GridHEALTH.id - Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan, resistensi antibiotik akibat mikroba atau antimicrobial resistance (AMR) disebut silent pandemic. Pasalnya angka kematian akibat AMR cukup tinggi.
Menurut Dante, prevalensi kasus resistensi antibiotik akibat mikroba terus meningkat.
Saat ini, 1,27 juta orang meninggal setiap tahun karena infeksi yang resistan terhadap obat.
Sejak penemuan antimikroba 70 tahun yang lalu, jutaan orang telah terhindar dari penyakit. Potensi antibiotik untuk mengobati atau mencegah penyakit telah menyebabkan peningkatan penggunaannya sampai pada titik di mana obat tersebut disalahgunakan, diperoleh tanpa resep dokter, dan sering disalahgunakan pada manusia, hewan, tumbuhan, dan lingkungan.
Akibatnya, muncul masalah resistensi antibiotik akibat mikroba (AMR) yang berevolusi.
Baca Juga: Kondisi Terakhir Menkes Budi Gunadi Sadikin, Setelah Positif Covid-19 Menghadiri Acara IDI
“Dampak luas AMR terus meningkat secara diam-diam di berbagai sektor termasuk ekonomi. Para ahli memperkirakan AMR dapat menyebabkan PDB tahunan global turun sebesar 3,8 persen pada tahun 2050. Kita harus mencegah hal ini terjadi dan membuat perubahan yang langgeng,” ungkap Wamenkes Dante pada pembukaan Side Event HWG ke-3 dalam kerangka G20 yang membahas masalah AMR (24/8/2022) di Bali.
Karena AMR terjadi sulitnya proses pengobatan. Persoalannya, semakin banyak penyakit yang tidak dapat diobati maka perawatan penyelamatan jiwa menjadi jauh lebih berisiko, dan biaya perawatan kesehatan meningkat.
Untuk mengatasinya, setiap negara bisa bersama-sama menahan AMR melalui sejumlah upaya yang bisa dilakukan, antara lain melalui pendekatan one health, peningkatan surveilans AMR, peningkatan kapasitas laboratorium dan diagnostik.
Pengawasan lintas sektoral untuk penggunaan dan konsumsi antimikroba sangat penting untuk memahami dan memantau AMR. Data yang memadai juga mempengaruhi pengambilan di tingkat nasional, regional, dan global.
Peningkatan penelitian dan pengembangan AMR juga harus dilakukan, terutama pada obat-obatan baru, vaksin, terapeutik, dan diagnostik (VTD), termasuk layanan diagnostik antimikroba.
Baca Juga: Penting Diketahui! Segini Kadar Kolesterol Normal Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Begitupun dengan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang harus dilakukan lebih luas.
Dampak AMR tidak main-main, “AMR mengancam kesehatan, ekonomi, dan pencapaian SDGs. Untuk menumbuhkan kapasitas penelitian dan pengembangan global, kita harus mengamankan pendanaan yang cukup dan berkelanjutan,” ucap Wamenkes Dante.
Wamenkes Dante pun mengingatkan AMR dapat berpotensi menjadi pandemi jika tidak diatur penggunaan antibiotik.
Karenanya menurut Wamenkes, penting untuk menerapkan kebijakan, undang-undang, dan komitmen terus-menerus untuk memastikan tanggung jawab akses dalam penggunaan antimikroba.
“Kami berharap kepada negara-negara anggota G20 untuk memperkuat langkah-langkah pencegahan dan pengendalian AMR yang berkelanjutan di tingkat nasional dan global. G20 adalah forum yang ideal untuk melakukan ini,” tutur Wamenkes.
Baca Juga: Ingin Umur Panjang? 3 Aktivitas Ini Bisa Mengurangi Risiko Kematian Dini
Source | : | sehatnegriku.kemenkes.go.id |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar