“Idealnya, pasien yang sudah resisten harus melakukan uji kultur. Proses ini agak lama, sekitar dua mingguan pemeriksaannya.”
Syahril menambahkan, penyakit infeksi, termasuk infeksi akibat resistensi obat antibiotika, dapat menular.
Oleh karena itu, pasien yang dirawat harus diisolasi agar tidak bercampur dengan pasien lain yang mengalami penyakit berbeda, seperti diabetes atau kanker.
“Tidak boleh tercampur. Pasien infeksi harus sekelompok dengan pasien infeksi lain, harus sama-sama diisolasi. Kalau bakteri resisten di dalam tubuh pasien sendiri, maka gejalanya akan menjadi berat dan juga sangat menulari, misalnya, tuberkulosis (TB),” tambahnya.
“Apabila bakteri TB resisten terhadap obat antibiotika, tentunya bahaya buat pasien itu sendiri. Dia harus minum obat oral dan suntik dalam jangka waktu yang lebih panjang. Lalu, bakterinya jauh lebih berbahaya dan menular kepada orang lain daripada (bakteri) yang tidak resisten.”
Oleh karena itu, Syahril kembali mengingatkan agar para dokter tidak terlalu cepat memberikan obat antibiotika kepada pasien.
Tindakan itu dapat menjadi salah satu penyebab utama resistensi obat.
“Di negara-negara yang sudah maju, dokter diawasi dalam memberikan obat antibiotika. Tidak boleh dokter memberikan secara sembarangan.” ucapnya.
“Kadang-kadang, pasien atau keluarga di sana juga mengatakan kepada dokter supaya jangan dikasih obat antibiotika dulu,” pungkasnya.
Nah, itu dia penjelasan mengenai penggunaan obat antibiotika.
Semoga bermanfaat! (*)
Baca Juga: Jangan Asal Minum Antibiotik, Ahli Ungkap Efeknya Bila Digunakan Tidak Sesuai Kebutuhan
Penulis | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
Komentar