Tak hanya itu, Syahril juga menjelaskan bagaimana risiko penyakit ini bisa menyerang bayi yang belum aktif secara seksual.
"Ibu yang sedang mengandung atau hamil, itu (menularkan ke anak) bisa melalui plasenta atau aliran darah," jelasnya.
Lebih lanjut, ia juga memaparkan faktor risiko lain penularan penyakit sifilis kepada bayi.
Seorang ibu berisiko menularkan penyakit ini kepada anak selama proses persalinan normal, apalagi jika bayi melakukan kontak langsung dengan luka sifilis.
Melihat risiko penularan sifilis yang bakan bisa terjadi pada bayi sekali pun, membuat diagnosis yang tepat dan cepat sangat penting.
Melansir Cleveland Clinic, bagi ibu hamil untuk mengurangi risiko penularan sifilis ke bayi disarankan untuk rutin melakukan pemeriksaan prenatal dan juga tes PMS.
Perawatan sebelum 26 minggu kehamilan dapat memberikan hasil yang terbaik.
Begitu pula dengan orang-orang yang bukan ibu hamil, bila khawatir dan sudah aktif secara seksual disarankan untuk periksa.
Dokter biasanya akan menanyakan riwayat seksual. Sebaiknya bicara jujur, untuk menilai risikonya. Untuk menguji sifilis, dilakukan pengambilan sampel darah untuk mencari tanda-tanda infeksi.
Selain itu, petugas kesehatan juga akan mengambil sedikit cairan atau sepotong kecil kulit dari luka sifilis untuk diperiksa di bawah mikroskop.
Itulah penyebab sifilis dan segera lakukan pemeriksaan jika memiliki faktor risikonya. (*)
Baca Juga: Inilah Alasan Tak Boleh Bercinta Saat Haid, Berisiko Terkana IMS hingga Endometriosis
Source | : | Cleveland Clinic,YouTube Kemenkes |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | David Togatorop |
Komentar