Find Us On Social Media :

Pasien di ICU Rawan Infeksi, Perlu Ada Meminimalisir Risiko Resistensi Antimikroba

Apabila tidak dikendalikan, resistensi mikroba di ICU dapat menyebabkan ketidakefektifan dalam penanganan infeksi.

GridHEALTH.id - Pengendalian Resistansi Antimikroba (AMR) pada pasien infeksi di  Intensive  Care  Unit  (ICU)  penting  untuk  dilakukan.  Apabila  tidak  dikendalikan,  AMR  dapat  menyebabkan ketidakefektifan dalam penanganan  infeksi.

Infeksi yang  disertai dengan Resistansi  Antimikroba  dapat  menyebabkan  pasien  tinggal  lebih  lama  di  rumah  sakit,  biaya perawatan dan pengobatan yang mahal, bahkan kematian. 

Prof. Dr. dr. Hindra Irawan Satari, Sp.A (K), M.TropPaed, Ketua Perhimpunan Pengendalian Infeksi  Indonesia  (PERDALIN)  mengatakan, Antimicrobial  Resistance  merupakan  masalah kesehatan global yang sangat serius.

Terdapat kekhawatiran tentang semakin meningkatnya superbug  yang  resistan  terhadap  beberapa  antimikroba  sekaligus  (multi-drugs  resistance, MDR).  AMR  dapat  terjadi  karena  penggunaan  antibiotik  yang  tidak  tepat  pada  berbagai sektor. 

"Penyebaran  bakteri  yang  mengandung  gen  pembawa  sifat  AMR  dapat  berakibat kepada masyarakat menjadi terpapar  AMR melalui infeksi, makanan,  dan  lingkungan, khususnya  di  ICU  yang  merawat  pasien  berat  sehingga  terdapat  kemungkinan  pasien terpapar  superbug  yang  berbahaya  tersebut. 

Infeksi  yang  timbul  akibat  patogen  tersebut dalam banyak kasus tidak responsif terhadap pengobatan yang saat ini tersedia,” katanya dalam  acara Virtual Media Briefing dengan tema “Meminimalisasi Risiko Resistansi Antimikroba pada Pasien Infeksi di ICU”  (07/10/2021).

Baca Juga: Dosis Obat, Hanya 13% Dari Resep Antibiotik Rawat Jalan yang Tepat, Studi

Baca Juga: 6 Tips Untuk Peregangan yang Aman Guna Terhindar Dari Risiko Cedera

Studi epidemiologi tentang S.pneumoniae berhubungan dengan munculnya krisis AMR telah dilaporkan di Cina.

Krisis ini semakin memburuk dan telah menjadi masalah keamanan publik  dan global yang dapat menyebabkan bahaya serius bagi kesehatan manusia dan hewan serta lingkungan.

Hal ini disebabkan karena munculnya resistansi bakteri jauh lebih cepat dibandingkan  dengan  penemuan agen antimikroba baru. 

Sementara  itu,  dalam  beberapa dekade terakhir, Timur Tengah telah menjadi reservoir untuk Extended-Spectrum  Cephalosporin dan Carbapenem Resistant Gram-negative Bacilli (GNB).

Munculnya carbapenemases banyak terjadi di rumah sakit, sementara itu selain pada manusia, Extended Spectrum Beta Lactamases (ESBL) dan resistensi colistin juga terjadi pada hewan.

Prof. Hindra juga menambahkan, “Mengingat kompleksitas permasalahan AMR pada bidang  kesehatan  manusia  dan  hewan  dan  berbagai  tantangannya,  sangat  penting  untuk  dapat  menekankan  peranan  One  Health  dalam  melawan  AMR."

Pada  kesempatan  yang  sama, dr.  Anis  Karuniawati,  PhD,  SpMK(K),  Koordinator  Bidang Organisasi  Perdalin,  mengatakan,  “Penyebaran  AMR  dapat  terjadi  karena  limbah  dapat mengandung bakteri dengan gen pembawa sifat AMR yang kemudian dapat dipindahkan dari satu bakteri ke bakteri lainnya.  Bakteri tersebut mengkontaminasi air, tanah, dan lingkungan.

Baca Juga: CEO Pfizer Memprediksi Kehidupan Normal di Tahun Depan, Bahkan Dengan Varian Baru Virus Corona

Baca Juga: Diabetes dan Genetika, Lihat Seberapa Besar Kemungkinan Kita Terkena Jika Orangtua Menyandang Diabetes

Berdasarkan Distribusi Data AMR yang dikumpulkan dari spesimen darah dan urine, terdapat beberapa bakteri yang ditemukan, terutama K.pneumoniae dan E.coli.

“Pemerintah dapat turut andil dalam melawan AMR salah satu caranya adalah dengan meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan penyebaran penyakit infeksi melalui  higiene,  sanitasi,  dan  vaksinasi,  serta  peningkatan  kualitas  pelayanan  kesehatan, diantaranya  penyediaan  laboratorium  mikrobiologi  untuk  mendukung  diagnosis  penyakit infeksi dan menentukan jenis antibiotik yang diperlukan pada kasus infeksi 

Selain itu diharapkan Rencana Aksi Nasional (RAN) AMR 2020-2024 dapat dilaksanakan oleh  kementerian terkait. RAN tersebut memiliki visi:  Terwujudnya Indonesia sehat dan bebas dari dampak resistensi antimikroba melalui pendekatan One Health,” tuturnya menjelaskan.

Dr. Dini Arini, Senior Medical Manager Pfizer Indonesia, menjelaskan bahwa Pfizer mendukung program dan strategi One Health yang disuarakan komunitas kesehatan Indonesia  dan  dunia  internasional.

Menurut  data  dari  Sepsis  Alliance,  meskipun  AMR merupakan krisis kesehatan global, survey kepada lebih dari 6300 orang menyatakan bahwa  kesadaran  masyarakat  akan  AMR  masih  sangat  rendah. 

Baca Juga: Kaizen, Cara Jepang Untuk Mengalahkan Kemalasan Agar Lebih Produktif

Baca Juga: Infeksi Jamur di Kuku, Ini 7 Pengobatan Rumahan Untuk Mengatasinya

“Pfizer secara konsisten berupaya untuk memberikan kontribusi nyata dalam upaya mengatasi Resistensi Antimikroba melalui dukungan terhadap tatalaksana pemberian antibiotik yang tepat bagi para tenaga kesehatan profesional dan manajemen rumah sakit melalui program-program penguatan kapasitas dan aktivitas edukasi yang bersifat ilmiah dan non-promosional,” ungkapnya.

Selain  melaksanakan  program  edukasi  publik  tentang  bahaya  AMR  melalui  media  massa, Pfizer  tahun  lalu  bekerjasama dengan  Komite  Pengendalian Resistensi  Antimikroba  (KPRA).

Baca Juga: Studi Laboratorium Tunjukkan Molnupiravir Kurangi Angka Kematian dan Rawat Inap Akibat Varian Virus Corona

Baca Juga: Diabetes Tidak Dapat Disembuhkan Namun Bisa Dicegah Komplikasinya

Tahun  ini,  sehubungan  dengan  hal  tersebut,  kata  dr.  Dini,  Pfizer  Indonesia  menginisiasi program "Victory: Menang itu Tuntas", melalui Gerakan 2T: Tuntas Menentukan (bagi para tenaga kesehatan profesional dan fasilitas kesehatan agar menuntaskan penilaian penggunaan  serta  implementasi  ASP) dan Tuntas Menggunakan (bagi  para  pasien  agar  mengonsumsi  antibiotik  secara  tuntas  sesuai  dengan  anjuran  dokter. ) (*)