GridHEALTH.id - Masyarakat dihimbau untuk menjaga tekanan darah dengan cara memantaunyasecara teratur agar tekanan darah dapat dikendalikan dan komplikasi yang dapat membuat cacat dan kematian dapat dicegah sedini mungkin.
Hal ini penting untuk dilakukan, terlebih lagi di tengah kondisi pandemi Covid-19 seperti sekarang mengingattekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan salah satu penyakit penyerta (komorbiditas) berbahaya bagi pasien terinfeksi virus Covid-19.
Pedoman American Heart Association (AHA) mencatat, bahwa orang dengan tekanan darah tinggi bisa jadi akan menghadapi risiko komplikasi lebih parah jika mereka terinfeksi virus Covid-19.
Data temuan pasien Covid-19 yang meninggal di Indonesia juga menunjukkan mereka paling banyak mengidap penyakit hipertensi dengan komorbiditas penyakit kronis lainnya seperti penyakit jantung, ginjal, diabetes hingga
Namun sayangnya, sampai saat ini kepedulian terhadap hipertensi dan kesadaran akan pencegahan sekaligus pengobatannya di Indonesia masih rendah.
Sebagian besar penderita hipertensi tidak menyadari bahwa dirinya telah menderita hipertensi sehingga tidak mendapatkan pengobatan.
Baca Juga: Menjalani Ritual Kawalu, Siapa Sangka Justru Bantu Warga Badui Terbebas Dari Covid-19
Baca Juga: Studi : Virus Corona Mencabut Nyawa Seseorang 10 Tahun Sebelum Waktu Kematian Sesungguhnya
Riskesdas tahun 2013 mencatat sebanyak 63 juta orang atau sebesar 34, 1% penduduk di Indonesia menderita hipertensi.
Dari populasi hipertensi tersebut, hanya sebesar 8,8% terdiagnosis hipertensi dan hanya 54,4% dari yang terdiagnosis hipertensi rutin minum obat.
Dalam rangka merayakan Hari Hipertensi Dunia yang jatuh pada tanggal 17 Mei, dr. Tunggul D. Situmorang, Sp.PD-KGH, FINASIM, President Indonesian Society of Hypertension (InaSH) atau Perhimpunan Dokter Hipertensi (PERHI) mengatakan,
“Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang mengakibatkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian serta beban biaya kesehatan.
Hipertensi tidak bergejala (silent killer) dan merusak organ-organ penting antara lain otak, jantung, ginjal, pembuluh darah besar sampai ke pembuluh darah kecil.
Pada Annual Meeting ke-13 Februari tahun 2019 yang lalu, PERHI meluncurkan Konsensus Penatalaksanaan Hipertensi yang menggarisbawahi bahwa diagnosis hipertensi sangat ditentukan oleh Man, Material, Method (3M) yaitu dokter dan pasien, alat pengukur dan pengukurannya termasuk persiapannya.
Pemeriksaan Tekanan Darah di Rumah (PTDR) berperan cukup penting untuk deteksi, diagnosis dan evaluasi terapi yang efektif serta bermanfaat memberikan gambaran variabilitas tekanan darah.”
Baca Juga: Ini Alasannya Mengapa Puasa Bisa Tingkatkan Imunitas Tubuh Hingga Jarang Sakit
Baca Juga: Proyek Bill Gates Untuk Danai Riset Virus Corona Dihentikan, Ada Apa?
Baca Juga: Berdamai Dengan Virus Corona Ramai Didengungkan di Indonesia, WHO Ingatkan Bahaya Herd Immunity
Ia melanjutkan, “Terdapat kasus khusus, yaitu pada pasien yang diagnosis hipertensinya ‘meragukan’ misalnya pre hypertension atau border-line hypertension, white-coat hypertension (tekanan darah tinggi bila diukur di klinik) atau masked hypertension (tekanan darah justru tinggi bila di luar klinik/di rumah).
Data penelitian PERHI tahun 2017 menunjukkan bahwa 63 % pasien yang sedang diobati hipertensi tidak terkontrol.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien hipertensi tidak terobati secara optimal oleh berbagai faktor.
PTDR juga dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa PTDR mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan tekanan darah di klinik.
Data survei PERHI yang dilakukan pada dokter-dokter menunjukkan bahwa sebagian besar dokter (95%) sudah menganjurkan PTDR, namun tidak ada keseragaman dalam metode pengukuran maupun frekuensi pengukuran tekanan darah.
Dalam Buku Pedoman PTDR dijelaskan lebih rinci tentang PTDR untuk diagnosis hipertensi, cara menggunakan PTDR untuk pasien, frekuensi pemantauan dan target pengendalian tekanan darah.”
“Terkait dengan pasien-pasien hipertensi yang terinfeksi virus corona, akhir-akhir ini terdapat isu bahwa ada obat anti hipertensi golongan tertentu yang dianggap dapat memperburuk keadaan tapi hal tersebut tidak mempunyai bukti-bukti yang cukup sehingga tetap harus diberikan,” jelas Tunggul.
Baca Juga: Pangkas Kalori Hingga 75%, Air Fryer Jadi Alat Masak Paling Diburu Penyuka Gorengan
Baca Juga: Puasa Ramadan Mampukan Membuat Tubuh Kita Kuat #Hadapi Corona?
Tunggul mengimbau, dalam masa Pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, masyarakat lebih peduli untuk secara teratur melakukan PTDR dan apabila pada pasien hipertensi muncul gejala awal Covid-19 seperti meningkatnya suhu tubuh, sesak napas,batuk kering dsb, segera berkonsultasi kepada dokter.
Ekawati Dani Yulianti, Sp.S mengemukakan, “ Sesuai dengan tema Hari Hipertensi Dunia tahun ini yaitu, "Know your number” yang berarti penatalaksanaan hipertensi itu bukan hanya mengenai bagaimana mencapai sasaran tekanan darah yang optimal, namun juga lebih dari itu.
Yaitu bagaimana kita dapat mendeteksi sedini mungkin, menatalaksananya dengan baik dan benar sesuai kondisi individu pengidap yang tentu berbeda-beda, menatalaksana kondisi atau penyakit-penyakit penyerta utama lainnya, sehingga dapat mencegah komplikasi di kemudian hari, serta menatalaksana komplikasi-komplikasi dari hipertensi tersebut.”
Harus dipahami bahwa sebagian besar hipertensi bukan merupakan penyakit yang dapat disembuhkan total dan tujuan pengobatan dan tatalaksana adalah mengendalikan tekanan darah untuk mencegah komplikasi agar dapat menjalani hidup yang bahagia dan berkualitas.
Untuk mencapai sasaran tersebut di samping pengobatan yang teratur, juga perlu menerapkan gaya hidup yang sehat.
Sementara itu, dr. Amanda Tiksnadi, Sp.S (K), mengungkapkan, “Hipertensi sendiri saja, secara perlahan tapi pasti, akan menyebabkan komplikasi kerusakan struktural dan fungsional pembuluh darah dan juga organ-organ terminal (mata, otak, jantung, ginjal).
Baca Juga: Guru Besar FMIPA Brawijaya : Jamur Cordyceps Bisa Sembuhkan Covid-19, Efeknya Dalam Hitungan Jam
Baca Juga: Heboh FBI Tangkap Bill Gates , Benarkah Ia Pencipta Virus Covid-19?
Hal ini dikenal dengan istilah Hypertension-Mediated Organ Damage (HMOD). Adapun beberapa manifestasi klinis HMOD terminal ini antara lain adalah gagal jantung, sindrom koroner akut, stroke, demensia vaskuler atau pikun, gagal ginjal dan gangguan pengelihatan termasuk kebutaan.”
Laporan-laporan yang ada menyebutkan bahwa sekitar 35% pasien covid-19 merupakan pengidap hipertensi, diabetes, maupun penyakit kardiovaskular lainnya.
Selain itu juga dilaporkan bahwa pengidap penyakit-penyakit tersebut memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi dan menunjukkan gejala yang lebih berat bila terinfeksi Covid-19.
Selain komplikasi saluran pernapasan, infeksi Covid-19 juga menyebabkan berbagai komplikasi langsung di jantung, otak dan ginjal seperti diantaranya serangan jantung, stroke, gagal ginjal akut.
Selain itu umum juga terjadi sindrom pengentalan dan penyumbatan pembuluh darah, infeksi bakteri dan/atau jamur lain, kerusakan otot dan saraf tepi serta proses autoimun yang tentunya memperburuk prognosis.
“Oleh karena itu, dapat dipahami seorang penderita hipertensi yang terinfeksi Covid-19 memiliki faktor risiko berlipat ganda untuk mengalami kerusakan organ multiple, yaitu risiko HMOD akibat hipertensi itu sendiri ditambah dengan risiko komplikasi infeksi covid-19 yang menyerang organ target yang sama dengan hipertensi.
Walaupun demikian, masih belum didapatkan bukti yang cukup bahwa hipertensi dan penggunaan obat-obat anti hipertensi berhubungan langsung dengan peningkatan risiko maupun komplikasi infeksi covid-19."
Baca Juga: Suti 'Atun' Karno Dilarikan ke Rumah Sakit, Rano Karno Minta Penggemarnya Kirim Doa, Ada Apa?
Baca Juga: Fix, WHO Sebut Virus Corona Tak Akan Pernah Hilang, Sepakat Berdamai Seperti Kata Jokowi?
Hipertensi terutama dijumpai pada populasi usia lanjut, di mana usia (lanjut) sendiri merupakan factor mayor untuk terinfeksi, dan juga beratnya komplikasi virus Covid-19.
Dengan demikian, InaSH/PERHI tetap merekomendasikan untuk melanjutkan upaya penanganan kasus-kasus hipertensi sesuai dengan guideline terakhir yang telah dikeluarkan InaSH tahun 2019 yang lalu.
Karena, beberapa tipe HMOD dapat bersifat reversible, dapat diatasi dengan terapi antihipertesi, terutama bila diberikan sejak dini.
“Kami mengharapkan agar orang yang sudah mengetahui bahwa ia memiliki penyakit hipertensi, untuk tetap mengikuti anjuran terapi terhadap penyakitnya sesuai arahan dokter. Pemantauan secara ketat pada terapi yang diberikan dilakukan agar mencegah perburukan kondisi jika terinfeksi dengan virus ini."
Baca Juga: Wah, Ternyata Makan 3 Kue Nastar Kalorinya Setara Sepiring Nasi!
Jika seseorang memang mengidap penyakit Hipertensi, maka akan lebih baik tetap mengonsumsi obat dan melakukan tindakan preventif seperti tetap melakukan social distancing, rajin mencuci tangan, menjaga kebersihan, dan saran lainnya untuk mencegah tertularnya virus Covid-19.(*)
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | American Heart Association,Siaran Pers InaSH |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar