GridHEALTH.id - Penyebab gangguan ginjal akut progresif atipikal pada anak masih terus ditelusuri hingga saat ini.
Berdasarkan keterangan pers Kemenkes terakhir pada Selasa (25/10/2022), menyebutkan salah satu penyebabnya adalah keracunan obat sirup yang terkontaminasi etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG), etilen glikol butil eter (EGBE) di atas batas aman.
Berikut ini tanggapan produsen obat sirup Unibebi, yang saat ini ditarik dari pasaran karena disebut oleh BPOM mengandung ED dan DEG melebihi ambang batas aman dan sanksi hukum yang menanti.
Hingga 24 Oktober 2022, Kemenkes menyebutkan total sudah ada 255 kasus gangguan ginjal akut pada anak dari 26 provinsi.
Perkembangan Penelusuran Obat Sirup yang Aman dan Berbahaya
Penelusuran dan pembuktian terkait seluruh keamanan obat sirup yang beredar di Indonesia masih terus dilakukan oleh BPOM.
Badan POM menyampaikan hasil penelusurannya pada hari Minggu (23/10/2022), bahwa ada tiga produk yang dikonsumsi oleh pasien gangguan ginjal akut dari lima produk yang dinyatakan di atas ambang batas.
Sebelumnya BPOM telah mengumumkan lima produk obat sirup yang ditarik dari peredaran dan tiga produk tersebut diketahui milik PT Universal Pharmaceutical dengan merk dagang Unibebi, yaitu Unibebi Cough Sirup batuk dan flu, Unibebi demam dan sirup, serta Unibeb demam drops.
Sejauh ini, sudah ada 156 obat sirup yang dinyatakan tidak menggunakan empat bahan tambahan, berupa propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan gliserin atau gliserol dan sudah diperbolehkan untuk digunakan oleh Kemenkes.
Tanggapan PT Universal Pharmaceutical Setelah 3 Produk Ditarik
Setelah dinyatakan produk Unibebi melebihi ambang batas aman, PT Universal Pharmaceutical selaku produsen obat sirup ini memberikan tanggapan melalui kuasa hukumnya, Hermansyah Hutagalung.
Baca Juga: Termorex Plus Sirup dan Praxion Suspensi Obat Sirup untuk Demam Aman Digunakan
"PT Universal Pharmaceutical sudah memproduksi obat sirup lebih dari 40 tahun dan mendapat izin edar lulus uji dari BPOM. Setiap bulan perusahaan ini memproduksi ribuan botol obat sirup dan sudah jutaan botol yang didistribusikan selama ini," kata Hermansyah seperti yang ditulis dalam kompas.tv (26/10/2022).
Hermansyah pun menyampaikan kliennya telah memproduksi obat sirup anak sejak tahun 1997 dan beberapa kali berganti nama hingga lima tahun terakhir menggunakan merk Unibebi dan telah didistribusikan hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
PT Universal Pharmaceutical juga menegaskan jika cemaran ED dan DEG ini tidak dicampurkan di pabrik mereka, karena PT Universal Pharmaceutical menganggap kandungan itu sudah ada dalam bahan obat yang mereka beli, lalu mencampurkan bahan obat tersebut hingga menjadi produk obat jadi.
Selain itu, Polda Sumatera Utara dikatakan telah memeriksa manajemen PT Universal Pharmaceutical di Medan pada hari Selasa (25/10/2022) dan telah menyegel ribuan obat sirup Unibebi.
"Ada ribuan botol sirup produksi PT Universal Pharmaceutical yang kami segel di pabriknya di Medan. Obat yang sudah beredar di masyarakat pun sedang dalam proses penarikan," kata Kapolda Sumatera Utara, Irjen Panca Putra Simanjuntak dikutip dari kompas.tv (26/10/2022).
Penghentian sementara proses produksi dan distribusi dari semua jenis obat sirup pada pabrik ini pun dihentikan sementara, sampai ada hasil studi dan penelusuran terkait penyebab gangguan ginjal akut pada anak ini.
Hermansyah mengatakan akan tetap mematuhi pemerintah, "Meski demikian, sebagai bentuk kepatuhan kami kepada pemerintah, semua obat sirup produksi Universal sudah kami tarik dari peredaran."
Tidak hanya itu, PT Universal Pharmaceutical disebutkan juga telah melakukan uji mandiri sebagai pembanding dari hasil uji laboratorium BPOM dan akan diumumkan dalam beberapa hari ke depan.
Sanksi Terhadap Industri Farmasi yang Terbukti Melanggar
Dikutip dari Kompas.tv, pada Senin (24/20/2022), Kepala BPOM, Penny menyebutkan sudah ada dua industri farmasi yang akan ditindaklanjuti menjadi pidana oleh BPOM bekerjasama dengan kepolisian, untuk melakukan penyidikan, saat ditemui di Istana Presiden.
"Kalau ini memang ini ranah hukum, saya kira kita kembalikan saja ke ranah hukum, sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di negara kita," kata Jubir Kemenkes, dr. Syahril dalam memberikan tanggapannya terkait sanksi hukum kepada industri farmasi yang melanggar adanya kandungan berbahaya. (*)
Source | : | BPOM,Kompas.tv,Keterangan Pers Kemenkes RI |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar