GridHEALTH.id – Setiap negara punya cara yang berbeda-beda dalam menangani Covid-19. Ada yang menerapkan lockdown, penutupan sebagian wilayah seperti PSBB di Indonesia, ada juga yang langsung menerapkan herd immunity.
Artikel yang diterbitkan MIT Technology Review menyatakan pada dasarnya ada tiga cara untuk menghentikan penyakit Covid-19 untuk selamanya.
Salah satunya melibatkan pembatasan luar biasa pada pergerakan yang kini dikenal lockdown, serta pengujian agresif, untuk menghentikan transmisi sepenuhnya. Namun, ini sulit mengingat virus corona sekarang telah mewabah ke 100 lebih negara.
Yang kedua adalah vaksin yang bisa melindungi semua orang, tetapi vaksin masih perlu dikembangkan dan kita hanya boleh berharap karena tampaknya masih lama.
Yang ketiga berpotensi efektif tetapi mengerikan untuk dipertimbangkan, yakni membiarkan orang tertular sampai mendapatkan kekebalan virus.
Jika virus terus menyebar, pada akhirnya banyak orang yang akan terinfeksi dan (jika mereka bertahan hidup) menjadi kebal sehingga wabah akan hilang dengan sendirinya, karena kuman menemukan semakin sulit untuk menemukan inang yang rentan. Fenomena ini dikenal sebagai "herd immunity".
Baca Juga: Indonesia Hindari Lockdown, Apakah Herd Immunity Akan Jadi Skenario?
Baca Juga: Studi : Ternyata Virus Corona Bisa Tertinggal di Sarung Bantal
Swedia salah satunya, adalah negara yang terang-terangan mengambil pendekatan herd immunity. Tetapi Swedia jujur mengungkapkan bahwa meskipun mengadopsi langkah-langkah yang lebih santai untuk mengendalikan virus corona, hanya 7,3% orang di Stockholm yang mengembangkan antibodi yang diperlukan untuk melawan penyakit pada akhir April.
Angka tersebut, yang dikonfirmasi oleh Otoritas Kesehatan Masyarakat Swedia, kira-kira sama dengan negara-negara lain yang memiliki data dan jauh di bawah 70-90% yang dibutuhkan untuk menciptakan herd immunity dalam suatu populasi,.
Kepala ahli epidemiologi Swedia Anders Tegnell mengatakan jumlah itu "sedikit lebih rendah" dari yang diharapkan "tetapi tidak terlalu rendah, mungkin satu atau beberapa persen."
"Itu sesuai dengan model yang kami miliki," katanya saat berbicara di konferensi pers di Stockholm.
Penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Masyarakat Swedia bertujuan untuk menentukan potensi herd immunity dalam populasi, berdasarkan 1.118 tes yang dilakukan dalam satu minggu.
Ini bertujuan untuk melakukan jumlah tes yang sama setiap tujuh hari selama periode delapan minggu. Hasil dari daerah lain akan dirilis nanti, kata juru bicara Otoritas Kesehatan Masyarakat Swedia.
Alih-alih mengorbankan kebebasan masyarakat, Swedia telah mengadopsi strategi yang berbeda dengan negara-negara Nordik lainnya selama pandemi, memilih untuk menghindari lockdown dan menjaga sebagian besar sekolah, restoran, salon dan bar tetap buka.
Baca Juga: Bisnis Baru Jeli Lihat Peluang, Rumah Sakit Sediakan Surat Layak Terbang Bebas Covid-19
Baca Juga: Banyak Minum Bisa Merusak Ginjal? Simak Faktanya dari Ahli Kesehatan
Namun, pemerintah mengimbau orang untuk menahan diri melakukan perjalanan panjang dan menekankan tanggung jawab pribadi.
Strategi ini dikritik oleh para peneliti Swedia sejak awal, yang mengatakan bahwa upaya untuk menciptakan herd immunity memiliki dukungan yang rendah.
Herd immunity tercapai ketika mayoritas populasi tertentu, sekitar 70 hingga 90%, menjadi kebal terhadap penyakit menular, baik karena mereka telah terinfeksi dan pulih, atau melalui vaksinasi.
Tetapi dilansir Business Insider, Senin (25/5/2020), sejauh ini hanya 7,3 persen orang Swedia yang punya antibodi. Hal itu terungkap dalam studi yang berasal dari pemeriksaan terhadap 1.100 warga Stockholm.
Sejauh ini, kasus virus corona di Swedia adalah yang tertinggi dibanding negara-negara Skandinavia lain seperti Norwegia, Finlandia, Denmark, dan Islandia.
Berdasarkan peta Johns Hopkins University, total kasus virus corona di Swedia adalah 33.459 kasus dengan kematian berjumlah 3.998.
Bila melihat total angka, kematian akibat virus corna di Swedia lebih rendah ketimbang negara-negara Eropa yang menerapkan lockdown, seperti Inggris, Prancis, dan Italia.
Baca Juga: 5 Tanda Tubuh Terserang Multiple Sclerosis, Penyakit Autoimun yang Patut Diwaspadai
Baca Juga: Jantung Berdetak Lebih Cepat? Lakukan 3 Cara Agar Jantung Lebih Sehat
Akan tetapi, angka kematian harian akibat virus corona per 1 juta orang di Swedia sudah lebih tinggi dari Italia, Inggris, bahkan melebihi Amerika Serikat.
Namun pemerintah Swedia, melalui Tegnell, masih tetap percaya diri. Menurutnya, Swedia akan berhasil dalam jangka panjang ketika melawan gelombang kedua virus corona.
"Pada musim gugur akan ada gelombang kedua," ujar Tegnell kepada Financial Times. "Swedia akan memiliki level imunitas tinggi dan jumlah kasus kemungkinan akan cukup rendah."
Berikut jumlah kasus di negara-negara Skandinavia:
1. Swedia: 33.459 kasus (3.998 pasien meninggal)
2. Norwegia: 8.352 kasus (235 meninggal)
3. Finlandia: 6.579 kasus (307 meninggal)
4. Denmark: 11.360 kasus (562 meninggal)
5. Islandia: 1.804 kasus (10 meninggal)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebelumnya telah memperingatkan bahwa teori Herd Immunity untuk mengatasi virus corona sangat berbahaya.
Direktur Eksekutif Program Darurat Kesehatan WHO Dr Mike Ryan menegaskan bahwa manusia bukanlah kawanan ternak yang bisa dibiarkan begitu saja.
Baca Juga: Berlebaran Asyik Menyantap Masakan Pedas, Ini yang Akan Terjadi Pada Tubuh
Baca Juga: Di Amerika Serikat Mulai Muncul Sindrom Berbahaya Pada Anak-anak Terkait Covid-19
“Ini adalah penyakit serius. Ini adalah musuh publik nomor satu. Kami mengatakannya lagi, lagi, dan lagi bahwa akan terjadi 'pembunuhan manusia' yang besar bila ini dit,erapkan," kata Dr Ryan diberitakan The Telegraph, 12 Mei 2020. (*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | Financial Times,Bussines Insider,The Telegraph |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar