GridHEALTH.id - Penggunaan masker kain dalam menangkal virus corona (Covid-19) kembali menjadi perhatian masyarakat.
Pasalnya Juru Bicara Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Prof. Wiku Adisasmito mengatakan masker kain seperti scuba dan buff tak efektif dalam mencegah virus corona.
"Masker scuba atau buff adalah masker dengan satu lapisan saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus lebih besar," jelas Wiku dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden yang tayang Selasa (15/9/2020).
Jika ditilik dari sisi medis masker memang berguna menangkal paparan virus hingga bakteri.
Menurut sfcdcp.org, penggunaan masker berguna untuk mencegah penularan penyakit, mencegah iritasi, mencegah kambuhnya alergi akibat udara, juga melindungi diri dari paparan polusi udara.
Masker juga membantu membatasi penyebaran kuman, bakteri ataupun virus termasuk Covid-19 yang penularannya sulit diprediksi.
Namun berbicara dengan masker kain, faktanya tidak semua masker kain bisa memberikan perlindungan terhadap Covid-19.
Hal itu diungkap Praktisi Klinik, Edukator Pengamat Kesehatan dan Relawan Covid 19 dr Muhamad Fajri Adda’i saat talkshow dengan Radio Elshinta, Kamis (17/9/2020).
Baca Juga: 17 Aturan Baru yang Wajib Dipatuhi Warga DKI Selama PSBB Ketat
Baca Juga: 5 Tanda Ini Muncul Artinya Daya Tahan Tubuh Melemah, Waspada Infeksi Covid-19, Segera Antisipasi
Menurutnya masker kain yang direkomendasikan seharusnya adalah masker kain dengan 2-3 lapis dengan kerapatan 180 benang/inch (catoon cult).
Hal ini dikarenakan berkaitan dengan kemampuan menyaring kuman.
“Masker N95 dan masker medis untuk tenaga medis saja. Masyarakat umum menggunakan masker kain. Kain yang bagus minimal bahan katun, bahan catoon cult dengan kerapatan 180 benang per inchi. Secara kasat bisa dilihat katunnya agak tebal. Boleh juga masker sutera bahannya halus banget dan rapat punya kemampuan menyaring juga,” kata dokter Fajri.
Bahan campuran katun dengan sifon juga bagus, ada bukti ilmiah yang terbukti kerapatannya bisa mencegah masuknya Covid 19.
“Tapi terpenting juga memakai masker juga harus benar. Menutup hidung dari dagu. Kalau makainya masih miring-miring ya percuma walaupun bahan kainnya sudah bagus,” ucapnya.
Sementara itu untuk jenis scuba, menurut dokter Fajri, masker jenis itu terlalu tipis karena biasanya hanya satu lapis. Sehingga justru jadi mudah menyebarkan virus.
Baca Juga: Update Klaster Perkantoran, Kementerian Kesehatan Paling Banyak Kasus Covid-19
Ia kemudian mengilutrasikan penggunaan scuba dengan helm yang tidak standar.
Menggunakan helm yang tidak standar, ketika terjadi kecelakaan helm itu tetap tidak melindungi juga.
Bahkan penggunaan masker scuba ini juga berbahaya, karena merasa aman padahal tidak punya kemampuan menyaring. Bebas batuk atau bersin padahal dropletnya masih keluar dan menulari.
Baca Juga: Orangtuanya Tak Dapat Bantuan Pemerintah Selama Lockdown, Bocah 5 Tahun Akhirnya Meninggal Kelaparan
“Jangan-jangan terjadi outbreak (wabah) di kantor atau di beberapa tempat gara-gara pemakaian masker yang salah. Dampaknya jadi panjang,” katanya.
Alasan yang sama juga pada pemakaian buff sangat tidak disarankan. Bahannya terlalu tipis dan juga hanya satu lapisan.
Begitu juga masker rajutan (knit) walaupun tebal tapi tidak punya kerapatan yang cukup.
Karenanya ia menyarankan, agar diberlakukannya juga standarisasi masker. Sayangnya regulasinya juga belum jelas, saat ini baru statement penggunaan masker saja.
Baca Juga: Patient Safety Day 2020, Pentingnya Melaporkan Efek Samping Obat Kepada Dokter
Padahal alat kesehatan lain seperti thermometer misalnya ada standard nasionalnya. Di satu sisi kesadaran masyarakat untuk menggunakan masker juga belum merata.
Selain menggunakan masker, untuk lebih amannya, apalagi menggunakan kendaraan umum seperti kereta, disarankan menggunakan face shield (pelindung wajah). '
Alasannya virus tidak mengenai mata dan juga kita lebih terhindar. Menggunakan masker masih memungkinkan adanya bagian wajah yang terbuka.
Jika tidak face shield, penggunaan kacamata juga disarankan. Ia mengatakan, sudah ada penelitan bahwa pengguna kacamata lebih rendah terkena positif Covid 19 dibanding dengan yang tidak menggunakan kacamata.
“Selama ini yang dianut, penularan lewat droplet atau butian air liur yang terbang kalau ada celah setidaknya tidak kena langsung. Ketika dua orang sama-sama pakai masker dan jarak cukup jauh risko penyebaran kecil,”jelasnya.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
Source | : | tribunnews,sfcdcp.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar