GridHEALTH.id - Data statistik dunia menyatakan bahwa terdapat 9,4 juta kematian setiap tahun yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler dan 45 % kematian tersebut disebabkan oleh penyakit jantung koroner (PJK).
Baca Juga: Manfaat Angkat Beban Buat Wanita, Bikin Tubuh Seksi Hingga Jantung Sehat
PJK ini jika tidak tertangani dengan baik dapat memicu beberapa komplikasi yang berakibat fatal, di antaranya serangan jantung, gagal jantung, nyeri dada (angina), gangguan irama jantung (aritmia), henti jantung, penyakit penyempitan pembuluh darah (arteri perifer), emboli paru, pembengkakan arteri (aneurisma), dan henti jantung.
Sayangnya, aritmia kerap tidak terdeteksi sebagai penyakit jantung, padahal akibatnya fatal.
Riset dari New England Medical Journal (2001) menyebutkan bahwa PJK merupakan penyebab 80% gangguan irama jantung dan dapat berakhir dengan kematian mendadak.
Dokter Agung Fabian Chandranegara, SpJP (K) FIHA, dokter spesialis penyakit jantung dari Rumah Sakit Awal Bros Tangerang mengatakan, aritmia adalah gangguan detak atau irama jantung.
Gejalanya dapat dirasakan ketika jantung berdetak lebih cepat dari normal (takikardia) atau ketika jantung berdetak lebih lambat dari normal (bradikardia).
Baca Juga: Walikota New York Larang Minuman Bersoda, Ternyata Memang Ini Dampaknya Bagi Kesehatan
Jantung yang berdenyut lebih lambat tentu akan mengganggu peredaran darah ke otak sehingga penderitanya sewaktu-waktu dapat pingsan tiba-tiba.
Sebaliknya, jika jantung berdenyut terlalu cepat dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menimbulkan gejala berdebar, sesak napas maupun nyeri dada.
Baca Juga: Jumlah Korban Virus Corona Terus Bertambah, Tapi Ratusan Pasien Juga Berhasil Sembuh
Dalam jangka panjang akan mengakibatkan gagal jantung kongestif menetap yang tentunya akan sangat merugikan kesehatan pasien. Gagal jantung kongestif adalah kondisi di mana jantung tidak memompa darah yang cukup ke organ tubuh dan jaringan lain.
Normalnya, jantung berdenyut sebanyak 50-90 kali per menit. Saat denyut jantung berdenyut cepat dia akan berdetak hingga 200 kali per menit.
Sementara itu, denyut jantung melambat ketika denyut irama jantung terhitung 40 kali per menit.
Baca Juga: Fakta, Orang Amerika Ternyata Lebih Takut Virus Influenza Daripada Virus Corona
“Aritmia disebabkan oleh gangguan impuls jantung maupun gangguan penghantaran listrik jantung. Hal ini dapat terjadi bila sel saraf khusus yang bertugas menghasilkan dan menghantarkan listrik tidak bekerja dengan baik. Aritmia ini juga dapat terjadi bila bagian lain dari jantung menghasilkan sinyal listrik yang abnormal.
“Denyut jantung berdetak cepat disebut takiaritmia, sebaliknya denyut jantung yang melambat dikenal sebagai bradiaritma.
Baca Juga: Studi Terbaru Ungkap Penyebab Diabetes tipe 2, Ternyata Lemak yang Bertumpuk di Hati dan Pankreas
Bila aritmia tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan kerusakan otak secara permanen hingga kematian mendadak,” jelas dokter Agung seperti dikutip dari laman Awal Bros.
Ia mengatakan bahwa aritmia dapat dipicu oleh stres, kelelahan, maupun gangguan jantung lain. Misalnya serangan jantung maupun kelainan katup jantung.
“Beberapa jenis aritmia dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal ini sering kali dicurigai sebagai serangan jantung maupun stroke. Namun sebaliknya jenis aritmia lainnya tidak menunjukkan gejala dan tidak menyebabkan kematian.”
Untuk mengetahui apakah kita mengalami gangguan irama pada jantung, dokter Agung menyarankan untuk melakukan cek rutin kesehatan jantung.
Baca Juga: Banyak Pasien Terduga Kanker Enggan Dibiopsi, Padahal Ini Manfaatnya
“Cek kesehatan jantung dapat dilakukan setahun sekali untuk usia dibawah 35 tahun. Untuk usia diatas 35 tahun sebaiknya cek lab kolesterol per 6 bulan dan cek jantung, EKG setiap tahun. Untuk usia diatas 50 tahun cek ke dokter jantung setiap 6 bulan sekali bila tidak ada keluhan." (*)
Source | : | Kompas Health,awalbros.com,GridHealth.ID |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar