Find Us On Social Media :

Pemanis Buatan Tetap Berisiko Munculkan Diabetes dan Obesitas

Segala jenis gula dan pemanis buatan dapat menjadi pemicu munculnya diabetes dan obesitas.

GridHEALTH.id - Banyak negara telah memberlakukan pajak gula untuk meningkatkan kesehatan warganya.

Akibatnya, perusahaan makanan dan minuman mengubah produk mereka dengan menggunakan pemanis buatan rendah kalori yang bukan gula. Namun, ada bukti yang berkembang bahwa pemanis mungkin memiliki konsekuensi kesehatannya sendiri.

Penelitian baru dari AS, yang dipresentasikan pada konferensi Biologi Eksperimental tahunan di San Diego, menemukan hubungan dengan mengonsumsi pemanis buatan dan perubahan penanda darah yang terkait dengan peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe dua pada tikus. Apakah ini berarti kita perlu membuang pemanis dan juga gula?

Pemanis pada umumnya adalah zat "non-nutrisi" yang berarti kita tidak dapat menggunakannya untuk energi.

Beberapa dari senyawa ini seluruhnya merupakan bahan kimia sintetis, yang diproduksi untuk meniru rasa gula. Ini termasuk sakarin, sukralosa dan aspartam.

Pemanis lainnya dimurnikan dari bahan kimia yang ditemukan pada tumbuhan, seperti stevia dan xylitol.

Baca Juga: Gula adalah Gula, Hati-hati dengan Berbagai Penamaan yang Bikin Terkecoh

Baca Juga: Waspadai Diabetes + Obesitas = Diabesitas, Sumber Berbagai Penyakit

Secara kolektif, pemanis dikonsumsi dalam jumlah yang meningkat dengan sebagian besar diet atau makanan dan minuman rendah kalori yang mengandung beberapa bentuk pemanis non-nutrisi.

Makanan dan minuman yang dimaniskan secara artifisial telah menjadi populer terutama karena meningkatnya krisis obesitas di seluruh dunia.

 

Karena gula mengandung empat kalori per gram, makanan dan minuman manis biasanya berkalori tinggi. Pada prinsipnya, dengan menghilangkan kalori ini kita mengurangi asupan energi dan ini membantu mencegah penambahan berat badan.

Namun, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa mengonsumsi produk yang dimaniskan secara artifisial dapat dikaitkan dengan peningkatan risiko kelebihan berat badan atau obesitas, meskipun hal ini kontroversial.

Jika benar, hal itu menunjukkan bahwa menggunakan pemanis dapat memicu, bukan melawan obesitas.

Penelitian telah menunjukkan bahwa mengonsumsi banyak pemanis buatan mengacak bakteri di usus kita, menyebabkan mereka membuat tubuh kita kurang toleran terhadap glukosa, bahan penyusun utama gula.

Penelitian baru, dari Medical College of Wisconsin dan Marquette University, mengamati beberapa efek biologis pemanis pada tikus dan kultur sel.

Baca Juga: Akhirnya, Tim WHO Berhasil Mengunjungi Rumah Sakit di Wuhan yang Menangani Kasus Pertama Covid-19

Baca Juga: 5 Tanda Asupan Karbohidrat Terlalu Rendah, Menurut Ahli Gizi

Mereka ingin tahu apakah pemanis buatan memengaruhi cara makanan digunakan dan disimpan.

Ini disebut perubahan metabolisme dan penelitian menggabungkan banyak aspek metabolisme yang berbeda untuk membangun gambaran keseluruhan.

Tim juga melihat dampak pemanis pada kesehatan pembuluh darah dengan mempelajari bagaimana zat ini memengaruhi sel yang membentuk lapisan dalam pembuluh darah.

Para ilmuwan memberi tikus makanan yang tinggi gula (glukosa atau fruktosa) atau pemanis buatan bebas kalori (aspartam atau acesulfame potassium).

Setelah tiga minggu, mereka melihat perubahan negatif yang signifikan pada kedua kelompok tikus. Perubahan ini termasuk konsentrasi lipid darah (lemak).

Mereka juga menemukan bahwa acesulfame potassium, khususnya, terakumulasi dalam darah dan merusak sel-sel yang melapisi pembuluh darah. Penulis penelitian menyatakan bahwa perubahan ini "terkait dengan obesitas dan diabetes".

Hasil ini menunjukkan bahwa mengonsumsi pemanis mengubah cara tubuh memproses lemak dan mendapatkan energinya pada tingkat sel.

Baca Juga: Penyebab Ketidaknyamanan Perut Pada Penderita Sindrom Iritasi Usus Besar

Baca Juga: 6 Makanan Sehari-hari Yang Dapat Meningkatkan Kesehatan Otak

Apa artinya ini bagi rata-rata konsumen pemanis buatan? Karena penelitian dilakukan pada hewan dan bukan pada manusia, adalah salah untuk menarik kesimpulan tegas tentang apa yang mungkin terjadi pada manusia.

Namun, temuan penelitian ini menambah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemanis bukanlah alternatif baik untuk gula.

Makanya Otoritas Keamanan Pangan Eropa menyarankan batas harian untuk sebagian besar pemanis buatan sekitar lima miligram per kilogram berat badan, per hari.

Dengan banyaknya makanan termasuk pemanis buatan sekarang, relatif mudah untuk mencapai batas ini.

Penting untuk dicatat bahwa tidak semua pemanis sama. Studi terbaru ini berfokus pada pemanis buatan, seperti kebanyakan penelitian yang telah mengidentifikasi efek negatif.

Tetapi beberapa pemanis justru dikaitkan dengan manfaat kesehatan. Stevia, misalnya, telah terbukti meningkatkan tekanan darah dan toleransi glukosa, sedangkan xylitol telah terbukti membantu mencegah kerusakan gigi.

Ini berarti bahwa memilih jenis pemanis yang digunakan mungkin lebih penting daripada memilih pemanis terbuat dari gula.

Baca Juga: Pengobatan Kanker Usus Besar, Dimulai Pembedahan Hingga Kemoterapi

Baca Juga: Pintar Cara Mengelola Amarah Agar Tak Berdampak Pada Kesehatan

Sepertinya nasihat terbaik, meski klise adalah, ambil secukupnya. Tidak ada yang namanya makanan yang baik atau buruk, hanya jumlah yang baik atau buruk. Mungkin hindari mengonsumsi terlalu banyak gula atau pemanis, terutama dalam minuman. (*)