GridHEALTH.id – Dokter Addiena Primawati, SpJP, spesialis jantung Rumah Sakit Evasari Awal Bros – Jakarta membenarkan istilah awam ‘angin duduk’ yang merupakan jenis penyakit jantung yang memiliki istilah ilmiah angina pektoris.
Baca Juga: Radang Tenggorokan Tak Kunjung Sembuh Bisa Jadi Awal Penyakit Jantung
Angina pektoris adalah rasa nyeri pada dada yang terjadi saat aliran darah dan oksigen menuju otot jantung tersendat atau terganggu.
Angina pektoris umumnya ditandai dengan rasa nyeri pada dada seperti ditekan, berat, dan tumpul.
Nyeri juga dapat menyebar atau hanya dirasakan di dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, dan punggung.
Beberapa gejala lainnya yang dapat dialami meliputi sesak napas, mudah lelah, maupun merasakan nyeri seperti gejala penyakit asam lambung.
Menurut Addiena ada 2 jenis angina yaitu angina stabil dan angina tidak stabil. Nyeri dada pada angina stabil biasanya akan membaik dalam jangka 5 menit setelah beristirahat atau mengonsumsi obat.
Baca Juga: 4 Cara Mudah Mengurangi Makan Tanpa Bikin Perut Lapar
Angina stabil biasanya dipicu oleh olahraga berat, stres, masalah pencernaan, atau kondisi medis lain yang mendorong jantung bekerja lebih keras.
“Walaupun tidak berbahaya, angina stabil berpotensi mengakibatkan serangan jantung jika tidak ditangani dengan tepat,”ujar dokter Addiena Primawati dilansir dari situs Awal Bross.
Baca Juga: Orang Jepang Paling Disiplin Sedunia, Ternyata Begini Model Pendidikannya Sejak Kecil
Angina tidak stabil merupakan nyeri dada yang dirasakan tanpa penyebab awal yang jelas dan biasanya tidak kunjung membaik setelah beristirahat atau mengonsumsi obat.
Rasa nyeri yang dirasakan lebih lama dibanding angina stabil, yaitu sekitar 30 menit. Ini merupakan kondisi darurat dan membutuhkan penanganan medis segera.
Asal tahu saja penyebab angina pektoris adalah gangguan jantung karena diendapi berbagai macam plak.
“Dalam jangka waktu tertentu, arteri berisiko diendapi plak seperti lemak, kolestrol, kalsium dan zat lainnya yang mengakibatkan pembuluh darah menyempit dan tersumbat (aterosklerosis).
Kondisi ini mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras, khususnya pada saat melakukan aktivitas berat, yang ujung-ujungnya berpotensi mengakibatkan gejala angina pektoris, atau yang lebih parah adalah Penyakit Jantung Koroner (PJK).”
Baca Juga: Radang Amandel Pada Anak, Ini Cara Menanganinya Sebelum ke Dokter
Risiko seseorang mengalami angina pektoris bertambah saat memasuki usia tua, memiliki keturunan kelainan jantung, an kondisi medis lainnya seperti hipertensi, kolestrol tinggi, dan diabetes.
“Selain itu, gaya hidup seperti merokok, mengonsumsi alkohol berlebih, mengonsumsi makanan berlemak, kurang berolahraga, obesitas, dan stres dapat menambah risiko,” tandas dokter spesialis jantung tersebut.
Baca Juga: Berat Badan Bayi Rendah Saat Lahir, Ini Caranya Agar Jadi Gemuk!
Pemeriksaan oleh dokter diperlukan untuk memastikan diagnosisi ini. Diperlukan juga berbagai macam tes seperti Elektrokardiogram (EKG), Tes toleransi olahraga (ETT), Foto Rontgen dan CT scan.
Bila perlu ditambah dengan angiogram koroner, untuk memeriksa kondisi arteri jantung dengan menyuntikkan zat pewarna (bahan kontras) khusus dan dipantau dengan memasukkan selang tipis dan lentur (kateter) melalui pembuluh darah besar di paha atau lengan menuju ruang jantung.
Dokter biasanya akan merekomendasikan tes ini jika diagnosis angina belum ditemukan atau pasien mengalami angina tidak stabil.
Baca Juga: Menopause Dini Bisa Terjadi di Usia 30-an, Simak Penyebabnya!
“Apabila memiliki gejala seperti yang tersebut di atas segeralah memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit terdekat. Jangan sampai terlambat karena dapat berakibat fatal sampai dengan kematian mendadak,” tutup Addiena.(*)
#berantasstunting
Source | : | Kompas Health,awalbros.com,cardiosmart.org |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar