mengalami dehidrasi.
Beberapa orang bisa mendapatkan efek kesehatan yang lebih parah, seperti kelelahan akibat panas dan stres akibat panas, atau bahkan meninggal karena panas yang ekstrem.
Panas juga dapat memperburuk masalah kesehatan yang ada, seperti penyakit jantung dan paru-paru.
Umumnya selama cuaca panas dan gelombang panas, lebih banyak orang dirawat di rumah sakit dan lebih banyak orang meninggal dibandingkan dengan suhu yang lebih moderat.
Perubahan iklim dapat menyebabkan badai yang lebih parah dan lebih sering (badai hujan es dan siklon tropis), banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan.
Cuaca ekstrem dan bencana alam dapat memperburuk penyakit orang dan menyebabkan cedera dan kematian.
Bencana alam seringkali dapat membawa efek kesehatan mental, seperti stres pasca-trauma. Komunitas yang tinggal atau bekerja di daerah yang terpapar mungkin lebih berisiko.
Baca Juga: Panduan Menghitung Kalori Harian Untuk Menjaga Kadar Gula Darah dan Menurunkan Berat Badan
Baca Juga: Hingga Kini Belum Ada Vaksin Demam Berdarah yang Aman dan Efektif
Kekeringan yang lebih lama bisa berdampak pada komunitas petani yang mengalami pendapatan lebih rendah, beban kerja lebih tinggi, tekanan psikologis termasuk kecemasan dan depresi, dan gangguan sosial.
Migrasi atau relokasi komunitas juga dapat menyebabkan stres dan hilangnya rasa memiliki.
Berikut beberapa dampak cuaca panas terhadap kesehatan fisik dan mental, seperti dikutip dari Harvard Medical School;
1. Alergen yang terbawa udara dan polutan udara
Cuaca yang lebih hangat dan musim dingin yang lebih sejuk dapat meningkatkan produksi serbuk sari.
Serbuk sari adalah alergen yang terbawa udara yang dapat menyebabkan respons alergi seperti demam, dan dapat memperburuk asma.
Polutan udara seperti ozon dan partikel juga cenderung meningkat dengan suhu yang lebih tinggi.
Ozon dan partikel dapat memperburuk batuk dan penyakit kardiovaskular dan mengurangi kapasitas paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan kunjungan ruang gawat darurat, rawat inap atau bahkan kematian.
2. Kualitas dan kuantitas makanan
Baca Juga: Tips Turunkan Risiko Kanker Ovarium, Konsumsi Serat dan Teh Oolong
Baca Juga: Mencegah Luka Akibat Infeksi Daerah Operasi Perlu Dilakukan Agar Tidak Berkembang Jadi Komplikasi
Peristiwa cuaca ekstrem, suhu yang lebih tinggi, dan perubahan curah hujan dapat mengurangi hasil pangan lokal dan kualitas pangan.
Kurangnya produksi pangan akan meningkatkan harga pangan yang dapat menurunkan akses masyarakat terhadap gizi.
Hal ini dapat lebih mempengaruhi sosio-ekonomi rendah dan masyarakat terpenci, di mana seringkali terdapat pilihan makanan yang terbatas. Pada gilirannya, orang dengan gizi kurang dapat menjadi lebih rentan terhadap penyakit.
3. Penyakit bawaan makanan
Makanan dapat terkontaminasi oleh patogen seperti virus, bakteri, dan parasit. Banyak patogen berkembang biak lebih mudah pada suhu tinggi.
Sehingga peningkatan suhu diperkirakan akan menyebabkan lebih banyak penyakit bawaan makanan. Gangguan pencernaan umumnya meningkat pada musim kemarau.
4. Kualitas air minum dan penyakit yang ditularkan melalui air
Kualitas air minum dipengaruhi oleh banyak faktor. Erosi tanah dan salinitas (jumlah garam dalam air) dapat menurunkan kualitas air.
Curah hujan yang tinggi dan banjir dapat menyebabkan luapan limbah, mencemari persediaan air minum dan menyebabkan wabah penyakit.
Baca Juga: Ini Alasannya Mengapa Penyandang Diabetes Selalu Merasa Lapar
Kekeringan juga dapat meningkatkan beberapa patogen dalam air dan mempersulit otoritas penyedia air untuk mengendalikan kontaminasi. K
ekeringan dan cuaca panas juga dapat meningkatkan pertumbuhan cyanobacteria (ganggang biru-hijau) di saluran air dan bendungan, yang dapat menjadi racun bagi manusia.
5. Penyakit yang ditularkan melalui vektor
Perubahan curah hujan, kelembaban dan suhu dapat memperpanjang musim penularan dan mengubah jangkauan geografis beberapa penyakit yang ditularkan melalui vektor.
Misalnya penumpukan air dari curah hujan dapat menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk, dan suhu yang lebih hangat dapat mempercepat pertumbuhan virus pada nyamuk. (*)
Source | : | Kompas.com,Center for Disease Control and Prevention,Harvard Health Publishing |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar