Find Us On Social Media :

Rina Gunawan Sempat Dirawat Karena Positif Covid-19, Sesak Napas Jadi Gejala Khas Infeksi Virus Corona

Rina Gunawan, sempat mengalami sesak napas sebelum meninggal dunia. Diduga karena terinfeksi virus corona.

GridHEALTH.id - Pembawa acara Rina Gunawan meninggal dunia pada Selasa (2/3/2021) sekitar pukul 18.45 WIB. Menurut sang suami, Teddy Syach, istrinya sempat mengalami sesak napas sebelum akhirnya meninggal dunia.

Mendiang Rina Gunawan diketahui sempat dirawat di rumah sakit lantaran positif Covid-19. Akan tetapi, Teddy Syach belum mengetahui secara pasti apakah Rina Gunawan meninggal masih dalam keadaan positif atau negatif Covid-19.

 “Saya belum tahu berita terakhirnya, apakah sudah negatif atau masih positif,” ucap Teddy Syach.

Belum diketahui apakah sesak napasnya Rina Gunawan disebabkan oleh positif Covid-19. Akan tetapi Rina Gunawan dikabarkan sempat melambaikan tangan kepada suami sebelum dipasangi ventilator.

Pun dilihat dari suasana pemakaman Rina Gunawan pagi ini (03/02/2021) di TPU Tanah Kusir, Jakarta Selatan, terlihat Teddy Syach, keluarga, dan petugas pemakaman menggunakan APD lengkap.

Penting diketahui, dikenal secara klinis sebagai dispnea, sesak napas adalah salah satu gejala khas Covid-19, penyakit yang disebabkan oleh virus corona yang dikenal sebagai SARS-CoV-2.

Baca Juga: Kesaksian Teddy Syach Perihal Infeksi Covid-19 Rina Gunawan: 'Awalnya Negatif, Dua Hari Kemudian Berubah Jadi Positif'

Baca Juga: Pemprov DKI Antisipasi Varian Virus Corona dari Inggris, Angka Kesembuhan Terus Naik

Tidak seperti banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan sesak napas, gejala ini dapat bertahan dan meningkat dengan cepat pada orang dengan Covid-19.

Sesak napas terkait Covid-19 biasanya terjadi beberapa hari setelah infeksi awal. Rata-rata, terjadi di antara hari ke-4 dan ke-10 dari perjalanan penyakit. Ini biasanya mengikuti gejala yang lebih ringan, seperti demam ringan, kelelahan, nyeri tubuh.

 

Rilis yang dikeluarkan oleh Center for Disease Control and Prevention (CDC) terkait penanganan Covid-19, timbulnya sesak napas, bersama dengan penurunan saturasi oksigen yang tiba-tiba.

Kondisi ini dapat membantu dokter membedakan Covid-19 dari penyakit umum lainnya.

Seberapa umumkah sesak napas dengan Covid-19? Sesak napas sendiri biasanya menyingkirkan Covid-19. Tetapi bila itu terjadi dengan gejala lainnya, seperti demam dan batuk, kemungkinan terkena infeksi SARS-CoV-2 meningkat.

CDC melaporkan, 31 hingga 40% orang dengan kasus Covid-19 yang dikonfirmasi telah mengalami sesak napas.

Studi CDC lain tentang kasus yang dikonfirmasi di Amerika Serikat menemukan bahwa sesak napas terjadi pada sekitar 43% orang dewasa yang bergejala dan 13% anak-anak yang bergejala.

Baca Juga: Bagaimana Virus Bermutasi dan Apa Dampaknya Untuk Vaksin? Ini Penjelasannya

Baca Juga: Faktor Genetik Menyumbang Munculnya Diabetes, Tapi Bisa Dicegah!

Mengapa Covid-19 menyebabkan kesulitan bernapas? Di paru-paru yang sehat, oksigen melintasi alveoli menjadi pembuluh darah kecil di dekatnya yang dikenal sebagai kapiler. Dari sini, oksigen diangkut ke seluruh tubuh.

Tetapi dengan Covid-19, respons kekebalan mengganggu transfer oksigen normal. Sel darah putih melepaskan molekul inflamasi yang disebut kemokin atau sitokin, yang pada gilirannya mengumpulkan lebih banyak sel kekebalan untuk membunuh sel yang terinfeksi SARS-CoV-2.

Dampak dari pertempuran yang sedang berlangsung antara sistem kekebalan  dan virus meninggalkan nanah, yang terdiri dari kelebihan cairan dan sel-sel mati (puing-puing) di paru-paru.

Hal ini mengakibatkan gejala saluran pernapasan seperti batuk, demam, dan sesak napas. Kita mungkin berisiko lebih tinggi mengalami masalah pernapasan dengan Covid-19 jika berusia 65 tahun atau lebih, merokok,  menderita diabetes, COPD, atau penyakit kardiovaskular, punya gangguan pernapasan seperti asma, dan memiliki sistem kekebalan yang terganggu

Menurut ulasan dari 13 penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Infection, sesak napas berisiko lebih besar terkena penyakit parah dan kritis akibat Covid-19.

Sesak napas yang terus-menerus atau memburuk dapat menyebabkan kondisi kesehatan kritis yang dikenal sebagai hipoksia.

Baca Juga: FDA Peringatkan Potensi Ketidakakuratan Oksimeter Pengukur Oksigen

Baca Juga: Merokok Ternyata Dapat Menyebabkan Diabetes Tipe 2, Hasil Studi

Jika kita tidak dapat bernapas dengan benar, hal itu dapat menyebabkan tingkat saturasi oksigen turun di bawah 90%.

Ini dapat menghilangkan oksigen dari otak. Jika ini terjadi, kebingungan, kelesuan, dan gangguan mental lainnya dapat terjadi.

Dalam kasus yang parah, jika kadar oksigen turun hingga sekitar 80% atau lebih rendah, terdapat peningkatan risiko kerusakan pada organ vital.

Sesak napas yang terus-menerus merupakan gejala pneumonia yang dapat berkembang menjadi sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS).

Ini adalah jenis kegagalan paru-paru yang progresif di mana cairan mengisi kantung udara di paru-paru.

Dengan ARDS, pernapasan menjadi semakin sulit karena paru-paru yang kaku dan berisi cairan semakin sulit mengembang dan berkontraksi.

Baca Juga: WHO Sesalkan Ada Negara Prioritaskan Vaksin Covid-19 Pada Orang Dewasa Sehat

Baca Juga: Dunia Harus Realistis, Akhir Pandemi Covid-19 Bukan di 2021

Dalam beberapa kasus, bantuan pernapasan dengan ventilasi mekanis diperlukan, seperti yang diberikan kepada Rina Gunawan.

Rata-rata, sesak napas cenderung terjadi sekitar 4 hingga 10 hari setelah tertular infeksi virus corona baru.

Baca Juga: 3 Jenis Sakit Kepala 'Harian' yang Sering Muncul dan Cara Mengatasinya

Baca Juga: Minum Teh Secara Rutin Menyehatkan Golongan Lanjut Usia, Studi

Sesak napas mungkin ringan dan tidak berlangsung lama. Tetapi, dalam kasus lain, dimana pasien mempunyai penyakit komorbid atau penyakit gangguan napas sebelumnya, ini bisa menyebabkan komplikasi yang berpotensi mengancam nyawa. (*)

#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL