GridHEALTH.id - Dalam kehidupan sehari-hari, rasanya sudah biasa melihat seseorang menggunakan vape atau rokok elektrik.
Para penggunanya berdalih kalau vape, lebih aman dibandingkan dengan rokok konvensional yang menggunakan tembakau.
Belum lama ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan rilis yang mendesak negara-negara untuk mengetatkan regulasi penggunaan vape, terutama dengan perasa.
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melindungi anak-anak, kelompok bukan perokok, dan meminimalisir ancaman kesehatan.
WHO juga menemukan, tingginya tren penggunaan vape usia remaja, 13-15 tahun, di sejumlah negara.
Kanada salah satunya, selama rentang waktu 2017-2022 terjadi peningkatan pengguna rokok elektrik pada kelompok usia 16-19 tahun.
"Anak-anak direkrut dan dijebak pada usia dini untuk menggunakan rokok elektrik dan mungkin kecanduan nikotin," kata Direktrur Jenderal WHO Dr. Tedro Adhanom Ghebreyesus dalam rilis (14/12/2023).
"Saya mendesak negara-negara untuk menerapkan langkah-langkah ketat untuk mencegah penggunaan nikotin guna melindungi warga negara mereka, terutama anak-anak dan remaja," sambungnya.
Memang, apa dampak penggunaan vape pada usia muda?
Dokter Spesialis Paru Dr. dr. Feni Fitriani Taufik, Sp.P(K), menjelaskan efek jangka panjang dari penggunaan vape memang belum ditemukan.
Pasalnya, rokok elektrik juga masih terbilang baru beredar di tengah masyarakat, kurang lebih 10 tahun terakhir.
Baca Juga: Tak Lebih Baik dari Rokok, Ternyata Ini Bahan Berbahaya yang Terkandung di Vape
Kendati demikian, perlu dipahami kalau dalam vape terdapat kandungan zat yang berbahaya untuk tubuh.
Misalnya nikotin, yang dapat menyebabkan timbulnya efek adiksi atau kecanduan. Ada juga zat berbahaya lainnya seperti propylene glycol, perasa, dan formaldehide.
Material logam yang digunakan untuk membantu proses pemanasan cairan vape, sehingga menghasilkan uap, juga dapat masuk ke tubuh dan merusak paru-paru secara perlahan.
Logam dan formaldehide juga mempunyai sifat karsinogenik, yang artinya berpotensi meningkatkan risiko kanker. Efek vape untuk kesehatan jangka pendek bagi usia muda dan dewasa sudah banyak ditemukan dan bisa dibuktikan.
"Yang paling sering ditemukan iritasi saluran napas, misalnya batuk-batuk, mudah terjadi bronkitis, mudah terjadi asma, atau PPOK," kata dokter Feni saat dihubungi GridHEALTH, Selasa (3/1/2024).
Lebih lanjut ia menjelaskan, kerusakan-kerusakan yang ditimbulkan oleh rokok elektrik pada manusia dapat dilihat dari parameter-parameter tertentu.
Seperti kadar pembekuan darah meningkat, stres oksidatif juga meningkat pada pengguna rokok elektrik, hingga inflamasi pada pembuluh darah.
"Dulu pernah ada (terkena) Evali, kerusakan paru yang berat pada pengguna rokok elektrik di Amerika pada 2019," katanya.
"Parunya itu rusak sedemikian rupa, sehingga untuk napas biasa enggak cukup kuat, harus dibantu ventilator utuk memenuhi kebutuhan oksigen karena paru nya meradang, putih-putih. Ada yang bertahan, tapi ada juga yang tidak," sambungnya.
Sementara pada hewan coba tikus, ditemukan bahwa rokok elektrik dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan perlindungan aveoli.
Terdapat pula hasil penelitian yang menemukan fenomena second hand nicotine vaping. Adanya peningkatan gejala bronkitis dan sesak napas di kalangan dewasa muda yang terpapar oleh uap vape. (*)
Baca Juga: Kenapa Usia Muda Mengalami Hipertensi? Ternyata Ini 6 Penyebabnya
Source | : | who.int,Wawancara |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar