Vaksin DC atau yang dinamai vaksin Nusantara yang diinisiasi mantan Terawan memulai tahap uji klinis kedua di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dokter Kariadi Semarang, Selasa (16/2/2021).
Penelitian ini dilaksanakan di RS Kariadi Semarang bekerjasama dengan RSPAD Gatot Subroto dan Balitbangkes Kementerian Kesehatan.
Setelah dr Terawan mengutarakan hal tersebut, DC menjadi vaksin Covid-19, tidak sedikit yang kontra dengannya.
"(Vaksin Nusantara sebaiknya) tidak didanai oleh pemerintah dan dihentikan oleh BPOM bila ada aturan yang tidak sesuai," kata Pandu Riono selaku Epidemiolog Universitas Indonesia kepada Kompas.com, Sabtu (20/2/2021).
Baca Juga: 'Donor Super' Pada Terapi Plasma Bisa Menjadi Kunci Melawan Varian Covid-19, Kata Ahli
Pandu mengatakan Vaksin Nusantara yang mengandung DC, sebelumnya banyak digunakan untuk terapi pada pasien kanker, yang merupakan terapi yang bersifat individual.
Pada terapi kanker vaksin DC ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut.
"Sementara, pada vaksin, sel dendritik ditambahkan antigen virus," jelas pandu.
Selain itu DC perlu pelayanan medis khusus karena membutuhkan peralatan canggih, ruang steril, dan inkubator CO2, dan adanya potensi risiko.
Potensi risiko yang sangat besar bisa terjadi seperti sterilitas, pirogen atau ikutnya mikroba yang menyebabkan infeksi dan tidak terstandar potensi vaksin, karena pembuatan individual.
"Jadi, sebenarnya sel deindritik untuk terapi bersifat individual, dikembangkan untuk terapi kanker. Sehingga tidak layak untuk vaksinasi massal," tegas Pandu.
Baca Juga: Rusia Laporkan Ada Infeksi Flu Burung H5N8 untuk Pertama Kalinya, Apa Itu?
Source | : | Kompas.com,intisari,frontiersin.org,immunology.org |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar