GridHEALTH.id - Sejak kasus virus corona meningkat pesat secara signifkan beberapa pekan ini, memang membuat semua kalangan pontang-panting menghadapinya.
Termasuk kalangan awam, juga menggunakan berbagai cara untuk mencoba bersikap 'tenang' menghadapinya.
Di antaranya mengikuti saran untuk tidak membaca, mengunggah, dan membagikan berita tentang Covid-19 yang beredar dalam beberapa media sosial selama sepekan terakhir. Seruan tersebut disampaikan melalui poster digital dan teks tertulis.
Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) menemukan setidaknya sembilan poster digital ajakan tersebut dengan desain mirip.
Poster-poster itu mengatasnamakan warga Bojonegoro, Lamongan, Gresik, Purbalingga, Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Majalengka, dan Cirebon.
Seruan dalam bentuk tertulis dengan pesan serupa juga menyebar melalui grup-grup WhatsApp.
Baca Juga: Risiko Stroke Pada Wanita Meningkat di Usia 50, Cegah dengan Cara Ini
Tulisan tersebut mengklaim ada negara negara yang melarang warga negaranya mengirimkan berita tentang Covid-19 melalui media sosial.
Antara lain Timor Leste, Brunei Darussalam, Singapura, Malaysia, dan Australia. Padahal ini juga belum diverifikasi kebenarannya.
Seruan melalui teks tersebut juga meminta agar pesan tersebut disebarkan sebanyak-banyaknya ke teman dan saudara.
Isi pesannya sama, agar masyarakat tidak membaca, mengikuti informasi dan berita tentang Covid-19 di media, karena dianggap bisa menganggu imun.
Belum diketahui siapa yang menjadi otak di balik penyebaran poster digital dan teks tertulis tersebut.
Namun temuan jurnalis di beberapa kota, pesan ini awalnya justru disebarkan oleh pejabat dan aparat setempat.
AJI menilai hal ini merupakan bagian dari propaganda keliru yang justru bisa membahayakan keselamatan publik.
Hal ini karena ajakan tersebut disampaikan di saat wabah Covid-19 sedang terjadi meluas di Indonesia dan banyak warga sudah kesulitan mendapatkan layanan fasilitas kesehatan yang tak mampu menampung lonjakan jumlah pasien.
Baca Juga: 3 Tanda Perlemakan di Hati Ternyata Bisa Tampak Dari Kesehatan Mulut
Baca Juga: Gunakan Kayu Manis Sebagai Pengobatan Rumahan Untuk Mengatasi Diabetes
Seruan ini berpotensi membuat publik tidak mendapatkan informasi yang tepat. Padahal informasi tersebut dibutuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam menentukan tindakan agar dapat selamat dalam situasi pandemi Covid-19 yang semakin mengganas.
AJI juga menyebut ajakan ini bisa menyebabkan masyarakat terjebak pada rasa aman palsu (toxic positivity), yang justru akan membuat mereka abai dengan protokol kesehatan.
"Informasi yang akurat mengenai skala penularan dan dampak dari pandemi ini justru dibutuhkan warga untuk membangun kesiapsiagaan," tegas AJI dalam keterangan tertulisnya yang diterima GridHEALTH.id (17/07/2021).
Tindakan publik mengunggah berita itu juga bagian hak kebebasan berekspresi yang telah dijamin oleh Undang-Undang Dasar Pasal 28F.
Isi pasal tersebut adalah "Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
Menyikapi hal tersebut, AJI Indonesia menyatakan mengecam penyebaran seruan tidak membaca, mengunggah, dan membagikan berita tentang Covid-19 karena dapat membahayakan keselamatan publik.
"Seruan ini merupakan bentuk pelecehan terhadap jurnalis dan karya jurnalistik karena dinilai sebagai penyebab turunnya imun seseorang dalam situasi pandemi," kata AJI.
Baca Juga: Jangan Menggunakan Sabun Biasa Untuk Membersihkan Area Kewanitaan, Ini Alasannya
Baca Juga: Begini Cara Mudah Mencegah Penyakit Infeksi Influenza Pada Lansia
Jurnalis profesional dalam bekerja selalu mematuhi Kode Etik Jurnalistik. Kendati demikian, masyarakat yang merasa dirugikan pemberitaan dapat meminta hak jawab dan hak koreksi, serta melapor ke Dewan Pers sebagaimana diatur dalam Undang-undang Pers.
AJI juga melihat seruan ini sengaja dipropagandakan untuk membungkam upaya kritis media dalam memberitakan fakta-fakta mengenai pandemi dan penanganannya di Indonesia.
Karena itu, pemerintah, terutama Kementerian Komunikasi dan Informatika, perlu meluruskan salah kaprah mengenai seruan ini.
AJI juga meminta Dewan Pers segera menyikapi serangan-serangan terhadap jurnalis dan pers nasional dalam pandemi Covid-19 yang semakin masif dan mengancam kebebasan pers.
Awal bulan lalu (05/07/2021), kepolisian Indonesia atau Humas Polda Bengkulu juga memberikan stempel hoaks terhadap berita 63 pasien meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) DR. Sardjito Yogyakarta, akibat kelangkaan oksigen.
Baca Juga: 7 Pengobatan Rumahan Hemat Biaya Hilangkan Flek Hitam di Wajah
"Stempel hoaks atau informasi bohong terhadap berita yang terkonfirmasi, merusak kepercayaan masyarakat terhadap jurnalisme profesional, yang telah menyusun informasi secara benar sesuai Kode Etik Jurnalistik," tegas AJI.
Oleh karena itu, "Dewan Pers perlu berkoordinasi secepatnya dengan aparat penegak hukum untuk menghentikan kekerasan terhadap jurnalis yang mengancam kebebasan pers dan membahayakan keselamatan publik." (*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL