GridHEALTH.id - Resistensi antimikroba dianggap sebagai silent pandemic atau pandemi senyap yang dapat menimbulkan dampak serius.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendifinisikan resistensi antimikroba (AMR) adalah kondisi saat bakteri, virus, jamur, dan parasit tidak lagi memiliki respons yang sama dengan obat-obatan.
WHO juga telah memasukkan AMR sebagai 1 dari 10 ancaman kesehatan global yang perlu diperhatikan.
Pasien yang menjalani perawatan di ruang perawatan intensif (intensive care unit) alias ICU, merupakan yang cukup rentan mengalaminya.
Pasalnya selama menjalani perawatan, sekitar 7 dari 10 pasien mendapatkan antibiotik untuk menyembuhkan infeksinya.
Apabila pasien mengalami AMR, menurut dr. Vannesi T. Silalahi, Sp.An, MSC, KIC, dokter spesialis anastesi konsultan perawatan intensif, maka proses penyembuhan akan lebih lama.
"Kalau obat itu sudah resisten dengan tubuh pasien atau kebal, maka sudah enggak mempan lagi. Akhirnya mau dikasih banyak obatnya, kalau sudah enggak mempan pasiennya enggak sembuh-sembuh, jadi ini yang sangat ditakuti," katanya dalam seminar yang diselengagrakan Pfizer dan Eka Hospital, Rabu (6/9/2023).
Pasien ICU termasuk kelompok rentan karena daya tahan tubuhnya yang rendah dan seringkali mengalami masalah pada lebih dari satu organ tubuh akibat infeksi.
Apabila tidak tertangani, maka kondisi infeksi tersebut dapat berujung pada kematian yang sering disebut syok sepsis.
Sehingga penggunaan antibiotik harus dilakukan dengan tepat, agar kualitas perawatan yang diterima meningkat dan menurunkan risiko AMR.
Dokter Vannesi mengingatkan, untuk mencegah AMR terjadi, maka perlu adanya komunikasi dua arah dari keluarga pasien dan tenaga medis.
Baca Juga: Pilihan Antibiotik untuk Atasi Ambeien Bengkak, Harus Cepat Diobati!
"Kalau keluarga pasien tidak paham, bagaimana mungkin bisa mengambil keputusan," ujarnya.
Agar diskusi tersebut berjalan dengan baik, maka ada empat pertanyaan yang setidaknya bisa diajukan oleh keluarga pasien, ini meliputi:
Tenaga kesehatan yang bekerja di ICU biasanya memberikan antibiotik sedini mungkin kepada pasien sebagai tindakan darurat agar kondisinya stabil.
Nah, keluarga pasien jangan ragu untuk bertanya jenis, dosis, lama penggunaan, rute atau cara pemberian, serta efek samping yang mungkin akan terjadi.
Uji kultur merupakan tes laboratorium yang dilakukan untuk mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi pada pasien.
Dari hasilnya, akan diketahui apakah perlu melanjutkan, menghentikan, atau mengganti antibiotik yang sudah digunakan.
Perkembangan kondisi pasien selama menjalani perawatan juga menjadi bahan pertimbangan nakes dalam memberikan antibiotik.
Sehingga, keluarga pasien dapat menanyakannya secara berkala. Bisa ditanyakan apakah diperlukan tindakan atau perubahan pemberian antibiotik bila kondisi pasien tidak kunjung membaik.
Keluarga pasien dapat menanyakan tentang langkah pencegahan AMR ketika rekomendasi medis mengandung unsur pemberian antibiotik.
Pertanyaan tersebut misalnya mengenai seberapa tinggi risiko terjadinya resistensi antimikroba di ICU, indikator terjadinya resistensi antimikroba terhadap pasien, hingga risiko transmisi kuman yang sudah kebal ke anggota keluarga lain.
Selain itu, jangan lupa tanyakan pula upaya yang dilakukan untuk menekan risiko terjadinya resistensi antimikroba selama perawatan. (*)
Baca Juga: Tidak Semua Demam Harus Diberikan Antibiotik, Lihat Cara Penggunaannya
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar