GridHEALTH.id - Ternyata almarhum Didi Kempot sebelum masuk rumah sakit, dan esok harinya meniggal dunia, sebelumnya sempat melakukan kerokan.
Kerokan yang dilakukan almarhum Didi Kempot yang meninggal dunia pada Selasa (5/5/2020) lalu, memang dikenal sebagai salah satu terapi pengobatan di Indonesia.
Biasanya mereka yang merasa tidak enak badan, minta direkerok punggungnya untuk membuat badannya kembali bugar.
Baca Juga: Ketumbar Manjur untuk Terapi Herbal, Flu dan Masalah Pencernaan, Diabetes juga Masalah Haid
Termasuk almarhum Didi Kempot. Menurut asisten rumah tangganya, melansir SajianSedap.com (06/05/2020) kalau majikannya sempat minta kerokan di malam sebelum meninggal dunia.
Jadi Senin (4/5/2020) malam, Didi Kempot sempat mengeluh sakit dan sempat minta dikerok istrinya.
Namun, saat Selasa pagi, sakit yang dikeluhkan Didi Kempot belum membaik.
"Kerasanya pas bangun. Tadi malem sempat dikerokin," katanya.
Saat bangun, Didi Kempot merasakan sesak napas.
Baca Juga: Sedih, Hanya Dua Bulan Pria Ini 3 Kali Dinyatakan Positif Covid-19
Baca Juga: WHO: Minum Air Putih Setiap 15 Menit Tidak Membunuh Virus Corona
Karena khawatir pada kondisi Didi, pihak keluarga akhirnya memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit sekitar pukul 7.25 WIB.
"Tiba tiba pas bangun napasnya sesak, setelah itu dibawa ke Rumah sakit," kata Diah.
Beberapa lama kemudian, Didi Kempot dikabarkan meninggal dunia.
Mengenai kerokan, Menkes dr. Terawan pernah menyampaikan untuk tidak menyepelekan kerokan. Berita Selengkapnya KLIK Di SINI
Kerokan adalah salah satu terapi eksternal non-medis yang berfokus pada titik akupuntur.
Di Indonesia sendiri, kerokan memang telah menjadi terapi komplementer yang sering digunkan untuk mengatasi masalah kesehatan tertentu.
"Jangan menyepelekan kerokan, kalau 100 kamar dengan timnya hanya 20 sampai 25 menit, begitu keluar minum jamu, sudah berapa kan (keuntungannya), tambah pijat lagi,” kata Terawan (GridHEALTH.id 24 November 2019).
Baca Juga: Manfaat Puasa Ramadan Bagi yang Sedang Diet, Bakar Lemak Lebih Efektif
Baca Juga: Raja Thailand Dirindukan Rakyatnya Saat Pandemi Covid-19, Karena Mengkarantina Diri di Jerman
Menkes Terawan menyebut, hal-hal sederhana tersebut seringkali luput untuk dikembangkan.
Kerokan sendiri biasanya menggunakan koin atau benda dengan permukaan halus untuk meningkatkan petechiae (bintik merah) dan ekimosis (memar).
Berbagai penelitian menyebutkan manfaat kerokan, seperti efek penghilang rasa sakit pada mialgia (nyeri otot) dan nyeri kronis.
Kerokan juga dapat memperbaiki stasis darah (penyumbatan darah) dan peradangan.
Meskipun beberapa laporan menunjukkan efek samping terapi kerokan dalam praktek klinis dan eksperimental, namun mekanismenya masih belum jelas.
Dilansir NCBI, Tian et al sempat melakukan penelitian tentang kerokan dan hubungannya dengan suhu lokal dan volume perfusi darah pada subjek sehat.
Baca Juga: Kronologi Teridentifikasinya Virus Covid-19 Indonesia yang Berbeda oleh Lembaga Eijkman
Hasilnya, setelah kerokan 23 subjek (100%) dilaporkan merasa lebih hangat disertai dengan sedikit rasa sakit di daerah gesekan.
Mereka semua merasa rileks dan nyaman setelah kerokan meski kulit menjadi sedikit merah, dan kemudian hyperaemia subkutan (kemerahan kulit).
Singkat kata, terapi tradisional ini memberikan kenyamanan pada saat Moms menderita gejala sakit perut, 'masuk angin' atau kedinginan.
Namun untuk penyembuhan masalah kesehatan tertentu, tampaknya masih diperlukan penelitian lebih lanjut.
Benarkah Kerokan Berbahaya bagi Tubuh?
Teknik kerokan ternyata dikenal juga di China dengan nama Gua sha , yang seperti kita tahu adalah mengikis bagian atas kulit kita.
Tujuan sebenarnya adalah untuk melancarkan sirkulasi darah dalam tubuh kita dengan cara membuat energi atau chi kita mengalir lancar kembali.
Nah, karena bisa melancarkan sirkulasi darah, berbagai macam penyakit ringan hingga berat sekalipun sebenarnya bisa disembuhkan dengan kerokan.
Umumnya, kerokan bisa menyembuhkan otot dan tubuh yang tegang atau terasa sakit. Selain itu, kerokan juga bisa meningkatkan sistem imun tubuh kita.
Namun, kerokan ternyata juga memiliki risiko, seperti berikut yang dilansir dari SajianSedap yang merangkum dari Tribun Style.
1. Menimbulkan kontraksi dini
Jika dilakukan pada ibu hamil, kerokan ternyata bisa menimbulkan kontraksi dini.
Baca Juga: 7 Mei Semua Transportasi Diperbolehkan Beroperasi, Menhub Budi Karya: 'Tapi Tidak Boleh Mudik!'
Hal ini terjadi ketika zat Cytokine melepas zat Prostaglandin akibat inflamasi setelah melakukan kerokan.
Karenanya ibu hamil diminta untuk menghindari metode penyembuhan satu ini.
2. Memicu risiko stroke
Gesekan yang terjadi antara kulit dan uang logam bisa membuat peredaran pembuluh darah terbuka.
Jika dilakukan terus menerus, peredaran darah yang awalnya kecil bisa melebar.
Dan jika hal ini sudah terjadi, pembuluh darah bisa saja pecah.
Risiko itulah yang membuat bahaya stroke semakin besar.
3. Kulit bisa infeksi
Kerokan menyebabkan pembuluh darah di dekat kulit menjadi pecah, sehingga meninggalkan warna merah atau keunguan.
Saat sedang berwarna kemerahan atau keunguan tersebut, kita harus menjaganya dengan baik.
Kalau tidak, bisa jadi rasa sakit yang cuma kita rasakan. Bahkan, kulit kita bisa bengkak-bengkak, berdarah, dan infeksi, lho!
Untuk itu, coba kompres bagian yang dikerok dengan es batu sehingga memarnya bisa cepat menghilang.
Pastikan juga untuk selalu mensterilkan barang yang kita gunakan untuk kerokan.
4. Tak cocok untuk semua orang
Kalau kita punya kulit yang tipis, gampang berdarah, punya infeksi kulit, atau meminum obat yang bisa mengencerkan darah, sebaiknya jangan kerokan.(*)
#berantasstunting
#hadapiCorona
Source | : | ncbi,sajiansedap.com,tribun,GridHealth.ID |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar