GridHEALTH.id – Indonesia menjadi negara ketiga di Asia dengan konsumsi gula terbanyak, setelah Thailand dan Maldives, dengan presentase 20,23 liter per orang per tahunnya.
Angka ini cukup mengkhawatirkan karena akan sangat berdampak pada risiko anak Indonesia mengalami diabetes sejak kecil, dimana anak adalah investasi masa depan bangsa yang harus diperhatikan kesehatannya sejak dini.
Dalam memperingati Hari Diabetes Sedunia Tahun 2022, Kemenkes mengadakan Press Briefing: Hari Diabetes Sedunia Tahun 2022, “Diabetes untuk Masa Depanmu”, untuk meningkatkan perhatian masyarakat mengenai pentingnya deteksi dini diabetes, termasuk pada anak, pada Senin (14/11/2022).
Karakteristik Konsumsi Gula di Indonesia
Data dari Kemenkes menyebutkan rata-rata 5,5% penduduk Indonesia konsumsi gula lebih dari 50 gram per hari.
Kelompok usia tertinggi, yaitu:
- Di atas usia 55 tahun sebesar 13,7%
- Usia 19-55 tahun sebesar 13,5%
Dengan prevalensi pria sebanyak 15,9% lebih banyak dari wanita, sebanyak 7,1%.
Produk konsumsi gula tertinggi terdapat pada the kemasan (13,26%), susu kental manis (5,2%), dan jus buah serbuk (4,82%).
Hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah sebanyak 61,27% masyarakat mengonsumsi minuman-minuman dengan gula lebih dari sekali setiap hari.
Baca Juga: Mengatasi Kaki Bengkak Bagi Penderita Diabetes, Simak di Sini!
Kemenkes menyebutkan konsumsi gula yang tinggi di masyrakat Indonesia menjadi faktor risiko utama terjadinya diabetes.
Didukung dengan jumlah obesitas pada anak yang terus meningkat, “Salah satu daripada faktor risiko untuk terjadinya diabetes adalah obesitas,” kata Sony Wibisono M selaku bagian dari PB PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) pada Senin (14/11/2022).
Diabetes pada Anak Jadi Kondisi Kegawatdaruratan Terbaru
Salah satu permasalahan kesehatan terbesar pada anak adalah risiko terkena diabetes sejak kecil, dimana saat ini, diabetes melitus sangat berisiko terjadi pada anak, khususnya yang menjadi perhatian penuh adalah diabetes tipe-1 pada anak, seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI (Hon) dalam kesempatan yang sama.
Diabetes pada anak digolongkan untuk anak usia baru lahir hingga usia 18 tahun dan dibagi ke dalam beberapa jenis, seperti diabetes tipe bayi, diabetes tipe-2, dan paling banyak diabetes tipe-1.
Prof. Aman menyebutkan diabetes melitus tipe-1 pada anak memerlukan insulin seumur hidup dan jika telat ditangani dapat menyebabkan kematian, “Pada saat pandemi ini cukup banyak.”
“Sebetulnya diabetes pada anak ini adalah sebuah masalah dalam hal mendiagnosis dan sering sekali terlambat, pasien sering datang ketika sudah dalam kondisi berat seperti KAD (ketoasidosis diabetikum), pasiennya tidak sadar (koma), jadi ini meningkatkan angka kematian,” jelas Prof. Aman.
Diabetes pada anak menjadi masalah global yang semakin meningkat di era pandemi ini, dengan 1,2 juta anak mengidap DM tipe-1.
Di Indonesia, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2020, dari 270 juta penderita diabetes, 88 juta diantaranya adalah anak-anak.
“Rata-rata peningkatan pasien diabetes (anak) ini sekitar 7 kali lipat 10 tahun terakhir dan 70% pasien diabetes anak kita ini terdiagnosisnya itu pada saat dengan koma diabetes atau KAD, kenapa? Karena tidak ada awareness orang, jadi dalam keadaan berat dia datang ke rumah sakit,” tegas Prof. Aman menyampaikan tantangan pasien diabetes pada anak di Indonesia.
Jumlah Pasien Diabetes Anak pada Tahun 2022
Baca Juga: Penyintas Diabetes Disarankan Mengonsumsi Kacang-kacangan Sebagai menu Sarapan Utama
Data yang disebutkan oleh Prof. Aman tercatat ada 1.369 anak Indonesia yang menderita diabetes dengan pembagian 556 pria dan 813 wanita.
Rentang usia anak diabetes yang tercatat adalah anak usia nol hingga empat tahun sebanyak 188 kasus, usia lima hingga sembilan tahun sebanyak 313 kasus, usia lebih dari lima belas tahun mencapai 30 kasus.
Terbanyak, ada 466 kasus anak usia sepuluh hingga empat belas tahun yang tercatat menderita diabetes.
“Dengan demikian banyak anak kita yang meninggal tidak ketahuan karena diabetes, atau kita tidak tahu sekarang keadaannya bagaimana, karena tidak terdaftar,” ujar Prof. Aman.
Lebih lanjut menjawab pertanyaan tim GridHEALTH.id, Prof. Aman menyampaikan mengenai detail diabetes anak di Indonesia.
“Jadi (kasus diabetes) anak ini memang meningkat 7 kali lipat, DM pada anak ini ada DM tipe-1 dan juga ada DM tipe-2, adalah karena obesitas, biasanya dia sindrom metabolik dulu dan akhirnya terjadi diabetes,
“Nah, pada anak sudah ada sekarang, kalau DM yang lain, masculinity onset diabetes ini juga sudah ada dan DM pada bayi atau neonates. Kalau DM tipe-2 atau pun misalnya prediabetik atau insulin resistens (pada anak), itu data saya sekitar 13-14% pada anak obes di Jakarta,
“Jadi sudah cukup tinggi sebetulnya, anak obes di Jakarta yang akan menjadi DM dan ini sudah menjadi sindrom metabolik, karena sudah insulin resistens dan juga hipertensi, 33% mereka sudah hipertensi,” jelas Prof. Aman.
Rekomendasi Jumlah Konsumsi Gula Harian
“Dari WHO itu maksimal anak itu boleh mendapat gula hanya 10 persen dari jumlah kalori yang dia dapat, jadi kalau misalnya anak 5 tahun 1.500 kalori, jadi maksimal 10 persen dari itu hanya boleh gula,
“Gula ini sebetulnya bukan gula saja, jadi misalnya dia minum jus fruktosa, itu tidak melalui insulin, langsung diproduksi, dia makan nugget, ayam goreng yang memakai tepung, ini semua sudah gula,” ujar Prof. Aman menjawab pertanyaan dari GridHEALTH.id mengenai konsumsi gula pada anak.
Baca Juga: Pilihan Pengobatan Diabetes yang Bisa Dijalankan dengan Efektif
Dalam Permenkes 28/2019 dikatakan rekomendasi Batasan konsumsi gula adalah kurang dari 52,5 gram atau setara dengan 4 sendok makan per hari.
Pola makan menjadi salah satu cara yang paling penting dan terjangkau, namun dibutuhkan komitmen dalam menjalankannya untuk bisa menghindari risiko obesitas dari konsumsi gula berlebih.
“Edukasi untuk masyarakat dalam hal setiap membeli makanan kemasan harus tahu kandungan kalorinya, terutama glukosanya, sehingga bisa menghindari peningkatan obesitas,” kata Sony.
Selain faktor konsumsi gula, kurangnya bergerak juga dapat meningkatkan obesitas kata Sony.
Komponen makan yang sehat seperti yang dijelaskan oleh Prof. Aman adalah seperempat nya hanya boleh karbohidrat, dengan lima puluh persen sayur dan buah, seperempatnya protein dan lemak. Jika ingin menambah porsinya, maka harus menambah pada porsi protein, bukan karbohidrat.
Lima Pilar Pengaturan Diabetes pada Anak
Prof. Aman menjelaskan setidaknya ada lima pilar pengaturan diabetes pada anak, dimulai dari edukasi, diet harian yang baik, hingga olahraga.
Selain itu, penggunaan insulin untuk anak yang membutuhkan serta cara untuk pengaturan gula darah.
“Lima pilar ini harus bersamaan dan tidak bisa dipisah satu-satu, berbeda dengan dewasa, yang harus semuanya teredukasi seumur hidup,” jelas Prof. Aman.
“Tidak semua keluarga berani mengatakan anaknya menderita diabetes,” kata Prof. Aman menyampaikan salah satu faktor kebudayaan yang masih tinggi di masyarakat, padahal kondisi ini akan membahayakan anak yang terlambat terdeteksi.
“Orangtua harus melihat kandungan gula atau pun kandungan sirup apa yang ada dalam bahan kemasan, edukasi anak jangan sampai terjadi obesitas. Anak ini investasi kita, jadi kita harus ajar masyarakat itu melihat kandungan gula yang dia makan itu berapa,” tegas Prof. Aman dalam memberikan imbauan kepada orangtua terkait pentingnya mencegah anak terkena diabetes. (*)
Source | : | Temu Media Kemenkes RI |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar