GridHEALTH.id - Pandemi Covid-19 kasusnya semakin tinggi, baik di dunia maupun di Indonesia.
Memang ada beberapa negara yang sudah membaik, bahkan bisa dibilang bebas infeksi Covid-19.
Baca Juga: Kulit Wajah Donald Trump Berubah di Rumah Sakit Tempat Karantina
Seperti halnya di Wuhan, China, kota pertama kali adanya virus corona jenis baru ini yang kemudian diberi nama Covid-19, kini sudah normal kembali.
Satu hal yang menarik dari infeksi Covid-19 ini adalah, virus corona tidak dengan mudah menginfeksi semua orang.
Pun, tidak semua orang yang terinfeksi akan sakit parah, dan meninggal dunia.
Banyak yang terinfeksi virus corona tapi dia tidak sakit.
Baca Juga: 5 Tips Menjadi Caregiver yang Baik Untuk Pasien Kanker Payudara
Tapi banyak juga yang terinfeksi virus corona, lalu jatuh sakit parah, dan akhirnya meninggal dunia.
Nah, mengenai hal ini ada yang menarik dari apa yang ditemukan pakar dan masuk dalam sebuah jurnal ilmiah.
Ternyata menurut sebuah studi, merek yang sakit parah juga meninggal karena infeksi Covid-19, mewarisi sebuah DNA dari manusia zaman purba.
Jadi mereka yang mewarisi DNA ini lalu, jika sampai terinfeksi virus corona akan mengalami komplikasi sangat parah.
Bahkan, tingkat kematian pada pasien Covid-19 dengan DNA ini meningkat hingga 100% alias dua kali lipat.
DNA apakah yang dimaksud? Apakah manusia Indonesia banyak memilikinya?
Baca Juga: Satgas Covid-19: Orang yang Sembuh dari Covid-19 Masih Bisa Menularkan Virus Corona
Menurut studi terbaru yang terbit di jurnal Nature, pasien Covid-19 yang memiliki potongan DNA Neanderthal lebih berisiko mengalami komplikasi parah.
Potongan DNA Neanderthal masuk ke genom manusia sekitar 60.000 tahun lalu.
Nah, orang yang membawa kode genetik itu, tiga kali lebih mungkin membutuhkan perawatan dengan alat bantu pernapasan mekanis (mechanical ventilation).
Memang, ada banyak alasan kenapa pasien Covid-19 membutuhan perawatan intensif sementara yang lain hanya memiliki gejala ringan atau tidak bergejala sama sekala.
Usia lanjut, pria, dan masalah medis yang sudah ada sebelumnya dapat meningkatkan gangguan yang lebih serius.
Namun, faktor genetik juga dapat berperan seperti yang dijelaskan dalam temuan baru yang terbit Rabu (7/9/2020).
"Sangat mengejutkan bahwa warisan genetik dari Neanderthal memiliki konsekuensi yang sangat parah dalam masa pandemi saat ini," kata rekan penulis Svante Paabo, direktur departemen genetika di Institut Max Planck untuk Antropologi Evolusi.
Seperti diberitakan AFP, Kamis (1/10/2020), penelitian terbaru oleh Covid-19 Host Genetics Iitiative mengungkap bahwa varian genetik di wilayah tertentu kromosom 3, yakni salah satu dari 23 kromosom dalam genom manusia dikaitkan dengan bentuk penyakit yang lebih parah.
Wilayah kromosom 3 tersebut diketahui menyimpan kode genetik dari Neanderthal.
Oleh sebab itu, Paabo dan rekan penuli Hugo Zeberg memutuskan mencari kaitan varian genetik tersebut dengan Covid-19.
Tim Paabo menemukan, Neanderthal dari Eropa selatan membawa segmen genetik yang hampir identik, mencakup sekitar 50.000 pasangan basa atau bahan penyusun utama DNA.
Menariknya, dua Neanderthal yang ditemukan di Siberia selatan bersama dengan spesies manusia purba lainnya yang juga berkeliaran di Eurasia, Denisovan, tidak membawa potongan petunjuk tersebut.
Para peneliti menyimpulkan, manusia modern dan Neanderthal mungkin mewarisi fragmen gen dari nenek moyang yang sama sekitar setengah juta tahun lalu, tapi jauh lebih mungkin untuk memasukan kumpulan gen Homo sapiens melalui kawing silang.
Baca Juga: Keunggulan Tes Saliva Dikembangkan Jepang, Lebih Akurat Deteksi Pasien Covid-19 Tanpa Gejala
Studi mereka menunjukkan, potongan DNA Neanderthal yang berpotensi berbahaya, tidak terdistribusi secara merata saat ini di seluruh dunia.
Hanya sekitar 16 persen orang Eropa yang memilikinya dan sekitar setengah populasi di seluruh Asia Selatan, dengan proporsi tertinggi 63 persen ditemukan di Bangladesh.
Baca Juga: Cara Bijak Supaya Mi Instan Menjadi Sehat untuk Dikonsumsi, Coba Deh
Para peneliti berspekulasi, data ini dapat membantu menjelaskan, mengapa individu keturunan Bangladesh yang tinggal di Inggris dua kali lebih mungkin meninggal akibat Covid-19 daripada populasi umum.
Di Asia Timur dan Afrika varian gen ini hampir tidak ada.
Sementara itu, penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar dua persen DNA pada orang non-Afrika di seluruh dunia berasal dari Neanderthal.
Baca Juga: Tes Gula Darah 2 Jam Setelah Makan Lebih Rendah Dari Gula Darah Puasa? Mungkin Ini Sebabnya
Sisa-sisa Denisovan juga tersebar luas tetapi lebih sporadis, terdiri dari kurang dari satu persen DNA di antara orang Asia dan Pribumi Amerika, dan sekitar lima persen orang Aborigin Australia dan orang Papua Niugini.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "DNA dari Neanderthal Bikin Covid-19 Lebih Parah, Kok Bisa?", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/sains/read/2020/10/04/180100023/dna-dari-neanderthal-bikin-covid-19-lebih-parah-kok-bisa-?page=all#page3.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar