Find Us On Social Media :

Pejabat dan Publik Figur Indonesia Sibuk Berharap Vaksin Dosis Ketiga, The Lancet Malah Sebutkan Vaksin Penguat Tidak Dibutuhkan Masyarakat Umum

Sejak awal Agustus 2021 tenaga kesehatan mulai disuntik vaksin booster. Ilmuwan tegaskan bukan untuk masyarakat umum.

GridHEALTH.id - Tindakan pejabat dan figur publik termsuk artis 'pamer'  telah mendapatkan vaksin ketiga Covid-19 atau vaksin booster dianggap mencederai rakyat di saat banyak rakyat yang masih antre untuk mendapatkan suntikan bahkan dosis pertama.

Hal ini juga berkaitan dengan aturan yang ditetapkan pemerintah bahwa vaksin booster hanya untuk para tenaga kesehatan yang rawan terkena Covid-19 di saat pandemi masih berlangsung.

"Surat Edaran Nomor HK.02.01/1919/2021 menyebutkan bahwa booster vaksin hanya untuk tenaga kesehatan," kata Anggota Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan,  Netty Prasetiyani Aher dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis 26 Agustus 2021, dikutip dari Antara News.

Netty mengkritisi rekan-rekannya sesama anggota DPR yang sudah mendapatkan dan memintak disuntik vaksin booster.

Lapor Covid-19 juga mengingatkan bahwa alasan vaksin booster diberlakukan adalah untuk melindungi para tenaga kesehatan. Merekalah yang harusnya mendapatkan vaksin ketiga ini, diikuti para lansia.

Ini diperkuat dengan pernyataan bahwa penguat vaksin Covid-19 tidak dibutuhkan secara luas, kata sekelompok ilmuwan internasional dalam sebuah laporan baru di jurnal medis .

Baca Juga: Pejabat dan Figur Publik Ramai Mengaku Dapat Vaksin Booster, Presiden Jokowi Diimbau Jangan Ikut-ikutan

Baca Juga: Hari Keamanan Pangan Sedunia: 10 Makanan Tidak Boleh Ditaruh di Kulkas

Laporan tersebut, yang diterbitkan di The Lancet pada hari Senin (13/09/2021), menyimpulkan bahwa bahkan dengan ancaman varian Delta yang lebih menular, dosis booster untuk populasi umum tidak sesuai pada tahap pandemi ini.

"Setiap keputusan tentang perlunya peningkatan atau waktu peningkatan harus didasarkan pada analisis yang cermat dari data klinis atau epidemiologis yang terkontrol secara memadai, atau keduanya, yang menunjukkan pengurangan penyakit parah yang terus-menerus dan bermakna," tulis para ilmuwan.

Para ilmuwan mengatakan lebih banyak bukti diperlukan untuk membenarkan booster, dan bahwa vaksin tetap sangat efektif melawan gejala Covid-19 yang parah, di semua varian virus utama termasuk Delta.

“Secara keseluruhan, penelitian yang tersedia saat ini tidak memberikan bukti yang kredibel tentang penurunan perlindungan secara substansial terhadap penyakit parah, yang merupakan tujuan utama vaksinasi,” kata penulis utama Ana-Maria Henao-Restrepo, dari WHO.

Dia mengatakan dosis vaksin harus diprioritaskan kepada orang-orang di seluruh dunia yang masih menunggu suntikan.

“Jika vaksin dikerahkan di tempat yang paling baik, mereka dapat mempercepat akhir pandemi dengan menghambat evolusi varian lebih lanjut,” tambahnya.

Pandangan itu bertentangan dengan rencana pemerintah AS untuk mulai menawarkan putaran suntikan lain kepada banyak orang Amerika yang divaksinasi penuh segera minggu depan, bergantung pada persetujuan dari regulator kesehatan.

Baca Juga: Dua Langkah Sederhana menuju Diet yang Lebih Sehat, Mudah Diterapkan!

Baca Juga: Studi di Italia, Covid-19 Memangkas Harapan Hidup Hingga 1,2 Tahun

Para penulis mengakui bahwa beberapa individu, seperti mereka yang mengalami gangguan kekebalan, dapat memperoleh manfaat dari dosis tambahan.

Sebuah panel ahli yang menyarankan Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) tentang vaksin berencana bertemu pada 17 September 2021 untuk membahas dosis tambahan suntikan Pfizer-BioNTech, langkah pertama dalam peluncuran booster yang lebih luas.

Beberapa negara telah mulai menawarkan dosis tambahan karena kekhawatiran tentang varian Delta yang jauh lebih menular, menyebabkan WHO menyerukan moratorium suntikan ketiga di tengah kekhawatiran tentang pasokan vaksin ke negara-negara miskin, di mana jutaan orang belum menerima suntikan pertama mereka.

“Pasokan vaksin saat ini dapat menyelamatkan lebih banyak nyawa jika digunakan pada populasi yang sebelumnya tidak divaksinasi,” tulis para penulis.

Negara-negara seperti Prancis telah mulai mendistribusikan suntikan ketiga kepada orang tua dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah, sementara Israel telah melangkah lebih jauh, menawarkan anak-anak berusia 12 tahun ke atas dosis ketiga lima bulan setelah menerima suntikan kedua.

Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus telah meminta negara-negara untuk menghindari memberikan suntikan Covid-19 tambahan hingga akhir tahun, karena badan kesehatan PBB mendesak semua negara untuk memvaksinasi setidaknya 10% dari populasi mereka pada akhir bulan ini, dan setidaknya 40% pada akhir tahun ini.

Artikel Lancet menyimpulkan bahwa varian saat ini belum cukup berkembang untuk menghindari respons imun yang diberikan oleh vaksin yang saat ini digunakan.

Baca Juga: Manfaat Vitamin D, Bantu Pernapasan pada Penderita Tuberkulosis (TBC)

Baca Juga: Riset, Satu dari Dua Orang Berpotensi Terkena Kanker Pada Suatu Saat Dalam Hidup Mereka

Para penulis berpendapat bahwa jika mutasi virus baru muncul yang mampu menghindari respons ini, akan lebih baik untuk memberikan penguat vaksin yang dimodifikasi secara khusus yang ditujukan untuk varian yang lebih baru, daripada dosis ketiga dari vaksin yang ada. (*)

#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL