GridHEALTH.id - Bayi baru lahir sering kali mengalami gangguan pernapasan, terutama saat mereka sedang tidur.
Nafas ini bisa terdengar seperti mendengkur. Dalam kebanyakan kasus, suara-suara ini bukanlah pertanda sesuatu yang berbahaya.
Baca Juga: Cara Mudah Hilangkan Kebiasaan Mengorok Dengan Makan, Ini Kata Ahli
Saluran hidung bayi baru lahir sangat kecil, sehingga sedikit kekeringan atau lendir berlebih di hidung mereka dapat membuat mereka mendengkur atau bernapas dengan berisik.
Terkadang, yang terdengar seperti mendengkur hanyalah cara mereka bernapas saat baru lahir. Saat mereka tumbuh, pernapasan bayi yang baru lahir biasanya menjadi lebih tenang.
Namun, jika bayi mulai mendengkur, dan mengalami gejala lain, kita sebaiknya memastikan bahwa suara tersebut bukan merupakan indikasi sesuatu yang lebih serius.
Melansir dari sleepfoundation.org dalam artikel 'Snoring in Children', tidak semua dengkuran pada anak itu sama.
Frekuensi, tingkat keparahan, dan dampak mendengkur pada anak dapat sangat bervariasi.
Hampir semua orang, dewasa atau anak-anak, terkadang mengalami episode mendengkur. Seringkali, dengkuran ini kecil dan berumur pendek tanpa efek terukur pada tidur atau kesehatan secara keseluruhan.
Mendengkur menjadi lebih sering dan mengganggu tidur dapat mengindikasikan adanya gangguan pernapasan saat tidur (SDB). Gangguan pernapasan saat tidur berkisar dalam tingkat serius.
Baca Juga: 5 Pola Hidup Sederhana yang Efektif Hindari Risiko Kista Ginjal
Di satu sisi adalah dengkuran primer, juga dikenal sebagai dengkuran sederhana atau kebiasaan mendengkur, ketika seorang anak mendengkur lebih dari dua kali per minggu tetapi tidak memiliki gejala lain yang terlihat atau masalah kesehatan terkait.
Mendengkur terjadi ketika udara tidak dapat mengalir dengan bebas melalui saluran udara di bagian belakang tenggorokan.
Berbagai faktor dapat menyebabkan penyumbatan jalan napas dan menyebabkan anak mendengkur. Pada anak-anak, faktor risiko mendengkur yang paling umum meliputi beberapa hal berikut ini:
Amandel dan kelenjar gondok yang bengkak
Baca Juga: Ingin Hilangkan Kebiasaan Mendengkur, Coba Minum 3 Minuman Ini dan Rasakan Perubahannya
Amandel dan kelenjar gondok ditemukan di dekat bagian belakang tenggorokan, dan merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh.
Jika secara alami lebih besar atau bengkak karena infeksi, amandel dan kelenjar gondok dapat menghalangi jalan napas dan menyebabkan mendengkur. Ini adalah penyebab paling umum gangguan pernapasan saat tidur pada anak-anak.
Obesitas
Penelitian telah menemukan bahwa anak-anak yang kelebihan berat badan lebih cenderung mendengkur. Obesitas dapat mempersempit jalan napas dan meningkatkan risiko SDB termasuk apnea tidur obstruktif.
Pernapasan Tersumbat
Gejala seperti pilek dapat menyebabkan hidung terasa tersumbat dan menghalangi kelancaran aliran udara, dan infeksi dapat meradang amandel dan kelenjar gondok.
Alergi
Alergi yang kambuh dapat menyebabkan peradangan pada hidung dan tenggorokan yang dapat membuat lebih sulit bernapas dan meningkatkan risiko mendengkur.
Asma
Seperti alergi, asma dapat menghambat pernapasan normal, dan jika menyebabkan penyumbatan parsial pada saluran napas, dapat memicu dengkuran.
Asap tembakau lingkungan (ETS)
Baca Juga: Bahaya Kebiasaan Mendengkur Saat Hamil, Ibu dan Janin Berisiko Terkena Hal Mengerikan Ini
Paparan ETS, yang sering disebut sebagai asap rokok pasif, dapat memengaruhi pernapasan dan dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi mendengkur pada anak-anak.
Udara yang terkontaminasi
Kualitas udara yang rendah atau kontaminan yang berlebihan dapat mengganggu pernapasan normal dan dapat memengaruhi kemungkinan anak sering mendengkur.
Durasi menyusui yang lebih pendek
Penelitian telah menemukan hubungan antara mendengkur pada anak-anak dan pengurangan durasi menyusui.
Alasan pasti untuk hal ini tidak diketahui, tetapi mungkin menyusui membantu saluran napas bagian atas berkembang sedemikian rupa sehingga mengurangi kemungkinan mendengkur.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | sleepfoundation.org |
Penulis | : | Ine Yulita Sari |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar