GridHEALTH.id - Kabar meningkatnya harga rokok di Indonesia kembali menyeruak di kalangan masyarakat.
Sebelumnya, di akhir tahun 2019 lalu, harga rokok dikabarkan akan mengalami kenaikkan 35% di tahun 2020.
Kenaikan harga rokok sejalan dengan aturan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang akan berlaku pada 1 Januari 2020.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 136/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.
Kendati demikian, hingga saat ini harga rokok di Tanah Air cenderung belum banyak berubah.
Namun baru-baru ini, tersiar kabar bahwa harga rokok akan naik hingga Rp 100 ribu per bungkus.
Hal ini disampaikan Menteri Sosial Juliari P Batubara dalam Webinar Hari Anak Nasional 2020, Senin (20/7/2020).
Mensos Juliari P Batubara mengusulkan harga rokok menjadi Rp 100.000 per bungkus untuk mencegah anak-anak membeli rokok.
Juliari mengatakan perokok anak masih menjadi masalah di Indonesia, jadi ia menyarankan seharusnya proses pembelian rokok dipersulit.
"Anak-anak ini simpel, mereka ingin terlihat tua, terlihat cool, keren, jadinya merokok. Selain itu, meskipun saya bagian pemerintah, akses terhadap rokok ini harus dibatasi. Bahkan di Indonesia menjual rokok secara ketengan (satuan) masih bisa," kata Juliari.
Sementara itu, bersadarkan data Kementerian Kesehatan pada 2019 tercatat total anak yang terpapar asap rokok baik sebagai perokok aktif dan pasif anak mencapai 57,8%.
Baca Juga: Saran Ahli Agar Indonesia Sukses Hadapi Corona: 'Buang Rapid Test'!
Bahkan Deputi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Lenny N. Rosalin mengatakan, adanya peningkatan jumlah perokok anak dalam 5 tahun terakhir.
"Dalam tempo lima tahun naik dua persen dari 80 juta anak. Jadi ini angka besar sekali. Meskipun secara persen kecil kita lihatnya. Tapi dari 80 juta, jadi berapa juta," kata Lenny dalam webinar Hari Anak Nasional, Senin (20/7/2020).
Lenny menyampaikan bahwa prevalensi konsumsi rokok itu dilakukan oleh anak usia 10-18 tahun.
Anak-anak yang merokok di usia dini tersebut juga nyatanya terancam berbagai penyakit mematikan, salah satunya gangguan paru-paru.
Diketahui, Indonesia menduduki peringkat 5 untuk kematian karena asma, dan peringkat ke-13 di seluruh dunia.
Menurut data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC), rokok memengaruhi jantung dan pembuluh darah (penyakit kardiovaskular).
Baca Juga: Kasus Covid-19 Indonesia Lampaui China, Indonesia Jadi Episentrum Virus Corona?
Rokok merusak pembuluh darah dan membuatnya menebal dan tumbuh lebih sempit.
Hal ini membuat jantung berdetak lebih cepat dan tekanan darah naik, bahkan gumpalan dapat juga mudah terbentuk.
Efek jangka panjangnya, rokok juga menyebabkan berbagai macam jenis kanker pada anak-anak di usia dewasa, seperti kanker kandung kemih, darah (leukemia, myeloid akut), serviks, usus besar dan rektum (kolorektal), kerongkongan, ginjal dan ureter, pangkal tenggorokan, hati, oropharynx (termasuk bagian tenggorokan, lidah, langit-langit lunak, dan amandel), pankreas, perut, dan kanker trakea, bronkus, dan paru-paru.
Dengan adanya usulan tersebut, Mensos Juliari menyadari dampaknya terhadap pemerintah akan mendapat protes dari para petani tembakau.
"Kalau bisa rokok harganya mahal. Satu bungkus minimal 100 ribu. Negara juga dapat cukai lumayan," ujar Juliari. (*)
Baca Juga: Saat Covid-19 Melanda Arab Saudi, Raja Salman Tiba-tiba Dibawa ke Rumah Sakit Khusus
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | CDC,webinar |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar