GridHEALTH.id - Stunting yang masih jadi masalah belum terselesaikan di Indonesia, sebenarnya bisa dicegah.
Pada 2021, prevalensi atau angka kejadian stunting memang sudah menurun jadi 24,4% dari 27% pada 2019 lalu.
Tapi, angka tersebut masih terbilang tinggi. Setidaknya ada 1 dari 5 anak yang mengalami kondisi ini.
Bertepatan dengan Hari Gizi Nasional yang akan diperingati pada 25 Januari 2022, pahami stunting lebih lanjut.
Stunting adalah kekurangan gizi kronis yang terjadi pada 1.000 hari pertama anak.
Dokter spesialis gizi klinik dr. Raissa Edwina Djuanda, M.Gizi, Sp.GK dari RS Pondok Indah-Puri Indah menjelaskan, 1.000 hari pertama kehidupan dihitung sejak janin terbentuk.
"Dari terbentuk sampai usia 2 tahun. Kekurangan gizi yang berlangsung lama dan menghambat perkembangan otak anak," ujar dokter Raissa dalam diskusi media di Jakarta Pusat, Rabu (18/1/2023).
Jika bicara tentang dampak dari kondisi ini, yang banyak diketahui oleh masyarakat adalah postur tubuh yang berperawakan pendek. Namun seperti yang disebutkan sebelumnya, perkembangan otak juga akan terpengaruh dan efeknya akan dirasakan antar generasi.
“Karena stunting cirinya bukan hanya perawakan pendek, tapi kecerdasan kemampuan berpikirnya pun akan menurun karena berhubungan dengan perkembangan otak,” jelasnya.
“Nggak semua anak yang pendek ini stunting. Kalau memang kecerdasan otaknya baik, bisa saja pendek itu memang karena genetik orangtuanya, bisa juga dari nutrisi. Dari sekian anak pendek, yang stunting hanya beberapa,” sambungnya.
Lebih lanjut, dokter Raissa menerangkan bahwa faktor penyebab stunting sangat beragam.
Mulai dari calon ibu yang baru menikah, pola asuh anak, hingga kondisi sosial dan ekonomi keluarga.
Mencegah stunting sejak dini dapat dilakukan ketika seorang wanita menikah dan berencana mempunyai anak.
Seorang wanita sebaiknya memerhatikan kondisinya sendiri terlebih dulu, mulai dari kondisi fisik, mental, hingga kebutuhan gizinya.
Dilihat apakah sebelum menikah dan hamil, calon ibu memang mengalami kurang gizi atau anemia.
“Perlu jadi catatan, dari Riskesdas 2018, 1 dari 2 ibu hamil mengalami anemia,” kata dokter Raissa.
Anemia merupakan kondisi jumlah sel darah merah yang berada di bawah rata-rata, akibat hemoglobin atau protein yang kaya akan zat besi kurang.
Padahal, hemoglobin berperan untuk mengalirkan oksigen dan zat-zat nutrisi ke seluruh tubuh.
“Jadi kalau anemia hemoglobinnya kurang, yang ada zat gizi yang mengalir ke janin itu nggak maksimal. Anaknya bisa jadi lahir kecil, pendek, anemia juga. Jangan sampai ibu hamil ini jadi anemia,” tuturnya.
Oleh karena itu, bagi ibu hamil yang mengalami kekurangan darah, maka selama kehamilan setidaknya mengonsumsi 90 tablet tambah darah (TTD).
Selain itu, tentu juga perlu memenuhi kebutuhan gizi karena kondisi saat dan sebelum hamil berbeda. Ketika mengandung, maka energi yang dibutuhkan lebih banyak untuk menunjang metabolisme ibu dan janin.
Kemudian juga untuk mendukung pertumbuhan janin, pertumbuhan plasenta ibu, dan simpanan energi yang dibutuhkan dalam produksi ASI (air susu ibu).
Untuk mencegah stunting, penanggulangan cacingan pada ibu hamil juga diperlukan segera dan memberikan perlindungan dari penyakit infeksi, seperti malaria. (*)
Baca Juga: Ternyata Mencegah Stunting Pada Anak Bisa dengan Tempe, Makanan Murah Meriah
Source | : | media diskusi |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar