Berkaca pada kejadian serupa yang terjadi di Gambia, Afrika Barat, selagi diberlakukannya larangan ini, kemenkes bersama stakeholder lain melakukan pemeriksaan laboratorium.
Berdasarkan hasil penelusuran yang dilakukan oleh kemenkes pada pasien yang saat itu dirawat di RSCM, ditemukan pada tubuh beberapa anak tersebut terdapat cemaran etilen glikol dan dietilen glikol.
"Dari 11, 7 anak positif memiliki senyawa berbahaya tadi, yaitu etilen glikol, dietilen glikol. Itu ada," kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dikutip dari GridHEALTH.id (21/10/2022).
Hasil dari pemeriksaan obat yang sempat dikonsumsi oleh para pasien pun juga menunjukkan hasil serupa.
Buntut dari kasus ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terus melakukan penulusuran dan menemukan sejumlah perusahaan farmasi yang pada produk obatnya terdapat cemaran etilen glikol dan dietilen glikol, senyawa kimia beracun, yang melebihi ambang batas.
Di antaranya PT Afi Farma Pharmaceutical Industries, PT Yarindo Farmatama, dan PT Universal Pharmaceutical Industries.
Obat sirup dari perusahaan farmasi tersebut yang mengandung cemaran EG dan DEG telah dimusnahkan dan mereka juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kemenkes juga telah menyimpulkan bahwa GGAPA yang terjadi pada anak disebabkan oleh cemaran EG dan DEG dalam obat sirup.
Setelah dinilai kebijakan kesehatan yang melarang penggunaan obat sirup berhasil menekan angka kasus gangguan ginjal akut, kemenkes kembali menerbitkan surat edaran.
Melalui SE Nomor HK.02.02/III/3531/2022 yang terbit pada 24 Oktober 2022, disebutkan bahwa obat sirup yang telah direkomendasikan oleh BPOM boleh digunakan kembali.
Sampai saat ini, sudah ada 172 obat sirup yang telah dinyatakan aman untuk digunakan selama sesuai dengan aturan pakai. (*)
Baca Juga: Tadinya Dilarang, Sekarang 172 Obat yang ada Dalam Daftar Ini Boleh Dijual ke Masyarakat
Source | : | GridHEALTH.id,Sehat Negeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar