GridHEALTH.id - Rencana pelabelan BPA Free pada galon isi ulang air kemasan masih terus diperdebatkan.
Berawal dari BPOM yang berencana akan merevisi Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan, polemik pun terus berlanjut.
Revisi ini menekankan pada pelabelan Biosphenol-A (BPA) pada air kemasan galon.
Respons Pakar
Rencana pelabelan BPA Free pada air kemasan galon sudah berlangsung lama dan masih terus menjadi pembahasan.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (ASPADIN), Rachmat Hidayat dengan jelas menyebutkan rencana BPOM ini hanya akan menimbulkan efek yang sulit.
"Jika rencana peraturan ini diterapkan, BPOM akan membuka kotak pandora. Nanti akan ada pelabelan bebas kandungan logam berat, pelabelan cemaran kimia, cemaran mikroba, itu kotak pandora. Ribuan pelabelan untuk ribuan makanan kemasan di Indonesia," kata Rachmat dilansir dari Siaran Pers pada Jumat lalu (02/09/2022).
Pakar juga menyebut adanya kemungkinan timbulnya praduga dari masyarakat terkait kemungkinan BPOM mendukung salah satu pihak atau brand, “Mau tidak mau akan muncul situasi demikian,” ujar Dr. Nugraha Edhi Suyatma, Dosen dan Peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Seafast Center Institut Pertanian Bogor (IPB) pada kesempatan yang sama.
Menurut Ketua Komisi Penegakan Regulasi Satgas Sampah Nawacita Indonesia, Asrul Hoesein polemik terkait rencana pelabelan BPA Free pada galon kemasan adalah perdebatan yang tidak diperlukan.
“Jadi perdebatan ini sebetulnya tidak perlu, kalau terus dibahas jadi semakin jelas siapa yang ada di belakang polemik ini,” kata Asrul.
Melihat kondisi saat ini, para pakar pun mempertanyakan tujuan BPOM dalam merevisi peraturan tersebut, karena pemerintah bersama lembaga terkait, termasuk BPOM sudah menyatakan air minum dalam kemasan berbahan polikarbonat telah aman dikonsumsi masyarakat.
Rachmat juga menyebutkan BPOM sendiri pada tahun 2020 telah melakukan penelitian selama lima tahun terkait batas migrasi pada galon PET maupun polikarbonat dan dinyatakan masih di bawah batas aman.
Baca Juga: Acar dan Tomat Kalengan, Sayuran yang Dilarang untuk Penyandang Hipertensi
Baca Juga: Obat Hipertensi dari Buah Belimbing yang Punya Banyak Manfaat, Cek Disini
“BPOM meneliti ratusan jenis kandungan kimia dalam ratusan jenis kemasan. BPA hanya salah satu kandungan dari ratusan kemasan itu. BPOM menemukan bahwa semua berada di bawah ambang batas 0,01 bagian per juta. Artinya 1/60 dari batas aman (0,6 bpj),” tegas Rachmat.
Penggunaan BPA dalam Produk Kemasan
Pada dasarnya penggunaan wadah produk kemasan menggunakan bahan yang bermacam-macam, termasuk pada galon kemasan.
Ada galon kemasan yang menggunakan bahan baku plastik PET, biasanya digunakan untuk galon sekali pakai
Ada pula yang menggunakan bahan BPA sebagai salah satu dari banyak bahan lainnya untuk galon.
Galon kemasan yang menggunakan bahan BPA ini biasa digunakan untuk galon kemasan isi ulang.
BPA sendiri tidak hanya digunakan untuk galon kemasan, tetapi juga produk kemasan lainnya, “Padahal BPA ada dimana-mana tidak hanya di polikarbonat, ada di kemasan kaleng, bahkan di botol bayi, itu juga harus dilabeli semua,” ujar Dr. Nugraha.
Data penelitian yang disebutkan oleh Dr. Nugraha justru menyebutkan penggunaan BPA paling banyak ada pada kemasan makanan kaleng, dengan hampir 90% bahan enamel pada kaleng merupakan hasil polesan epoksi yang bahan bakunya adalah BPA.
Label BPA Free Sudah Pasti Aman?
Dr. Nugraha menyebutkan rencana pelabelan BPA Free berpotensi menimbulkan mispersepsi pada konsumen, yang akan menganggap dengan label BPA Free saja sudah aman.
Selain itu, dengan aturan ini, maka tidak menutup kemungkinan masyarakat sebagai konsumen memahami kemasan plastik lain, di luar polikarbonat akan seolah terkesan aman.
Baca Juga: Ketahui Perbedaan Sariawan dan Kanker Mulut yang Perlu Diwaspadai!
“Padahal belum tentu. Karena dari PET juga memiliki risiko dari kandungan yang lain, seperti dari kandungan acetaldehyde lalu etilen glikol, dan dietilen glikol,” papar Dr. Nugraha menjelaskan ada bahan lain yang juga perlu diperhatikan.
Salah satu bahan kandungan dalam plastik PET pada galon isi ulang adalah acetaldehyde, yang telah diakui mengandung unsur pemicu kanker, karsinogenik.
Label BPA Free Berpotensi Menimbulkan Timbunan Sampah Plastik
Asrul juga menilai rencana BPOM dalam pelabelan BPA Free pada galon kemasan telah melupakan dan mengabaikan hal krusial, terkait potensi timbunan sampah plastik akibat penerapan aturan ini.
Menurutnya dengan aturan ini maka galon kemasan isi ulang akan ditinggalkan dan diganti pada galon sekali pakai, hasilnya semakin banyak jumlah timbunan sampah plastik dari air kemasan yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
“Faktanya galon sekali pakai juga jatuhnya di TPA. Malah merugikan masyarakat karena yang seharusnya di rumah tangga diisi ulang, malah sekali pakai,” tegas Asrul.
Asrul menyampaikan seharusnya BPOM memperkuat UU No 18 Tahun 2008 terkait Pengelolaan Sampah dengan peraturan pemerintah yang bisa mendorong penerapan Extended Producer Responsibility, sebuah aksi yang merupakan bagian dari tanggung jawab produsen.
Memperkuat potensi timbulnya timbunan sampah plastik efek dari penerapan label BPA Free, Rachmat juga menyebutkan kemungkinan sampah plastik dari galon kemasan sekali pakai akan bertambah sebanyak 70 ribu ton per tahun.
Rachmat menganalogikannya dari tingkat konsumsi Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon yang diperkirakan sebesar 20 miliar liter per tahun.
“Jika satu galon berisi 20 liter, kata Rachmat, maka akan ada 1 miliar galon sekali pakai yang terbuang dan jika dikalikan berat kemasan kosong AMDK galon seberat 799 gram, maka akan ada tambahan 70 ribu ton sampah plastik per tahun dari galon sekali pakai,” ujar Rachmat.
Baca Juga: Healthy Move, Viral di TikTok Hula Hoops Berbobot, Bantu Menurunkan Berat Badan dengan Cepat
Baca Juga: Sederet Aktivitas Fisik Penting Bagi Kesehatan Jantung Selain Berolahraga
Kondisi inilah yang dikhawatirkan oleh banyak pihak dan perlu diperhatikan oleh BPOM sebelum mengesahkan peraturan pelabelan BPA Free pada galon kemasan.
Eksistensi Air Mineral Bagi Kesehatan
Jumlah sampah plastik galon kemasan isi ulang yang mencapai perkiraan 70 ribu ton tidak terlepas dari eksistensi air mineral bagi manusia.
Disebutkan oleh dr. Dyah Novita Anggraini, praktisi kesehatan bahwa tubuh manusia sebanyak 70% mengandung air.
Oleh karena itu, air sudah menjadi kebutuhan wajib bagi semua manusia untuk dipenuhi asupannya.
Air mineral sangat bermanfaat bagi kesehatan karena akan membantu fungsi tubuh berjalan dengan baik.
Tubuh juga membutuhkan asupan mineral dari luar, seperti mikronutrien yang bisa didapatkan dari air mineral.
Sehingga dapat dikatakan bahwa manusia tidak bisa terlepas dari penggunaan air mineral dalam kehidupan sehari-hari.
Air mineral pun dijadikan pilihan bagi masyarakat untuk pemenuhan hidrasi tubuh, “Dengan mengonsumsi air mineral, selain hidrasi tubuh tercukupi, juga akan menjaga keseimbangan elektrolit yang dibutuhkan,” kata dr. Dyah.
Dr. Dyah juga mengatakan masyarakat memilih air mineral dalam kemasan karena air mineral dipercaya telah dikemas secara praktis dan higienis sesuai standar yang ditetapkan oleh otoritas kesehatan, sehingga kualitasnya terjaga.
“Seluruh air mineral dalam kemasan sudah memenuhi standar SNI, di bawah Kemenperin dan BPOM. Dan higienis karena sudah ada parameter fisik yang sesuai dengan arahan dari Kementerian Kesehatan. Kandungannya juga tidak berwarna dan tidak mengandung mikroorganisme berbahaya seperti E-Coli,” tutup dr. Dyah. (*)
Source | : | Siaran Pers |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar