GridHEALTH.id - Makanan sangat berperan terhadap keadaan kesehatan seseorang dan menurut penelitian dalam beberapa dekade terakhir menunjukkan adanya hubungan antara sejumlah jenis makanan dan nutrisi terhadap risiko terhadap kesehatan, termasuk kanker lambung.
Menurut data GLOBOCAN 2020, angka kejadian kanker lambung di dunia tahun 2020 mencapai lebih dari 1 juta kasus yaitu sebanyak 369.580 kasus pada wanita dan 719.523 kasus pada laki-laki.
Dengan tingginya angka kejadian tersebut, Yayasan Kanker Indonesia menggelar Webinar Media bertajuk “Gaya Hidup Masa Kini: Waspada Kanker Lambung Mengintai Anda!”.
Dalam paparannya, Ketua Yayasan Kanker Indonesia Prof. DR. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP mengatakan, “Pada awalnya, kanker lambung sering disangka sebagai sakit maag biasa sehingga sebagian besar pasien datang terlambat dan sudah pada stadium lanjut.”
“Oleh sebab itu, masyarakat perlu lebih waspada bahwa terhadap gejala kanker lambung yang jika tidak ditangani sejak dini berpotensi terjadi mutasi yang dapat membentuk tumor di dalam lambung dan dapat bermetastatis atau menyebar ke bagian lain di tubuh seperti hati, peritoneum, hati dan tulang,” jelas Prof. Aru Sudoyo.
Kanker lambung disebabkan oleh adanya sel-sel kanker yang tumbuh di dalam lambung menjadi tumor, dan biasanya tumbuh perlahan selama bertahun-tahun dan kebanyakan diderita oleh pasien berusia 60-80 tahun.
Baca Juga: Waspadai, 6 Situasi yang Menandakan Sudah Terkena Kanker Lambung
Baca Juga: Dampak Diabetes Tak Main-main, Ternyata Bisa Sebabkan Otak Menyusut
Beberapa hal dapat meningkatkan risiko kanker lambung, diantaranya bakteri Helicobactor pylori, metaplasia usus, atrophic gastritis kronis, anemia pernisiosa, ataupun polip lambung, dan juga kebiasaan merokok, obesitas, makanan yang diproses atau diasinkan, dan genetika.
“Secara genetik, penyebab meningkatnya risiko kanker lambung adalah jika ibu, ayah, kakak atau adik memiliki kanker gaster, golongan darah A, Li-fraumeni syndrome, familial adenomatous polypsis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colon cancer,” jelas Prof. Aru Sudoyo.
Lihat postingan ini di Instagram
Prof. Aru Sudoyo menjelaskan bahwa faktor-faktor risiko terkena kanker hanya 5-10% yang diakibatkan oleh faktor genetika.
Sedangkan 90-95% lebih disebabkan oleh faktor lingkungan yang meliputi diet (30-35%), rokok (25-30%), infeksi (15-20%), obesitas (10-20%), alkohol (4-6%) dan lain-lain (10-15%).
“Dengan demikian, kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini kanker,” ujar Prof. Aru Sudoyo.
Sementara itu General Manager Taiho Pharma Singapore PTE. LTD. Jakarta Representative Office dr. Ervina Hasti Widyandini mengatakan, “Diagnosis dan terapi pada stadium dini tentunya diharapkan akan memiliki tingkat keparahan dan prognosis yang lebih baik ketimbang bila dideteksi dan diterapi ketika sudah masuk stadium lanjut"
Untuk itu menurutnya penting sekali untuk kita dapat mengenali gejala-gejala gangguan lambung apa saja yang harus kita waspadai dan ditindaklanjuti, apakah berupa penyakit lambung biasa yang umum dikenal sebagai sindroma dyspepsia ataukah mengarah ke keganasan atau kanker lambung.
Baca Juga: Obat Radang Sendi Tocilizumab Kurangi Risiko Kematian Covid-19, Studi
Baca Juga: Aturan Masih Digodog, 2000 Perusahaan Sudah Daftar Vaksinasi Mandiri
"Kami berharap melalui edukasi ini, pemahaman akan upaya pencegahan maupun deteksi dini kanker lambung akan meningkat, meski kejadian kanker lambung yang terdaftar saat ini di Indonesia belum terlalu tinggi namun bukan berarti tidak ada sama sekali.” (*)
#berantasstunting #hadapicorona #bijakGGL
Source | : | webinar |
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar