GridHEALTH.id - Kepergian Raditya Oloan untuk selamanya sejak kemarin menjadi pembicaraan dan pemberitaan media.
Bagaimana tidak, aktor satu ini kisah hidupnya sangat dramatis dan menjadi pelajaran bagi banyak orang.
Dari lembah hitam, dirinya bangkit dan menjadi seorang yang agamis, dan selalu memberikan motovasi menjadi lebih baik bagi banyak orang.
Hingga akhirnya Raditya Oloan terpapar Covid-19 bersama sang istri Joanna Alexandra pada 4 April 2021.
Karenanya keduanya harus dikarantina di RSD Wisma Atlet, Jakarta.
Saat sang istri sembuh, Raditya Oloan belum boleh pulang, karena belum dengan alasan medis.
Malah Raditya Oloan harus masuk ICU.
Baca Juga: Raditya Oloan, Dinyatakan Negatif Covid-19 Tapi Akhirnya Meninggal Dunia Akibat Komorbid Asma
Setelah dirawat di ICU beberapa lama, kondisinya membaik, dan dirinya pun dijadwalkan bisa pulang.
Tapi dirinya kembali drop.
Meengai hal ini, Raditya Oloan ceritakan kepada masyarakat melalui unggahannya di Instagram.
"Hari ini adalah salah satu yang tersedih buat gue. Gue sudah menunggu hari Jumat or least Sabtu bisa pulang ke rumah. Tapi Tuhan berkata lain, pagi gue ngedrop dan harus dipindahkan ke ICU," tulis Raditya Oloan di akun @radityaoloan (1 Mei 2021).
Sambil bercita Raditya Oloan menangis, karena dia memikirkan bagaimana bisa cepat pulang ke rumah.
Tapi dia kembali sadar, bahwa bukan cepat pulang target utamanya. Tapi kesembuhan.
Hal itu pun dirinya ceritakan dengan runut.
Baca Juga: Diabetes dengan Kadar Gula Darah 1.143 Membuat Komedian Bang Sapri Linglung dan Masuk ICU
"Kalau memang ini harus dijalani, ya mau gimana lagi? Akhirnya gue memaksa diri ubah mindset. Bukan pulang yang utama tapi sembuh!" tulis Raditya.
Tak sampai disitu, dirinya pun mengatakan bahwa keluarga lah yanng menjadi penyemangatnya, terutama sang istri, Joanna Alexandra.
"Gue tahu ada Tuhan yang temenin gue bahkan istri dan keluarga gue. Belum rekan-rekan dan sahabat yang pasti dukung dan doain gue. Tiap hari gue cuma facetime-an sama istri dan keluarga. Walaupun gue juga enggak bisa ngomong banyak," tulis Radit.
"Jujur gue bisa semangat! Tapi gue minta Tuhan kesabaran, ketabahan dan sukacita dari Dia," tulis Raditya lagi.
Kabar bahagia oun disampaikan oleh Raditya Oloan saat itu "Btw tadi pagi gue udah di-swab dan hasilnya negatif. Tapi si covid itu sempet bikin serangan sampe badan gue terjadi peradangan," tulis Raditya Oloan.
Hal itu dibenarkan oleh istrinya Joanna Alexandra, dalam unggahannya di Instagram, Joanna mengatakan bahwa penyebab utama kondisi Raditya Oloan menurun salah satunya karena hiperinflmasi yang disebabkan oleh badai sitokin.
"Kondisinya post-covid dengan komorbid asma, and he is going through a cytokine storm (badai sitokin) yang menyebabkan hyper-inflammation in his whole body," terangnya. "Ditambah lagi ada infeksi bakteri yang lumayan kuat," papar Joana Alexandra.
Baca Juga: Teh Herbal Membantu Menghindari Dehidrasi di Bulan Ramadan, Studi
Joanna Alexandra mengatakan sang suami memiliki komorbid asma dan ginjalnya yang kurang berfungsi dengan baik.
Untuk diketahui, melansir The New England Journal of Medicine dalam laporan ilmiah dengan judul 'Cytokine Storm', yang ditulis oleh David C. Fajgenbaum, M.D., and Carl H. June, M.D (3/12/2020), disebutkan badai sitokin dan sindrom pelepasan sitokin adalah sindrom inflamasi sistemik mengancam jiwa.
Ini melibatkan peningkatan tingkat sitokin yang beredar dan hiperaktivasi sel kekebalan, yang dapat dipicu oleh berbagai terapi, patogen, kanker, kondisi autoimun, dan gangguan monogenik.
Baca Juga: Bantu Penderita Diabetes Indonesia, BAF Dukung Lewat VRun for Diabetes 2021. Ikut Yuk!
Dari perspektif historis, badai sitokin sebelumnya disebut sebagai sindrom mirip influenza yang terjadi setelah infeksi sistemik seperti sepsis dan setelah imunoterapi seperti racun Coley
Hampir semua pasien dengan cytokine storm mengalami demam, dan demam dapat menjadi derajat tinggi pada kasus yang parah.
Selain itu, pasien mungkin mengalami kelelahan, anoreksia, sakit kepala, ruam, diare, artralgia, mialgia, dan temuan neuropsikiatri.
Gejala-gejala ini mungkin disebabkan langsung oleh kerusakan jaringan yang diinduksi oleh sitokin atau perubahan fisiologis fase akut atau mungkin akibat dari respon yang dimediasi oleh sel imun.
Kasus dapat berkembang pesat menjadi koagulasi intravaskular diseminata dengan oklusi vaskular atau perdarahan katastropik, dispnea, hipoksemia, hipotensi, ketidakseimbangan hemostatik, syok vasodilatasi, dan kematian.
Baca Juga: Pengharum Ruangan, Aroma Relaksasi atau Serangan Pada Sensorik Penciuman?
Salah satu terapi yang ditargetkan paling awal untuk pembatalan badai sitokin adalah anti-interleukin-6 reseptor antibodi monoklonal tocilizumab, yang dikembangkan untuk pengobatan penyakit Castleman multisentrik idiopatik pada 1990-an.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | The New England Journal of Medicine |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar