Lebih lanjut, dr. Stevent menjelaskan bahwa penggunaan vitamin D dosis tinggi statusnya bukan sebagai suplemen.
"Vitamin D dosis tinggi diatas 2.000 IU per hari stastusnya adalah sebagai terapi atau obat," katanya.
Sehingga penggunaan vitamin D dosis tinggi benar-benar memerlukan takaran atau kadar yang harus ditargetkan.
"Ini sekali lagi harus ada targetnya. Belakangan ini terjadi sebuah kesalahkaprahan dimana beberapa orang menyarankan untuk menggunakan terapi vitamin D dengan target di dalam darah mencapai 100-200 nanogram/ml, Padahal jangan-jangan itu sebenarnya satuannya nanomol/ml," ujar dr. Stevent.
"Sedangkan para ahli di dunia, baik itu Michael Holick maupun Asosiasi Endokri Internasional menyarankan kadar vitamin D yang aman adalah anatara 30-100 nanogram/ml," lanjutnya.
dr. Stevent mengatakan ketika kadar vitamin D ditubuh sudah diatas 100 nanogram/ml, maka berpotensi untuk menekan hormon paratiroid dan menyebabkan terjadinya toksisitas.
Ini menjadi lebih berbahaya, karena kebanyakan kasus toksisitas seperti gagal ginjal sering sekali jarang disadari penderitanya sampai kondisinya terlalu terlambat.
Sebagai dokter imun, dr. Stevent mengaku D juga menerapkan terapi vitamin dosis tinggi kepada dirinya sendiri sebagai penyintas maupun untuk para pasiennya.
"Tapi saya tidak pernah melebihi dari kadar 100 nanogram/ml. Jadi kita harus benar-benar target yang optimal, bukan target yang berlebihan, tapi juga bukan target yang berkekurangan. Biasa kita gunakan target 50-80 nanogram/ml," ujarnya
"Kenapa demikian? Ini adalah a safe range, kita harus punya buffer jangan samapi kita mengalami toksisitas, tapi juga jangan sampai kita kekurangan. Jadi buffer 50-80 nanogram/ml. Ini merupakan target di vitamin D25-OH yang bisa dipertanggungjawabkan," lanjut dr. Stevent.
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar